Kabupaten Bandung

Letak dan Keadaan Alam
Kabupaten Bandung merupakan satu dari delapan belas kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten yang merupakan daerah penyangga ibukota Provinsi Jawa Barat ini secara geografis sebelah utara berbatasan dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Cimahi; sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut; sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat; dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Wilayahnya tidak hanya berada di kaki tapi juga di lereng gunung, sehingga tidak hanya berupa dataran rendah semata, tetapi juga dataran tinggi atau berbukit-bukit. Sedangkan luasnya sekitar 1.762,4 km² dengan titik koordinat 6° 41’ – 7° 19’ Lintang Selatan dan 107° 22’ – 108° 50’ Bujur Timur.

Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan yang mencakup 10 kelurahan serta 280 desa. Ke-31 kecamatan itu beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Ciwidey beribukota di Lebakmuncang terdiri atas 7 desa seluas 48,47 km² (2,75%); (2) Kecamatan Rancabali beribukota di Patengan terdiri atas 5 desa seluas 148,37 km² (8,42%); (3) Kecamatan Pasirjambu beribukota di Pasirjambu terdiri atas 10 desa seluas 239,58 km² (13,59%); (4) Kecamatan Cimaung beribukota di Cipinang terdiri atas 10 desa seluas 55 km² (3,12%); (5) Kecamatan Pangalengan beribukota di Pangalengan terdiri atas 13 desa seluas 195,41 km² (11.09%); (6) Kecamatan Kertasari beribukota di Ciberureum terdiri atas 8 desa seluas 152,07 km² (8,63%); (7) Kecamatan Pacet beribukota di Cikitu terdiri atas 13 desa seluas 91,94 km² (5,22%); (8) Kecamatan Ibun beribukota di Ibun terdiri atas 12 desa seluas 54,57 km² (3,10%); (9) Kecamatan Paseh beribukota di Tangsimekar terdiri atas 12 desa seluas 51,03 km² (2,90%); (10) Kecamatan Cikancung beribukota di Cikancung terdiri atas 9 desa seluas 40,14 km² (2,28%); (11) Kecamatan Cicalengka beribukota di Cicalengka terdiri atas 12 desa seluas 35,99 km² (2,04%); (12) Kecamatan Nagreg beribukota di Ganjarsabar terdiri atas 8 desa seluas 49,30 km² (2,80%); (13) Kecamatan Rancaekek beribukota di Rancaekek Wetan terdiri atas 14 desa dan 1 kelurahan seluas 45,25 km² (2,57%); (14) Kecamatan Majalaya beribukota di Majasetra terdiri atas 11 desa seluas 25,36 km² (1,44%); (15) Kecamatan Solokanjeruk beribukota di Solokanjeruk terdiri atas 7 desa seluas 24,01 km² (1,35%); (16) Kecamatan Ciparay beribukota di Pakutandang terdiri atas 14 desa seluas 46,18 km² (2,62%); (17) Kecamatan Baleendah beribukota di Baleendah terdiri atas 8 desa dan 5 kelurahan seluas 41,56 km² (2,36%); (18) Kecamatan Arjasari beribukota di Patrolsari terdiri atas 11 desa seluas 64,98 km² (3,69%); (19) Kecamatan Banjaran beribukota di Banjaran terdiri atas 11 desa seluas 42,92 km² (2,44%), (20) Kecamatan Cangkuang beribukota di Ciluncat terdiri atas 7 desa seluas 24,61 km² (1,40%); (21) Kecamatan Pameungpeuk beribukota di Sukasari terdiri atas 6 desa seluas 14,62 km² (0,83%); (22) Kecamatan Ketapang beribukota di Sangkanhurip terdiri atas 7 desa seluas 15,72 km² (0,89%); (23) Kecamatan Soreang beribukota di Soreang terdiri atas 10 desa seluas 25,52 km² (1,45%); (24) Kecamatan Kutawaringin beribukota di Jatisari terdiri atas 11 desa 47,30 km² (2,68%); (25) Kecamatan Margaasih beribukota di Margaasih terdiri atas 6 desa seluas 18,35 km² (1,04%); (26) Kecamatan Margahayu beribukota di Sukamenak terdiri atas 5 desa dan 1 kelurahan seluas 10,54 km² (0,60%); (27) Kecamatan Dayeuhkolot beribukota di Citeureup terdiri atas 6 desa dan 1 kelurahan seluas 11,03 km² (0,63%); (28) Kecamatan Bojongsoang beribukota di Bojongsoang terdiri atas 6 desa seluas 27,81 km² (1,58%); (29) Kecamatan Cileunyi beribukota di Cileunyi terdiri atas 6 desa seluas 31,58 km² (1,79%); (30) Kecamatan Cilengkrang beribukota di Jatiendah terdiri atas 6 desa seluas 30,13 km² (1,71%); dan Kecamatan Cimenyan beribukota di Cimenyan terdiri atas 9 desa serta 2 kelurahan dengan las 53,08 km persegi (3,01%) (BPS Kabupaten Bandung, 2020).

Topografi Kabupaten Bandung bervariasi mulai dari dataran sedang hingga tinggi (perbukitan dan pegunungan). Dataran sedang dengan ketinggian 500-900 meter dari permukaan air laut menempati hampir seluruh wilayah, di antaranya: Cimaung, Pacet, Ibun, Paseh, Cikancung, Cicalengka, Nagreg, Rancaekek, Majalaya, Solokanjeruk, Ciparay, Baleendah, Ariasari, Banjaran, Cangkuang, Pameungpeuk, Katapang, Soreang, Kutawaringin, Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Cileunyi, Cilengkrang, dan Cimenyan. Sedangkan dataran di atas 1.001 meter dari permukaan air laut di antaranya: Ciwidey, Rancabali,. Pasirjambu, Pangalengan, dan Kertasari.

Iklim yang menyelimutinya sama seperti daerah lain di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada bulan Oktober - Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April - September. Curah hujan rata-rata 179 milimeter per tahun. Sedangkan, temperaturnya rata-rata 20°-31° Celcius. Sesuai dengan iklimnya yang tropis maka flora yang ada di sana pada umumnya sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia, seperti: jati, kelapa, bambu, tanaman buah (seperti rambutan, manggis, duku, kopi, dan durian), padi, dan tanaman palawija (jagung, kedelai, singkong, dan mentimun). Fauna yang ada di wilayah kabupaten ini seperti yang biasa diternakan oleh masyarakat di Indonesia pada umumnya.

Pemerintahan
Struktur organisasi pemerintahan tertinggi di Kabupaten Bandung dipegang oleh seorang Bupati yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Jawa Barat. Bupati menjalankan pemerintahan dengan tugas-tugas meliputi bidang pemerintahan, ketentraan dan ketertiban, kesejahteraan masyarakat, sosial politik. Agama, tenaga kerja, pendidikan, kepemudaan dan olahraga, kependudukan, perekonomian, dan pembangunan fisik prasarana lingkungan, serta bidang-bidang lain yang ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat.

Dalam menjalankannya Bupati dibantu oleh Inspektorat Daerah (PPID) dan Sekretariat Daerah. Sekretariat Daerah terdiri atas: Bagian Pemberdayaan, Bagian Hukum dan HAM, Bagian Humas dan Protokol, Bagian Kerjasama dan Otonomi Daerah, Baian Kesejahteraan Rakyat, Bagian Organisasi, Bagian Pembangunan, Bagian Pengasaan Barang/Jasa, Bagian Perekonomian, Bagian Program dan Keuangan, Bagian Tata Pemerintahan, dan Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga. Selain itu ada pula dinas-dinas yang menjalankan peran tertentu dalam menunjang roda pemerintahan daerah, di antaranya: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang, Dinas Pemuda dan Olah Raga, Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Dinas Kebakaran, Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan, Dinas Penanaman Modal dan PTSP, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik, serta Dinas Arsip dan Perpustakaan.

Para aparatur bekerja dalam satu kerangka visi dan misi yang sama untuk kemajuan Kabupaten Bandung. Visi tersebut adalah “Memantapkan Kabupaten Bandung yang maju, mandiri, dan berdaya saing, melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan sinergi pembangunan perdesaan, berlandaskan religius, kultural dan berwawasan lingkungan”. Visi itu dijadikan sebuah misi yang harus dilaksanakan atau diemban agar seluruh anggota organisasi dan pihak yang berwenang dapat mengetahui dan mengenal keberadaan serta peran Kabupaten Bandung dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. Adapun misinya adalah: (a) peningkatan kualitas SDM; (b) menciptakan pembangunan ekonomi yang berdaya saing; (c) mewujudkan pembangunan infrastruktur dasar terpadu tata ruang wilayah; (d) meningkatkan kualitas lingkungan hidup; dan (e) mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (bandungkab.go.id).


Dan, sama seperti daerah lain di Indonesia, Kabupaten Bandung juga memiliki logo sebagai bagian dari identitas wilayah. Adapun logo Kabupaten Bandung dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: (a) Bagian pertama yang berada di kanan atas berlatar kuning emas dengan gambar Gunung Takuban Perahu berwarna hijau melambangkan Kabupaten Bandung termasyhur karena tanahnya yang subur di daerah bergunung-gunung; (b) Bagian melintang bergerigi berbentuk bendungan kokoh berwarna hitam melambangkan masyarakat Kabupaten Bandung memiliki pendirian yang kokoh dan kuat membendung hawa nafsu; (c) Pohon kina berwarna hijau berlatar belakang merah melambangkan di Kabupaten Bandung kaya akan air karena dilintasi oleh dua buah sungai besar (Citarum, Cikapundung) serta memiliki sejumlah danau/situ (Patengang, Cileunca, Lembang, Ciburuy); dan (d) Perisai bertulis “Repeh Rapih Kertaraharja” yang berarti Suasana kehidupan yang aman tentram (Repeh), Suasana kehidupan yang rukun tertib dalam lingkungan yang bersih, sehat, asri (Rapih), dan Tatanan kehidupan yang sejahtera lahir batin secara seimbang, serasi, adil, dan merata (Kertaraharja) (bandungkab.go.id).

Kependudukan
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Bandung (sensus tahun 2019) penduduk Kabupaten Bandung berjumlah 3.717.291 jiwa, dengan jumlah Kelapa Keluarga (KK) 819.413. Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, maka jumlah penduduk laki-laki mencapai 1.911.189 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan mencapai 1.864.090 jiwa. Para penduduk ini tersebar di 31 kecamatan, yaitu: Ciwidey dihuni oleh 82.552 jiwa; Rancabali dihuni oleh 53.753 jiwa; Pasirjambu 90.760 jiwa; Cimaung 83.800 jiwa; Pangalengan 157.660 jiwa; Kertasari 74.076 jiwa; Pacet 115.802 jiwa; Ibun 87.042 jiwa; Paseh 138.309 jiwa; Cikancung 96.897 jiwa; Cicalengka 126.305 jiwa; Nagreg 55.777 jiwa; Rancaekek 193.944 jiwa; Majalaya 174.114 jiwa; Solokanjeruk 89.036 jiwa; Ciparay 174.378 jiwa; Baleendah 274.744 jiwa; Arjasari 105.026 jiwa; Banjaran 132.830 jiwa; Cangkuang 79.231 jiwa; Pameungpeuk 81.316 jiwa; Katapang 134.187 jiwa; Soreang 122.941 jiwa; Kutawaringin 105.306 jiwa; Margaasih 161.684 jiwa; Margahayu 137.452 jiwa; Dayeuhkolot 127.772 jiwa; Bojongsoang 130.091 jiwa; Cileunyi 209.488 jiwa; Cilengkrang 55.816 jiwa; serta Kecamatan Cimenyan dihuni oleh 123.199 jiwa (BPS Kabupaten Bandung, 2020).

Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-4 tahun ada 388.537 jiwa (laki-laki 198.196 jiwa dan perempuan 190.341 jiwa), kemudian yang berusia 5-9 tahun ada 376.401 jiwa (laki-laki 191.971 jiwa dan perempuan 184.430 jiwa), berusia 10-14 tahun ada 352.613 jiwa (laki-laki 179.011 jiwa dan perempuan 173.602 jiwa), berusia 15-19 tahun ada 347.133 jiwa (laki-laki 175.943 jiwa dan perempuan 171.190 jiwa), berusia 20-24 tahun ada 322.390 jiwa (laki-laki 163.485 jiwa dan perempuan 158.905 jiwa), berusia 25-29 tahun ada 325.913 jiwa (laki-laki 164.671 jiwa dan perempuan 161.242 jiwa), berusia 30-34 tahun ada 330.863 jiwa (laki-laki 164.671 jiwa dan perempuan 161.242 jiwa), berusia 35-39 tahun ada 301.184 jiwa (laki-laki 152.028 jiwa dan perempuan 149.156 jiwa), berusia 40-44 tahun ada 259.594 jiwa (laki-laki 133.139 jiwa dan perempuan 126.455 jiwa), berusia 45-49 tahun ada 215.073 jiwa (laki-laki 110.193 jiwa dan perempuan 104.880 jiwa), berusia 50-54 tahun ada 170.654 jiwa (laki-laki 87.426 jiwa dan perempuan 83.228 jiwa), berusia 55-59 tahun ada 135.164 jiwa (laki-laki 69.501 jiwa dan perempuan 65.663 jiwa), berusia 60-64 tahun ada 88.377 jiwa (laki-laki 45.475 jiwa dan perempuan 42.902 jiwa), dan berusia 65 tahun ke atas ada 161.383 (laki-laki 74.780 jiwa dan perempuan 86.603 jiwa) dari jumlah total penduduk. Ini menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Bandung sebagian besar berusia produktif.

Mata Pencaharian
Jenis-jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Kabupaten Bandung sangat beragam, di antaranya: pegawai negeri di berbagai instansi pemerintah, seperti: kabupaten, kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, dan lain sebagainya (16.796 orang). Kemudian, ada juga yang berusaha sendiri/own account worker (329.813 orang), berusaha dibantu buruh tidak tetap/employer assisted by temporary worke (156.164 orang), berusaha dibantu buruh tetap/employer assisted permanent worker (46.096 orang), buruh/karyawan (909.107 orang), pekerja bebas di pertanian/agriculture free time worker (63.944 orang), pekerja bebas non pertanian/non agriculture free tima worker (92.919 orang), pekerja tak dibayar/unpaid worker (90.163 oranng), dan lain sebagainya.

Para pekerja yang mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian, baik sebagai pemilik maupun pekerja bebas (agriculture free time worker), mengusahakan berbagai macam tanaman guna dipasarkan ke berbagai daerah. Tanaman tersebut diantaranya adalah: bawang merah seluas 5.288 ha dengan produksi sebanyak 621.001 ton; jagung seluas 18.774 ha; cabai seluas 2.168 ha (434.261 ton); kentang seluas 3.902 ha (816.543 ton); kubis seluas 4.286 ha (978.130 ton); petsai seluas 3.811 ha (789.006 ton); tomat seluas 1.432 ha (738.864 ton); wortel seluas 2.350 ha (485.646 ton); melon seluas 24 ha (ton); paprika seluas 4 ha (ton); semangka seluas 1 ha (ton), stroberi seluas 22h ha (ton); terung seluas 306 ha (ton); bawang daun seluas 3.772 ha (ton); bawang putih seluas 286 ha (ton); bayam seluas 128 ha (ton); blewah seluas 2 ha (ton); buncis seluas 477 ha (ton); cabai rawit seluas 1.220 ha (ton); kacang merah seluas 702 ha (ton); kacang panjang seluas 173 ha (ton); kangkung seluas 250 ha (ton); kembang kol seluas 370 ha (ton); mentimun seluas 589 ha (ton); labu siam seluas 408 ha (ton); lobak seluas 440 ha (ton); jahe seluas 220.028 m2 (535.469 kg), dan laos/lengkuas seluas 33..693 m2 dengan hasil produksi sejumlah 104.781 kg.

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah daerah yang dekat dengan ibu kota provinsi, Kabupaten Bandung tentu saja memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kabupaten ini adalah: 354 buah Taman Kanak-kanan (TK) dengan jumlah siswa sebanyak 22.408 orang dan 1.483 tenaga pengajar; 754 buah Raudatul Atfah (RA) dengan jumlah siswa sebanyak 32.359 orang dan 3.019 orang tenaga pengajar; 1.406 buah Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah siswa sebanyak 366.582 orang dan 14.044 orang tenaga pengajar; 216 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa sebanyak 35.054 orang dan 2.052 orang tenaga pengajar; 322 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa 135.700 orang dan 5.779 orang tenaga pengajar; 227 buah Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 41.587 orang dan 3.008 orang tenaga pengajar; 108 buah Sekolah Menangah Atas dengan jumlah siswa sebanyak 53.167 orang dan 2.305 orang tenaga pengajar; 139 buah Sekolah Menangah Kejuruan dengan jumlah siswa sebanyak 58.199 orang dan 2.532 orang tenaga pengajar; 121 buah Madrasah Aliah dengan jumlah siswa 19.196 orang dan 1.528 orang tenaga pengajar; dan 4 buah perguruan tinggi swasta.

Sementara untuk sarana kesehatan terdapat 11 buah rumah sakit, 13 buah rumah sakit bersalin, 140 buah poliklinik, 67 buah puskesmas, 110 buah puskesmas pembantu, 137 buah apotek, 4.190 buah Posyandu, dan 278 buah balai kesehatan (BPS Kabupaten Bandung, 2020).

Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut oleh warga masyarakat Kabupaten Bandung sangat beragam. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung tahun 2020, Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar penduduknya (3.454.487 orang). Sedangkan sisanya adalah penganut Kristen Protestan (49.097 orang), Katolik (17.311 orang), Hindu (543 orang), Budha (3.151 orang), Konghucu 55 orang), dan aliran kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sejumlah 390 orang. (gufron)

Sumber:
BPS Kabupaten Bandung. 2020. Kabupaten Bandung Dalam Angka 2020. Soreang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung.

“Visi Misi Kabupaten Bandung”, diakses dari http://www.bandungkab.go.id/arsip/visi-misi, tanggall 12 Agustus 2020.

“Lambang Arti” diakses dari http://www.bandungkab.go.id/arsip/lambang-arti, tanggal 12 Agustus 2020.

Mitemeuyan

Mitemeuyan adalah istilah orang Sunda bagi sebuah ritual sebelum tandur atau menanam padi. Ritual ini dilaksanakan ketika benih yang ditebar dalam persemaian berumur 20 hari atau telah tumbuh sekitar 20 centimeter. Adapun benihnya sendiri bila dibeli dari Dinas Pertanian, saat akan ditanam harus dijemur terlebih dahulu hingga kering. Apabila telah kering benih dimasukkan dalam karung untuk direndam air selama dua hari. Selanjutnya, benih diangkat dan ditutup dengan plastik selama dua hari agar menjadi “panas” dan tumbuh daunnya ketika ditebar di areal persemaian (pabinihan).

Sedangkan bila benih berasal dari padi pada musim panen sebelumnya prosesnya agak lebih panjang. Caranya, padi yang akan dijadikan benih dijemur dan disimpan di tempat terpisah dari padi-padi lainnya. Kemudian, benih ditaruh bergantungan di ruang dapur dengan tujuan di samping untuk menghindari tikus, juga agar padi betul-betul kering. Selanjutnya, dipilih yang cabang batangnya hanya berisi sebutir padi karena dianggap sebagai padi baik untuk dijadikan benih. Tentunya pemilihan itu tidak secara satu persatu (setiap batang padi). Akan tetapi, per-pocong (setiap ikatan padi). Selanjutnya, ikatan padi dilepaskan dari batangnya dengan cara diinjak-injak agar butir padi yang lepas dari batang tidak rusak (pecah). Seteleh itu, ditampi untuk menyisihkan butir padi yang tidak berisi. Kemudian, yang bernas-bernas (berisi) dimasukkan dalam karung dan direndam pada air mengalir selama dua hari dua malam. Selanjutnya, benih ditogekeun atau ditiriskan dan ditutup dengan plastik selama dua hari dua malam agar “panas” dan menjadi kecambah ketika ditebar di areal pabinihan (persemaian).

Ketika benih dalam persemaian berumur 20 hari, dicabuti secara hati-hati dan diikat sambil dibersihkan dengan air sebelum dipindahkan ke areal sawah yang siap untuk ditanami. Bagi yang masih melakukan upacara, pada tahapan ini dilakukan upacara mitemeuyan. Pelaksanaan upacara dipimpin oleh seorang wali puhun, diikuti pemilik sawah dan para perempuan yang akan tandur, baik sebagai buruh tani maupun sebagai pekerja yang hanya akan menyumbangkan tenaganya. Wali puhun adalah orang yang dianggap mengetahui segala seluk beluk upacara terutama pertanian (biasanya seseorang yang dianggap tua dan berpengalaman atau sesepuh). Perlengkapan upacara berupa purupuyan, tempat membakar kemenyan yang telah dilengkapi dengan bara api dan serbuk kemenyan. Pangradinan, wadah sesajen yang terdiri dari 7 macam makanan dalam jumlah sedikit. Daun hanjuang, taleus hideung, daun jawer kotok, cau manggala, anak pohon pisang batu dan tamiang pugur (sebatang buluh bambu panjangnya dua jengkal tangan). Kesemuanya diikat dan ditancapkan di hulu wotan, kecuali parupuyan dan pangradinan yang disimpan ditempat kering tidak jauh dari tempat itu.

Maksud ritual atau upacara ini adalah menitipkan kelangsungan hidup tanaman padi, agar selamat dan tidak terserang hama kepada Nyi Pohaci Sanghyang Sri atau Dewi Padi. Kemudian wali puhun mulai menancapkan beberapa batang bibit padi yang jumlahnya didasarkan pada jumlah nilai dan hari pasarannya agar tanaman tumbuh dengan subur dan terhindar dari berbagai macam hama. Misalnya, apabila tandur dilaksanakan pada hari Minggu yang diartikan sebagai mega (awan), maka jumlah bibit yang ditancapkan sebanyak 5 batang dalam satu ikatan, Senin (tangkal\kembang) sebanyak 4 batang, Selasa (seneu) sebanyak 3 batang, Rabu (daun) sebanyak 7 batang, Kamis (angin) sebanyak 8 batang, Jumat (cai) sebanyak 6 batang, dan Sabtu (bumi) sebanyak 9 batang.

Setelah Wali Puhun menancapkan padi, kemudian dilanjutkan oleh kaum perempuan. Mereka berdiri di antara dua buah garis yang telah terpola, supaya sudut-sudutnya tidak terinjak/terhapus. Dua atau tiga batang bibit padi ditanamkan pada setiap sudut tersebut. Kemudian mereka bergerak dengan arah mundur ke belakang. Tangan kiri menggenggam bibit padi, sementara tangan kanan menancapkan bibit padi pada sudut kiri dan kanan pola tegel itu. Bahkan sesampainya jangkauan tangan, mereka dapat menancapkan bibit pada 3-4 sudut bentuk pola tegel. Menanam padi dengan cara menggunakan pola tersebut, membuat rumpun-rumpun padi akan tumbuh secara teratur dan rapi. Selesai tandur, sawah mulai digenangi air kurang lebih setinggi sekitar 5-7 cm.

Ohjung

Ojhung atau biasa juga disebut pokoi adalah sebuah permainan tradisional masyarakat Madura, khususnya di Kabupaten Sumenep. Konon, dahulu permainan yang dilakukan pada musim hujan ini menjurus ke arah pertarungan yang kerapkali menggunakan kekuatan mantra magis. Bahkan, adakalanya dijadikan kesempatan seseorang untuk membalas dendam, sehingga bisa mengakibatkan kematian. Dalam perkembangannya, ohjung tidaklah mengerikan sebagaimana awalnya. Mantra-mantra memang masih ada, namun penggunaannya bukan ditujukan untuk mencelakai dan hanya sekedar untuk memenangkan permainan. Dewasa ini permainan ojhung justru dilakukan pada musim kemarau. Tujuannya adalah untuk mendatangkan hujan.

Peralatan yang digunakan dalam permainan yang sekaligus berfungsi sebagai senjata pukul adalah tongkat rotan. Alat tersebut oleh masyarakat setempat disebut lapalo atau kol-pokol. Selain itu, pemain menggunakan pelindung kepala (bhungkus atau bhuko) dan pembalut lengan kiri (bulen atau tangkes). Permainan diatur oleh seorang wasit yang oleh masyarakat setempat disebut (bhubhuto). Dalam suatu pergelaran, permainan ojhung diringi oleh orkes okol yang peralatan musiknya terdiri atas ghambhang dan dhuk-dhuk. Pemenangnya adalah pemaian yang dapat melukai lawan. Dan, luka yang sangat bernilai (indah) adalah luka yang terjadi di bagian pundak.

Sandhekala

(Cerita Rakyat Daerah Jawa Timur)

Alkisah, ada seorang randha (janda) yang tinggal bersama anak laki-lakinya bernama Sentot. Mereka tinggal di tepi sebuah hutan dengan mata pencaharian sebagai peternak kambing. Kambing-kambing yang mereka usahakan berjumlah banyak dan gemuk-gemuk. Setiap dua minggu sekali sebagian kambing mereka jual guna memenuhi kebutuhan hidup.

Oleh karena mereka tinggal di tepian hutan yang jauh dari pemukiman penduduk, hampir setiap sore Mbok Randa selalu mengingatkan Sentot agar masuk ke rumah menjelang sandhekala atau waktu senja hari tiba. Biasanya, sekali diingatkan Sentot akan langsung menurut dan masuk ke rumah mengikuti perintah Sang ibu.

Sekali waktu, karena terlalu asyik mencari belalang untuk makanan burungnya, Sentot enggan disuruh masuk. Mbok Randha kemudian memberitahu mengapa sebelum sandhekala orang harus berada di dalam rumah. Dia menjelaskan bahwa setiap senja tiba Den Bagus Sandhekala akan keluar dari sarangnya guna mencari makan. Dia gemar memakan kepala makhluk hidup, mulai dari harimau, manusia, dan bahkan anak kecil yang masih berada di luar rumah di waktu senja.

Mendengar penjelasan Sang ibu Sentoto menjadi takut setengah mati. Dia langsung berlari masuk rumah. Sampai di dalam dia mengintip melalui sela-sela dinding anyaman bambu melihat kalau-kalau Den Bagus Sandhekalau berada di sekitar rumahnya. Dia dan Mbok Randha sebenarnya tidak tahu kalau dari arah hutan ada dua makhluk yang tengah mengintai kandang kambing. Mereka adalah seekor harimau besar yang berada di sisi barat dan dua orang maling di bagian timur kandang.

Ketika anak-beranak itu telah tertidur lelap, barulah harimau keluar dari persembunyian mengendap-endap menuju kandang. Dia sebenarnya ragu karena tadi mendengar perkataan Mbok Randha tentang Den Bagus Sandhekala yang suka makan kepala harimau. Tetapi karena sudah beberapa hari tidak makan, dia tetap nekat masuk kandang kambing yang gelap tanpa penerangan. Pikirnya, setelah makan seekor dia akan lari secepatnya agar tidak bertemu Den Bagus.

Selagi harimau berada di dalam, giliran kedua pencuri yang sejak sore juga mengintai masuk kandang. Harimau yang bermata awas tentu saja terkejut setengah mati dikira yang datang adalah Den Bagus Sandhekala. Dia hanya terdiam kaku dan pasrah apabila Den Bagus Sandhekala memakan kepalanya.

Di lain pihak, dalam keadaan gelap gulita para pencuri mulai meraba-raba mencari kambing paling gemuk. Setelah beberapa saat mereka menemukan seekor yang tiga kali lipat dari ukuran kambing pada umumnya. Mereka tidak tahu kalau itu adalah harimau yang terdiam kaku ketakutan dan sudah pasrah bila kepalanya bakal dimakan. Harimau yang dikira kambing tadi lantas diikat lalu dimasukkan dalam karung.

Sampai di tengah jalan yang agak terang keduanya heran melihat kambing di dalam karung berbulu loreng. Selidik punya selidik ternyata yang dikarungi adalah seekor harimau. Mereka pun langsung membuang karung itu lalu lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Oleh karena hari masih gelap, salah seorang maling terjerembab ke dalam sebuah kakus sedangkan temannya tercebur di kolam berlumpur.

Sementara sang harimau yang ditinggalkan sejenak tertegun dan tidak mengerti mengapa Den Bagus Sandhekala membuangnya begitu saja. Setelah sadar kalau yang mamasukkannya ke dalam karung adalah manusia, dia pun hanya bisa menggerutu sambil berjalan menuju hutan. Dia lupa niat semula kalau akan mencuri kambing milik Sentot.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Pahul

Pahul adalah alat berbentuk semacam tongkat atau bambu dengan panjang sekitar 2 jengkal dan berdiameter kurang lebih 2 centimeter. Alat ini digunakan untuk mangkek (mengikat padi) jenis pare gede sebelum dimasukkan ke dalam karung atau wadah untuk kemudian disimpan di lumbung atau leuit. Caranya dimulai dengan diguar (ikatan padi dibuka) lalu dibalikkan supaya bagian dalam menjadi di luar. Setelah itu nyabutan salakop atau mencabuti tangkai padi atau jerami yang terlepas supaya bersih dan rapi. Selanjutnya dipapakeun (tangkai padi diratakan dengan cara dipukul-pukul ujungnya), lalu diikat dengan tali bambu yang telah diolesi tanah liat agar lentur. Terakhir, ujung tali bambu diikatkan pada pahul, sementara ujung lainnya diikatkan pada batang-batang padi, kemudian pahul diputar sehingga ikatan menjadi kencang.

Loddrok

Loddrok adalah sebuah jenis seni pertunjukkan yang sangat populer di daerah Sumenep, Madura. Kesenian ini sering disebut juga sebagai “ajhing”, salah satu genre drama Madura yang konon mendahului loddrok. Oleh karena itu, loddrok tidak lepas dari unsur dagelan ajhing lama, seperti: permainan kata, gerak badan, dan wajah yang dihiasi dengan warna hitam dan putih.

Loddrok memiliki kemiripan dengan ludruk dan ketoprak dari Jawa. Namun, dalam pertunjukkannya bahasa yang digunakan adalah bahasa Madura. Bagi sementara orang yang tidak mengetahui secara persis tentang loddrok, seringkali berpendapat bahwa ludruk Surabaya adalah loddrok asli Madura. Padahal, ludruk Surabaya genrenya berbeda dengan loddrok. Loddrok merupakan genre dari ajhing lama Madura yang ciri lawakannya memang diwarisi loddrok. Ada yang mengklasifikasikan bahwa loddrok Madura sepadan dengan ketoprak Jawa; keduanya berdasarkan cerita raja-raja, sandiwara Madura, atau drama yang sepadan dengan ludruk Jawa. Pada umumnya mereka menggunakan ungkapan ketoprak Madura atau kadang-kadang ludruk Madura. Meskipun demikian, ketika tampil, para pelawak selalu mengajak penonton untuk “nengguh loddrok” (nonton ludruk).

Rombongan loddrok berjumlah sekitar 50 orang yang terdiri atas: pemain musik, pemain teater, pelawak, teknisi, dan sutradara. Mereka semuanya laki-laki. Peran perempuan dilakukan oleh laki-laki muda. Para pemain sekaligus adalah penyanyi. Mereka bertutur dan bernyanyi secara berselang-seling. Loddrok dipergelarkan dalam berbagai kesempatan dan tempat. Jika dipergelarkan di tempat umum (gedung pertunjukkan), para penonton diwajibkan untuk membeli karcis. Di tempat tersebut biasanya pertunjukkan dimulai pukul 21.00 WIB dan berakhir pukul 01.00 atau 02.00 WIB. Jika dipergelarkan dalam suatu khajatan (upacara perkawinan) biasanya dimulai dari pukul 21.00 WIB dan berakhir pukul 03.00 atau 04.30 WIB. Pergelaran loddrok terdiri atas: pembukaan musikal, tarian oleh dua sampai 6 orang, dua sajian lawak, dan satu pelakonan (cerita). Adapun judul lakon yang biasanya dipentaskan adalah: Lutung Kasarung, Joko Kodok, Angling Sakti, Satria Gunung Kidul, dan Pinang Mas.

Giribig

Giribig adalah istilah orang Sunda bagi sebuah benda semacam tikar terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran sekitar 2x3 meter. Giribig digunakan sebagai tempat menjemur padi sebelum disimpan di leuit atau gudang. Bila jenis padinya pare lautik, maka cara menjemurnya adalah dengan menebarkan di atas giribig. Agar kering merata padi perlu dibolak-balikkan dengan alat yang dinamakan sosorong. Sementara bila jenisnya pare gede, cara menjemurnya dengan dijebrakeun, yaitu ikatan padi berada di bawah dan tertutupi oleh untaian-untaian butir padi, sehingga hampir seluruh butir padi akan tersinari panas matahari. Setelah itu dijemur dengan posisi yang berlawanan dari arah sebelumnya sehingga ikatan padi berada di atas hingga padi kering secara merata.

Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive