Alune yang biasa juga disebut duku bangsa Alifuru, dan kata alifuru itu berarti “manusia awal”. Itulah sebabnya orang Alune dan juga orang Wemale dianggap sebagai penduduk asli Pulau Seram dan dari sanalah kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya terutama di Maluku Tengah. Orang Alune atau Alifuru ini biasa juga disebut sebagai orang Seram sesuai dengan nama pulau ini. Sumber tertentu, seperti Nelly Tobing (Ed.) dalam Sistem Kesatuan Setempat Daerah Maluku (1980/1981) menyatakan orang Alune umumnya berdiam di daerah pantai. Akan tetapi pihak Departemen Sosial mengkategorikan kelompok ini sebagai “masyarakat terasing”, dan berdiam di bagian pedalaman seperti yang pernah diteliti di bagian pedalaman wilayah Kecamatan Kairatu di Pulau Seram tadi (Lihat Rusmaniar, “Masyarakat Terasing Suku Alune”, Profil Masyarakat Terasing di Indonesia 1988: 33-40).
Pada tahun 1985 penduduk kecamatan tersebut berjumlah 37.765 jiwa, di antaranya adalah orang Alune yang berjumlah 523 iwa yang tergabung dalam 117 KK. Dilihat dari ciri-ciri fisik, mereka termasuk ras Mongoloid dengan rambut hitam kejur, kulit sawo matang, tinggi sekitar 155-165 cm. Bahasanya adalah bahasa Alune yang termasuk golongan bahasa Melayu. Mereka tergolong orang yang mempunyai sikap ramah, terbuka, suka menghormati orang lain, meskipun sering berkelahi dalam pertemuan-pertemuan adat. Menurut Tobing, Ed. (1980/1981: 65) ciri budaya orang Alune di masa lalu mempunyai kebiasaan menghitamkan gigi, para wanitanya memakai kain kanune yaitu kain yang terbuat dari kulit kayu, dan nasi sebagai makanan pokoknya.
Orang alune dikenal sebagai “manusia Nunusaku”, di mana Nunusaku adalah nama sebuah tempat berupa danau di puncak sebuah gunung di Pulau Seram. Danau sumber mata air dari beberapa batang sungai itu dianggap suci dan keramat. Tempat inilah yang dipercayai sebagai tempat asal usul manusia asli Pulau Seram, yang kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya.
Mata pencaharian mereka adalah berladang berpindah dengan sistem tebang-bakar *slash and burn) dan meramu sagu. Tanaman utama di ladang itu ialah ubi rambat, talas, pisang, sayur-sayuran. Kebun yang sudah ditinggalkan ditanami cengkeh dan buah-buahan. Mata pencaharian sambilan adalah menyadap getah damar dan berburu binatang. Makanan pokok mereka adalah talas, ubi kayu, dan sagu.
Penarikan garis keturunan dalam sisitem kekerabatannya bersifat patrilineal, dengan adat menetap nikah yang patrilokal. Kedudukan anak laki-laki dipandang lebih tinggi daripada anak perempuan. Hubungan dan pergaulan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan tidak bebas. Suatu perkawinan dilalui dengan peminangan, meskipun antara mereka juga mengenal kawin lari karena pinangan tadi ditolak oleh pihak perempuan. Mereka juga mengenal adat mas kawin.
Pada masa terakhir ini mereka sudah mulai mengenal agama tertentu terutama agama Kristen. Namun kepercayaan asli nenek moyang seperti roh-roh leluhur masih kuat dipercayai sebagai pelindung dan memberi keselamatan kepada kehidupan mereka. Mereka pun percaya kepada makhluk-makhluk jahat yang bisa mendatangkan panyakit.
Sumber:
Melalatoa, J. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A--K. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada tahun 1985 penduduk kecamatan tersebut berjumlah 37.765 jiwa, di antaranya adalah orang Alune yang berjumlah 523 iwa yang tergabung dalam 117 KK. Dilihat dari ciri-ciri fisik, mereka termasuk ras Mongoloid dengan rambut hitam kejur, kulit sawo matang, tinggi sekitar 155-165 cm. Bahasanya adalah bahasa Alune yang termasuk golongan bahasa Melayu. Mereka tergolong orang yang mempunyai sikap ramah, terbuka, suka menghormati orang lain, meskipun sering berkelahi dalam pertemuan-pertemuan adat. Menurut Tobing, Ed. (1980/1981: 65) ciri budaya orang Alune di masa lalu mempunyai kebiasaan menghitamkan gigi, para wanitanya memakai kain kanune yaitu kain yang terbuat dari kulit kayu, dan nasi sebagai makanan pokoknya.
Orang alune dikenal sebagai “manusia Nunusaku”, di mana Nunusaku adalah nama sebuah tempat berupa danau di puncak sebuah gunung di Pulau Seram. Danau sumber mata air dari beberapa batang sungai itu dianggap suci dan keramat. Tempat inilah yang dipercayai sebagai tempat asal usul manusia asli Pulau Seram, yang kemudian menyebar ke pulau-pulau sekitarnya.
Mata pencaharian mereka adalah berladang berpindah dengan sistem tebang-bakar *slash and burn) dan meramu sagu. Tanaman utama di ladang itu ialah ubi rambat, talas, pisang, sayur-sayuran. Kebun yang sudah ditinggalkan ditanami cengkeh dan buah-buahan. Mata pencaharian sambilan adalah menyadap getah damar dan berburu binatang. Makanan pokok mereka adalah talas, ubi kayu, dan sagu.
Penarikan garis keturunan dalam sisitem kekerabatannya bersifat patrilineal, dengan adat menetap nikah yang patrilokal. Kedudukan anak laki-laki dipandang lebih tinggi daripada anak perempuan. Hubungan dan pergaulan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan tidak bebas. Suatu perkawinan dilalui dengan peminangan, meskipun antara mereka juga mengenal kawin lari karena pinangan tadi ditolak oleh pihak perempuan. Mereka juga mengenal adat mas kawin.
Pada masa terakhir ini mereka sudah mulai mengenal agama tertentu terutama agama Kristen. Namun kepercayaan asli nenek moyang seperti roh-roh leluhur masih kuat dipercayai sebagai pelindung dan memberi keselamatan kepada kehidupan mereka. Mereka pun percaya kepada makhluk-makhluk jahat yang bisa mendatangkan panyakit.
Sumber:
Melalatoa, J. 1995. Ensiklopedi Sukubangsa di Indonesia. Jilid A--K. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.