Asal Mula Kampung dan Makam Keramat Panjang

(Cerita Rakyat Daerah Tangerang, Banten)

Di Jalan Cituis, Kelurahan Keramat, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, ada sebuah makam keramat. Penduduk setempat menamainya sebagai Makam Keramat Panjang sebab berukuran panjang sembilan meter dan lebar satu setengah meter. Ia dikeramatkan dan diziarahi banyak orang karena dianggap membawa karomah bagi keberkahan hidup.

Ada beberapa versi cerita yang berkembang di kalangan masyarakat Pakuhaji mengenai orang yang makamnya dikeramatkan itu. Versi pertama mengatakan bahwa jasad yang dimakamkan bernama Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Uraidhi dari Hadramaut, Yaman Selatan.Nama ini terpampang di atas pintu masjid bersebelahan dengan Keramat Panjang. Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Uraidhi dipercaya memiliki nasab (silsilah) keturunan langsung Nabi Muhammad SAW garis Sayyidina Husein.

Sang Habib bersama istri (Aminah Khan) datang ke wilayah Pakuhaji setelah menyebarkan ajaran Islam di Aceh, Palembang, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Keduanya berlabuh di sekitar Pantai Pakuhaji untuk memperbaiki perahu yang mengalami kerusakan. Di sela-sela perbaikan perahu Al-Habib rupanya menyempatkan diri mengawini gadis setempat bernama Siti Sulaiha dan memutuskan menetap hingga akhir hayatnya.

Versi kedua mengatakan pemilik jasad Keramat Panjang adalah orang Persia bernama Syekh Daud bin Ami bin Ismail. Sedangkan versi lainnya mengatakan bahwa pemilik jasad tidak pernah menyebutkan namanya. Dia berasal dari Madinah yang menyebarkan syariat Islam ke Yaman, Turki, India, dan Indonesia.

Saat hendak bersyiar Islam di tanah Jawa perahu yang ditumpanginya mengalam kerusakan berat sehingga harus berlabuh di perairan sekitar daerah Mauk. Selama masa perbaikan dia mengisi waktu dengan menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat. Selesai perahu diperbaiki dia berangkat lagi menuju Palembang dan Aceh.

Berbulan-bulan kemudian, entah dari mana, tiba-tiba dia terdampar di pesisir Pantai Mauk dalam kondisi sudah tidak bernyawa. Para warga yang menemukan segera membawa jasadnya untuk dikuburkan di dekat sebuah sumur tua. Konon, karena ukuran tubuhnya yang tinggi besar, maka makam pun dibuat panjang dan lebar.

Untuk menghormati jasanya sebagai penyebar ajaran Islam, warga membangun sebuah masjid di area makam. Lambat-laun, mungkin karena air sumur disamping makam memiliki karomah tertentu yang dapat digunakan untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta, masyarakat kemudian mengkeramatkannya. Makam itu lantas dinamai Keramat Panjang sesuai dengan ukurannya yang sangat panjang melebihi manusia pada umumnya.

Selain area makam yang diberi nama, warga sekitar juga menamai kampung tempat tinggal mereka sebagai Keramat Panjang. Adapun tujuannya juga sama, yaitu menghormati jasa Sang pensyiar agama Islam yang tidak diketahui namanya hingga akhir hayat. Sang pensyiar dianggap sebagai wali Allah yang senantiasa meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dan air sumur dijadikan sebagai bukti bahwa dirinya selalu tetap istiqomah di jalan Allah.

Saat ini, Keramat Panjang selalu didatangi peziarah khususnya pada hari Kamis dan Jumat. Mereka membacakan tahlil di depan makam sambil membuka tudung kain berwarna hijau yang membentang sepanjang sembilan meter. Selesai tahlil peziarah akan mengambil air dari sumur karomah untuk dibawa pulang sebagai berkah. (ali gufron)

Nyi Jompong

(Cerita Rakyat Daerah Banten)

Alkisah, dahulu di daerah Cibaliung ada seorang gadis gemoy nan cantik jelita bernama Nyi Jompong. Dia adalah anak tunggal dari pasangan petani miskin yang serba kekurangan. Walau tidak pernah peduli dengan kecantikan dan keindahan tubuhnya, Nyi Jompong tetap menjadi idaman bagi para pemuda di kampungnya dan bahkan kampung-kampung lain di sekitarnya.

Sebagai anak yang berbakti Nyi Jompong selalu membantu pekerjaan orang tuanya di sawah mulai dari menanam, menyiangi, hingga memanen tanaman padi. Suatu hari, entah mengapa sang ayah memintanya tetap di rumah menutu pare atau menumbuk padi menjadi beras. Alasannya, persediaan beras di rumah sudah mulai menipis dan hanya cukup untuk beberapa hari saja.

Setelah kedua orang tua pergi menuju sawah yang jaraknya relatif jauh Nyi Jompong mulai melakukan pekerjaannya. Dia memasukkan untaian padi ke dalam lesung lalu menumbuknya menggunakan alu sehingga kulit padi terkelupas menjadi butiran-butiran beras. Pekerjaan ini dilakukan di samping bangunan leuit tempat penyimpanan padi.

Saat tengah asyik menutu padi datanglah seorang pemuda bertubuh kekar menghampiri. Sang pemuda langsung saja membuka pembicaraan dengan mengatakan bahwa hatinya menjadi galau bila memikirkan Nyi Jompong. Sesuai kebiasaan masyarakat setempat, usai mencurahkan isi hati Sang pemuda yang bernama Ciriwis itu lalu memainkan seruling guna memikat hati Nyi Jompong.

Sebenarnya untuk dapat mencurahkan perasaan serta bermain seruling di hadapan Nyi Jompong tidaklah mudah. Ciriwis harus berkelahi dengan para pemuda yang antri untuk mendapatkan hati Nyi Jompong. Dan ketika ditolak, dia akan mengulangi kembali mengalahkan para pemuda pemuja Nyi Jompong dalam pertarungan.

Namun kali ini alunan merdu seruling Ciriwis tidak berlangsung lama. Di tengah asyik bermain tiba-tiba terdengar suara tongtong bertalu-talu. Suara itu menandakan bahwa kompeni Belanda tengah berada di dalam kampung dan siap untuk menarik pajak berupa hasil bumi dari setiap rumah yang didatangi.

Biasanya para serdadu yang ditugaskan tidak hanya sekadar mengambil hasil produksi pertanian saja. Mereka juga kadang iseng menggangu dengan menjamah para perempuan penghuni rumah yang dianggap gemoy dan mengundang birahi tanpa memandang bahwa mereka telah bersuami atau masih perawan.

Walhasil, setiap kali mendengar bunyi tongtong para perempuan menjadi trauma. Jeritan-jeritan ketakutan selalu terdengar apabila para serdadu memasuki rumah mereka. Nyi Jompong yang kerap mendengar perilaku kompeni Belanda tentu juga menjadi ketakutan. Dia langsung berlari masuk ke rumah meninggalkan pekerjaannya.

Sayangnya, usaha melarikan diri Nyi Jompong sempat terlihat oleh beberapa serdadu kompeni. Mereka langsung berteriak dan mengejar hingga ke depan pintu rumah Nyi Jompong yang dikunci rapat.

Saat mereka hendak mendobrak pintu rumah, tiba-tiba Ciriwis berteriak agar jangan mengganggu Nyi Jompong. Selanjutnya, dia merangsek dan memukul mereka hingga tersungkur di tanah. Tidak ada satu orang pun serdadu Kompeni yang dapat menandingi kehebatan Ciriwis dalam bertarung. Mereka kalah dan melarikan diri.

Keesokan harinya tersiarlah kabar bahwa ada seorang pemuda tewas di persawahan dengan lubang peluru bersarang di kepalanya. Orang-orang yang mendengar berita itu tentu menyimpulkan bahwa korban adalah Ciriwis. Sebab, sehari sebelumnya Ciriwis berhasil membuat serdadu Kompeni kocar kacir melarikan diri. Kemungkinan besar serdadu lainnya membalas dendam dengan menembak Ciriwis tepat di bagian kepala.

Selang beberapa hari kemudian datanglah seorang meneer berkuda mendatangi desa. Dia bertanya pada setiap penduduk mengenai keberadaan seorang gadis cantik yang ada di desa mereka. Gadis yang dia cari tidak lain adalah Nyi Jompong yang telah membuat pasukannya kocar-kacir diserang Ciriwis.

Sesuai dengan ciri-ciri fisik yang diceritakan para serdadunya, ketika bertemu Nyi Jompong Sang Meneer langsung turun dari kuda dan menemuinya. Melihat kecantikan Nyi Jompong yang luar biasa, tanpa basa-basi Sang Meneer memintanya menjadi istri. Apabila bersedia dia menjanjikan kebahagian serta kekayaan yang melimpah pada Nyi Jompong.

Permintaan itu tentu saja tidak dikabulkan oleh Nyi Jompong. Dengan nada santun, walau takut luar biasa, dia meminta Sang Meneer pergi dan jangan kembali lagi.

Walau sangat marah karena ditolak, Sang Menir hanya diam tanpa berkata apa-apa. Dia lalu naik ke atas pelana kudanya dan pergi begitu saja meninggalkan Nyi Jompong yang masih gemetar ketakutan namun berpendirian tegas.

Satu minggu setelahnya, ketika tengah mencari tutut di sawah tanpa sadar Nyi Jompong diikuti oleh Sang Meneer. Secara sembunyi-sembunyi dia membuntutinya terus dari sawah hingga Nyi Jompong mandi di tepian sungai.

Selesai mandi dan hendak pulang ke rumah tiba-tiba Sang pengintai keluar dari persembunyiannya. Sambil menunggang kuda dia membawa seutas tali tambang besar dan sebuah senapan laras panjang. Sang Meneer berusaha menculik Nyi Jompong untuk dibawa ke benteng pertahanannya.

Menyadari dirinya akan ditangkap, Nyi Jompong berlari sekencang mungkin tanpa mempedulikan barang bawaannya berupa boboko, haseupan, dan lain sebagainya yang berjatuhan entah di mana. Baginya, menghindar dari kejaraan Meneer lebih penting ketimbang peralatan pencari tutut yang dibawanya.

Sayangnya, pelarian Nyi Jompong tidak terarah dan malah menuju ke air terjun atau curug berjurang. Sampai di tepi jurang dia bingung harus melarikan diri kemana lagi sementara Sang Meneer mulai menyusul, mendekat, dan memblokir jalan keluar.

Terdesak oleh keadaan, tanpa berpikir panjang Nyi Jompong langsung menerjunkan diri ke jurang. Dia lebih memilih mati daripada kehormatan dan harga dirinya sampai ternoda oleh Sang Meneer. Apalagi, pinangan Sang Meneer bukan berdasar atas cinta melainkan hanya nafsu belaka. Dia takut apabila diterima, maka hanya sebagai pelampiasan nafsu saja. Ketika sudah mencapai titik bosan kemungkinan besar Sang Meneer akan mencari gadis gemoy yang baru lagi.

Akibatnya, tubuh Nyi Jompong terbentur bebatuan jurang berkali-kali hingga hancur terpisah-pisah. Nyi Jompong tewas secara mengenaskan di bebatuan terjal sekitar curuk. Konon, salah satu serpihan tubuh yaitu di bagian alat reproduksi secara ajaib menjadi batu di sekitar curug. Dahulu setiap bulan batu itu mengeluarkan air berwarna merah layaknya perempuan yang sedang menstruasi. Namun karena sudah tua, batu tidak lagi mengeluarkan cairan merah melainkan hanya air biasa bagian dari curug.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Asal Mula Desa Lontar

Desa Lontar yang berada di Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang, sebelum kemerdekaan termasuk dalam Kawedanaan Mauk. Setelah kemerdekaan ada program pemerintah memekarkan wilayah kota kecamatan dengan dibentuknya kantor perwakilan kecamatan Desa Lontar masuk ke dalam Kemantren Kemiri. Dan, baru pada tahun 2004 Kemantren Kemiri berubah status menjadi kecamatan dengan masih mengikutsertakan Desa Lontar ke dalam wilayahnya.

Sejarah panjang desa Lontar tidak hanya tercatat ketika menjadi bagian dari Kawedanaan Mauk saja. Berdasarkan tradisi lisan yang berkembang di sana, wilayah Lontar telah berpenghuni jauh sebelum penjajahan Belanda. Tanahnya yang subur dengan banyak ditumbuhi pepohonan lontar membuat banyak orang tertarik untuk menetap di sana.

Para penduduk yang berinteraksi menggunakan istilah “lontar” untuk menamai perkampungan mereka berdasarkan banyaknya pepohonan lontar yang tumbuh di sana. Mereka hidup rukun sebagai sebuah komunitas petani yang bergantung sepenuhnya pada alam dengan cara mengolahnya dalam bentuk pertanian lahan kering maupun basah.

Oleh karena semakin hari bertambah jumlah penduduknya, para pendatang baru kemudian menetap di bagian utara Lontar. Adalah Ki Latip yang pertama kali membuka hutan di sana untuk dijadikan lahan tempat tinggal. Orang-orang yang mengikuti jejaknya lantas memberi nama tempat itu Kampung Selatip sebagai penghormatan atas jasa Ki Latip.

Seiring berubahnya administrasi pemerintahan, kedua kampung disatukan dalam sebuah desa bernama Desa Lontar. Pada sekitar tahun 1978 Desa Lontar menambah satu kampung lagi karena adanya migrasi penduduk Selapajang Benda di sebelah timur Kabupaten Tangerang akibat ada pembangunan Bandara Soekarno-Hatta. Kampung baru ini dinamakan Pajang Kelapa Dua karena di tempat mereka bermukim terdapat dua buah pohon kelapa yang tumbuh sejajar di tengah areal persawahan. (gufron)

Pendekar Cisadane

(Cerita Rakyat Daerah Tangerang, Banten)

Alkisah, dahulu di sekitar aliran Sungai Cisadane banyak didiami oleh buaya yang salah satunya berukuran sangat besar. Dia adalah Ratu Siluman Buaya, makhluk sebangsa jin yang menyerupai buaya. Sang Ratu Buaya kerap mencelakai orang-orang yang sedang berada di sungai, terutama mereka yang bersikap tidak sopan atau mengganggu kelestarian lingkungan sekitar daerah aliran sungai.

Salah seorang korbannya adalah Sarif. Anak kepala dusun bernama Sanusi ini tiba-tiba menghilang saat sedang memancing di tepi sungai. Sang ayah beserta segenap warga dusun mencari hingga berhari-hari namun tidak juga menemukannya. Mereka akhirnya pasrah dan menganggap bahwa Sarif telah dimakan Ratu Siluman Buaya.

Sejak kejadian itu, warga di sekitar bantaran sungai menjadi lebih waspada. Mereka selalu cemas ketika beraktivitas di sungai seperti mandi, mencuci, dan lain sebagainya. Padahal, kehidupan sehari-hari warga masyarakat tak lepas dari sungai.

Begitu seterusnya, selama lebih dari lima tahun seluruh dusun dan desa di bantaran sungai selalu dibayangi ketakutan akan keberadaan Ratu Siluman Buaya hingga datanglah seorang pemuda bernama Aby. Pemuda berikat kepala ungu ini adalah seorang sakti mandraguna yang memiliki kekuatan luar biasa.

Sebelum bertindak, terlebih dahulu Sang pemuda melakukan observasi terhadap penduduk sekitar. Ditanyainya beberapa orang (termasuk Sanusi) yang dianggap mengetahui seluk beluk Ratu Siluman Buaya.

Dari keterangan warga Sang pemuda mengambil kesimpulan bahwa Ratu Siluman Buaya memang benar adanya. Sang Ratu Siluman Buaya rupanya mempengaruhi sisi psikologis mereka sehingga timbul kecemasan berlebih yang membuat takut beraktivitas di sungai. Mereka sangat membutuhkan bantuan agar terbebas dari kecemasan itu dan hidup tenteram seperti sediakala.

Segala keterangan tadi membawa Sang pemuda ke tepian sungai untuk membinasakan Ratu Siluman Buaya. Saat berada di sekitar sungai dia melihat ada seorang perempuan gemoy berparas cantik jelita sedang duduk termenung. Sang pemuda lalu mendatangi dan bertanya mengapa Sang perempuan termenung dan terlihat murung.

Sang perempuan terdiam beberapa saat sebelum menjawab bahwa dia sedang bersedih karena baru saja kehilangan anak semata wayang yang paling dikasihinya. Sambil terisak dia menceritakan kalau sang anak tiba-tiba tenggelam ketika sedang bermain di sungai dan sampai sekarang belum muncul ke permukaan.

Cerita yang disampaikan perempuan gemoy itu sebenarnya hanyalah karangan belakang. Sang perempuan bukanlah seorang manusia, melainkan Ratu Siluman Buaya yang sedang beralih wujud. Dia tahu kalau Sang pemuda sedang mencari dan ingin membinasakannya. Oleh karena itu, dia berusaha menyesatkan Sang pemuda agar terlena dan menjadi mangsanya.

Begitu juga dengan Sang pemuda. Dia sebenarnya tahu kalau Sang perempuan bukanlah seorang manusia. Dari aura yang memancar di tubuhnya jelas bahwa Sang Pemuda tahu kalau Sang perempuan berasal dari bangsa siluman. Dia sengaja meladeni permainan Ratu Siluman Buaya agar dapat menemukan tempat persembunyiannya.

Oleh karena itu, ketika perempuan jelmaan Ratu Siluman Buaya meminta tolong menemukan anaknya, Sang Pemuda menyanggupi. Dia lalu menyelam ke dasar sungai, tetapi baru beberapa menit mencari dia langsung tidak sadarkan diri.

Ketika siuman, Sang pemuda terkejut mengetahui dirinya telah berada di sebuah sel penjara di dalam gua bersama beberapa orang yang tidak dikenalnya. Pada bagian depan penjara terhampar harta benda berupa emas, intan, permata, dan pakaian yang tak ternilai harganya.

Melihat Sang pemuda telah siuman, salah seorang dari penghuni sel mendekat dan bertanya mengapa dia sampai tertangkap oleh Ratu Siluman Buaya. Apakah karena telah berlaku tidak sopan ketika berada di sungai? Atau ada hal lain yang membuat Ratu Siluman Buaya marah?

Sang pemuda menjawab bahwa dia memang sengaja datang ke tempat persembunyian Ratu Siluman Buaya. Adapun tujuannya adalah untuk menyelamatkan orang-orang yang telah ditenggelamkan oleh Sang Ratu.

Penjelasan tadi tentu disambut gembira oleh para tawanan. Namun, mereka juga memperingatkan pada Sang pemuda bahwa Ratu Siluman Buaya Sangatlah sakti. Bahkan, kesaktiannya semakin bertambah ketika dia menumbalkan tawanannya setiap bulan purnama. Selain itu, tumbal juga dapat membuat Ratu Siluman Buaya hidup abadi sepanjang masa.

Perbincangan antara para tawanan dengan Sang pemuda tiba-tiba terhenti ketika terdengar suara langkah kaki mendekat. Rupanya Sang Ratu Siluman Buaya datang untuk memeriksa keadaan para tawanan. Setelah berada tepat di depan sel dia meminta dengan agak memaksa Sang Pemuda ikut dengannya.

Mereka berjalan berkeliling gua sambil berbincang-bincang. Rupanya Sang Ratu Siluman Buaya menaruh hati pada Sang pemuda sehingga menceritakan asal usulnya sebagai penguasa buaya serta seluruh isi gua persembunyian yang merupakan istananya. Bahkan, saking kesengsemnya, Sang Ratu Siluman Buaya mau menceritakan rahasia bagaimana cara keluar dari gua persembunyian.

Informasi dari Ratu Siluman Buaya merupakan petunjuk berharga bagi Sang pemuda. Dia lalu mengatur rencana guna meloloskan diri bersama para tawanan tepat saat bulan purnama tiba. Sebab, saat itulah Ratu Siluman Buaya akan mengadakan semacam ritual guna menambah kesaktiannya. Dan, ketika mengadakan ritual Ratu Siluman Buaya akan melepaskan mustika yang merupakan pusat kesaktiannya.

Singkat cerita, tepat saat bulan Sang pemuda mengendap-endap mengambil mustika Ratu Siluman Buaya yang tengah melangsungkan ritual. Selanjutnya, bersama para tawanan melarikan diri menuju lorong rahasia yang diceritakan Ratu Siluman Buaya menuju suatu tempat di tepi sungai.

Sampai di mulut terowongan mereka kembali ke rumah masing-masing. Dan sejak saat itu daerah sekitar sungai tidak pernah diganggu lagi oleh Ratu Siluman Buaya karena mustika kesaktiannya telah dibawa Sang pemuda. Oleh masyarakat setempat dia kemudian digelari sebagai Pendekar Cisadane karena telah berjasa membuat daerah sekitar aliran Sungai Cisadane aman dari gangguan Ratu Siluman Buaya dan anak buahnya.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Keramat Sumur Sentul

(Cerita Rakyat Daerah Tangerang, Banten)

Sumur Sentul berada di Kampung Santri, Desa Klebet, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Tangerang. Ada cerita menarik yang berkembang di masyarakat setempat tentang keberadaan Sumur Sentul. Konon, dahulu lokasi sumur berbentuk menyerupai sendang berada di tengah hutan belantara yang tidak terjamah manusia. Ia baru ditemukan oleh sekelompok ulama Banten bernama Syekh Khaerun, Syekh Mansyur, dan Syeh Barnawi.

Keberadaan mereka di sana adalah untuk ngeli (bersembunyi) dari kejaran tentara Belanda yang berusaha menangkap para ulama Banten. Tanpa di sangka, di sekitar lokasi persembunyian terdapat sebuah mata air jernih yang keluar dari dalam tanah tanpa henti. Di tempat itulah mereka kemudian membentuk sebuah wadah bagi para ulama dan santri berkumpul serta berdiskusi guna melawan penjajah Belanda.

Namun, setelah Indonesia merdeka lokasi berkumpul di sekitar Sumur Sentul ditinggalkan begitu saja. Ia menjadi terbengkalai dan tidak terawat hingga didatangi kembali oleh salah seorang keturunan Syekh Khaerun bernama Abuya Uci Turtusi, pimpinan Pondok Pesantren Istiqlaliyah Cilongok Pasarkemis.

Sejak kedatangan Abyua Uci Turtusi area Sumur Sentul mulai ramai dikunjungi baik oleh warga Tangerang sendiri maupun daerah lain di Indonesia. Sumur Sentul tidak hanya difungsikan sebagai tempat pengajian mingguan (setiap malam Jumat), melainkan juga ziarah mencari berkah dan karomah. Ada kepercayaan tertentu yang membuat Sumur Sentul dikeramatkan karena dipercaya memiliki khasiat tersendiri apabila diminum atau untuk membasuh tubuh. Adapun khasiatnya antara lain: dapat menjadi sumber penyembuh bagi berbagai macam penyakit, melancarkan rezeki, membuat rumah tangga menjadi harmonis, hingga memperlancar usaha.

Oleh karena telah menjadi sesuatu yang dikeramatkan, ada tata tertib tertentu ketika berada di area sumur, yaitu: (1) tidak boleh bicara sembarangan; (2) harus menjaga kebersihan; (3) tidak boleh membawa bunga-bungaan untuk mandi; (4) tidak boleh mamakai sabun dan shampo ketika mandi; (5) tidak boleh menanggalkan busana ketika mandi; (6) tidak boleh memasukkan anggota tubuh ke sumur; dan (7) tidak boleh membuang uang logam ke dalam sumur. (gufron)

Sate Manis Gerendeng

Sate atau satai adalah makanan terbuat dari daging yang dipotong kecil-kecil dan ditusuk sedemikian rupa menggunakan tulang daun kelapa atau bambu lalu dipanggang menggunakan bara arang kayu. Adapun dagingnya dapat berupa daging ayam, domba, sapi, kambing, kelinci, kuda, dan lain sebagainya.

Di daerah Tangerang, tepatnya di Pasar Jajan Teras Cisadane sekitar bantaran Sungai Cisadane ada sebuah UMKM yang menjual sejenis sate bernama sate manis gerendeng. Gerendeng sendiri adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang. Pencipta sate ini adalah Haji Yunus yang merupakan warga asli Kota Tangerang.

Awalnya sekitar tahun 1960an Haji Yunus menjual sate dari sisa-sisa daging jualan orang tuanya. Lambat laun, karena unik dan banyak diminati Haji Yunus memindahkan tempat jualannya dari rumah ke Pasar Jajan Teras Cisadane yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota Tangerang.

Seperti namanya, sate ini bercita rasa manis-gurih dengan daging empuk kenyal yang berasal dari bagian kepala sapi. Daging itu dipotong kecil-kecil lalu ditusuk menggunakan bambu dan direndam dalam larutan gula merah, bawang putih, ketumbar halus, merica halus, dan bumbu rahasia keluarga selama sekitar dua jam agar meresap ke dalam daging.

Setelah direndam sate dibakar tanpa ditambah bumbu atau campuran lainnya. Begitu matang sate siap disajikan bersama nasi atau ketan. Haji Yunus membandrol harga satenya sejumlah Rp 25 ribu untuk lima tusuk. Sementara nasi Rp 5 ribu porsi dan ketan Rp 2,5 ribu per potong.

Sambal Buroq

Sambal merupakan makanan penyedap yang diperkirakan telah dikonsumsi oleh masyarakat Nusantara, khususnya Jawa Kuno sejak abad ke-10 Masehi. Sambal memiliki cita rasa pedas karena dibuat dari cabai yang ditumbuk dan dihaluskan kemudian dicampur beberapa bahan lain, seperti: terasi, bawang, tomat, jeruk nipis, garam, gula, dan lain sebagainya.

Sambal memiliki berbagai macam variasi, bergantung pada daerah tempatnya di buat. Di Provinsi Banten misalnya, ada sejenis sambal yang diberi nama buroq. Sambal ini merupakan sajian rumahan yang kerap dihidangkan pada saat ngariung atau berkumpul di masjid atau rumah yang dihadiri oleh para lelaki (dewasa, muda, dan kanak-kanak) dalam rangkaian kegiatan seperti: doa bersama, shalawatan, dan mengaji bersama sebagai wujud ekspresi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sambal buroq mempunyai cita rasa pedas dalam campuran irisan kulit melinjo atau tangkil, bawang putih, bawang merah, daun salam, dan kemiri. Adapun bahan pembuatnya secara lengkap adalah tangkil atau kulit melinjo, teri medan, cabai rawit, cabai hijau besar, cabai merah, petai, kemiri, bawang merah, bawang putih, terasi matang, garam, gula, serai, dan lengkuas.

Sedangkan cara membuatnya diawali dengan mencuci bersih kulit melinjo lalu diiris tipis, menggoreng teri medan hingga renyah, dan mengiris cabai hijau dan merah dengan ketebalan sesuai selera. Selanjutnya, menumis kemiri, bawa merah, bawang putih, cabai rawit, dan etrasi hingga matang.

Apabila telah berbau harum tumisan ditambah serai dan lengkuas yang telah digeprek lalu masukkan potongan kulit melinjo dan aduk hingga kulit menjadi layu dan tercampur dengan bumbu.

Setelah kulit melinjo layu dan agak mengering, barulah dicampur dengan potongan cabai berah, cabai hijau, pete, dan teri medan lalu aduk hingga merata. Dan, apabila teah tercampur sempurna sambal buroq yang menggugah selera siap disantap bersama nasi sebagai pelengkap sajian ayam goreng, ikan bakar, atau makanan laut. (gufron)

Asal Mula Desa Kandawati

(Cerita Rakyat Daerah Tangerang, Banten)

Di Kecamatan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang, ada sebuah desa bernama Kandawati. Masyarakatnya sebagian adalah keturunan para tokoh alim ulama yang apabila ditarik lebih jauh akan sampai pada Sultan Maulana Hasanuddin, Raden Kenyep/Arya Wangsakara dan Nyimas Gandawati.

Nyimas Gandawati atau lengkapnya Nyimas Gandasari Cirebon adalah murid dari Sunan Gunung Jati (Syekh Sayarief Hidayatulloh). Dia adalah anak angkat dari Pangeran Cakra Buana. Konon, sosoknya merupakan idaman para lelaki yaitu cantik rupawan dengan bentuk tubuh mempesona. Namun, dibalik kecantikan tersebut tersimpan kekuatan istimewa. Sesuai dengan namanya “ganda” yang berarti berlipat, Gandawati memiliki kekuatan berlipat-lipat.alias sakti mandraguna yang dapat menaklukkan siapa saja.

Bersama Sultan Maulana Hasanuddin Nyimas Gandasari mensyiarkan Islam di daerah Banten. Adapun wilayahnya di sepanjang pesisir utara Banten (sekarang wilayah Tangerang Utara) yaitu Belod, Cakung, Kedung, dan sekitarnya. Memakai media kendang dan Silat Paku sebagai daya tarik, dia mengajak penduduk setempat memeluk ajaran Islam.

Di salah satu tempat di wilayah Tangerang Utara Nyimas Gandawati tidak hanya menyebarkan syiar Islam dengan cara damai melainkan juga harus mengeluarkan kesaktiannya guna menaklukkan para jawara. Dan, berkat usahanya tersebut penduduk setempat kemudian menamai daerah yang meraka diami Kandawati sebagai penghormatan kepada Nyimas Gandawati. Kandawati dapat diartikan sebagai seorang kakak perempuan yang dituakan.

Sebagai catatan, sepeninggal Nyimas Gandawati, daerah Kandawati juga digunakan sebagai makam dan makom para ulama penyebar Islam lainnya, antara lain Syekh Abdul Jabbar, Syekh Hasan Basri, Syekh Astari/Ki Cakung, dan Syekh Cinding. Makom dan makam mereka saat ini dikeramatkan dan ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah di luar Kabupaten Tangerang. (gufron)
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive