Jaring Milenium

Jaring milenium pada dasarnya adalah kejer (jaring yang matanya/mesh size dapat menjerat ikan tepat pada bagian belakang penutup insang), namun telah mengalami modifikasi sedikit agar lebih fleksibel di dalam air. Jaring milenium berbentuk empat persegi panjang terdiri atas: waring, tali ris atas, tali ris bawah, pelampung, pelampung tanda, dan jangkar. Mata waring berukuran sama (3-4 inci) dengan jumlah pada bagian horizontal lebih banyak daripada bagian vertikalnya. Sebagian besar bahan pembuat jaring milenium sama dengan jaring kejer, yaitu menggunakan PVC dan atau plastik sebagai pelampung, Polyurethane sebagai pelampung tanda, Polyethylene (PE) sebagai tali pemberatnya, dan semen cor berbentuk lingkaran pipih sebagai pemberatnya.

Perbedaan yang paling mencolok antara jaring milenium dan kejer hanyalah pada bahan pembuat waring-nya. Apabila jaring kejer menggunakan pintalan benang nilon monofilament (PA) berwarna biru gelap, kelabu, atau kecoklatan, maka jaring milenium menggunakan serat pilinan nilon multy monofilament berwarna transparan, putih atau keperakan. Benang nilon multy monofilament ini terdiri atas pilinan 6-14 buah serat yang lebih halus dan fleksibel di dalam air ketimbang pintalan benang monofilament pada jaring kejer (Haluan, 2007). Kelebihan nilon multy monofilament mengandung bahan fosfor yang dapat menyala (bercahaya) di dalam air, sehingga menarik perhatian ikan-ikan di dasar perairan.
Jaring milenium banyak digunakan oleh nelayan yang memiliki perahu dengan ukuran panjang antara 12-15 meter dan lebar 2,5-2,8 meter. Mesin perahu berkapasitas 5 hingga 30 PK dengan jumlah ABK antara 4-5 orang (mesin 5 dan 15 PK) dan 11-15 orang untuk kapal bermesin 30 PK. Adapun pengoperasiannya dapat dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan, dan dasar perairan (Ritonga, 2012). Nelayan berjaring milenium pada umumnya mulai "aksi" dengan menentukan daerah penebaran yang diperkirakan banyak terdapat ikan, membuang pelampung tanda dan tali sepanjang 50 meter, menebar jaring yang salah satu ujungnya diikatkan pada perahu, penarikan jaring, dan diakhiri dengan penyortiran serta pemindahan hasil tangkapan ke dalam palka.

Foto: http://hkti.org/pengoperasian-jaring-milenium.html

Ayi Kurnia Iskandar

Ayi Kurnia Iskandar atau lebih populer dengan nama Ayi Kurnia Sukmasarakan adalah seorang seniman sekaligus budayawan Purwakarta. Pria yang tenar lewat puisi Babad Purwakarta ini lahir di Wanayasa 29 Juni 1971. Dia adalah bungsu dari tujuh bersaudara pasangan Komarudin yang asli Purwakarta dan Entin Rosmiyati, keturunan Singaparna Tasikmalaya yang lahir di Bandung. Keenam saudaranya adalah: Yuyus Rospendi, Nining Kurningsih, Edi Sobari, Ani Suryani, Ade Suryana, dan Iip Saripudin.

Ketertarikan Abah Ayi, begitu dia biasa disapa, pada seni khususnya puisi dan teater sudah mulai sejak lulus dari SD Negeri 1 Wanayasa. Sakadar intermeso, menurut Nugraha (2016), sekolah ini diyakini telah ada sejak Wanayasa menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Karawang. Sebelum menjadi sekolah pada sekitar tahun 1864, bangunan pernah menjadi gudang penampungan kopi yang berasal dari Bandung, Sumedang, Subang, Purwakarta, dan sekitarnya. Kopi-kopi tadi kemudian ke Pelabuhan Cikao di Sungai Citarum untuk dikapalkan ke Batavia.

Kembali ke Abah Ayi, setelah bersekolah di SMP 1 Wanayasa dia rutin mengikuti acara Bina Drama di Programa 1 TVRI. Acara yang diasuh oleh Tatiek Maliyati ini sangat diminatinya karena mengutamakan pelajaran teknik seni peran guna pentas di atas panggung. Bahkan, saking minatnya, dia kerap tidak belajar mengaji Al Quran hanya karena ingin menonton Bina Drama.

Namun, pelajaran yang didapat dari menonton Bina Drama tidak serta merta dapat dipraktekkannya semasa di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ketika pindah ke SMA 1 Purwakarta pun dia juga tidak dapat mengekspresikan jiwa seninya karena tidak ada pelajaran khusus berupa ekstra kulikuler yang mewadahi.

Baru pada tahun 1990 di jurusan Sastra Sunda Universitas Padjadjaran (Unpad) bakat, jiwa, dan ekspresi seni Bah Ayi dapat dimunculkan. Adapun yang mengawalinya adalah ketika dia melihat ada mahasiswa senior yang sedang berlatih teater. Walau pada saat itu sedang mengukuti penataran P4 selama 100 jam sebagai syarat bagi mahasiswa baru, Abah Ayi menyempatkan diri menonton latihan tersebut. Bahkan, dia beberapa kali tidak mengikuti jadwal penataran hanya untuk melihat para seniornya berlatih teater. Dia melihat teater lebih menarik ketimbang film karena disajikan secara langsung di hadapan penonton tanpa proses editing. Pertunjukan teater menuntut pemeran untuk tidak melakukan kesalahan. Sementara bagi penonton dapat merangsang kemampuan berpikir karena dipaksa mengikuti jalan cerita dan merespon adegan demi adegan.

Kehadiran di tengah latihan teater tadi membuatnya mengenal banyak “seniman” kampus, seperti Hikmat Gumelar, dan Kang Baduy. Dari merekalah dia kemudian tertarik untuk menjadi anggota sebuah perkumpulan teater kampus. Adapun perkumpulan atau grup teater yang pertama kali dimasukinya adalah Teater Kartiwi. Sedangkan peran pertamanya di Teater Kartiwi adalah sebagai siswa yang dipentaskan pada saat H2S atau Hari-Hari Sastra di Kampus Unpad.

Oleh karena banyak masukan yang menyatakan bahwa di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) ada teater lebih bagus lagi dan di dalamnya ada Budi Suwarna, Abah Ayi pun pindah kuliah. Di IKIP (sekarang UPI atau Universitas Pendidikan Indonesia) dia mengambil jurusan Sastra Indonesia.

Ada sejumlah alasan tertentu selain pengembangan diri dalam dunia teater di kampus IKIP, yaitu: (1) apabila terus bergelut di dunia teater dan ternyata tidak sukses menjadi seniman, dia dapat menjadi seorang guru dengan bekal ijazah IKIP (bila lulus); dan (2) kuliah di IKIP merupakan sebuah “tradisi” keluarga karena hampir seluruh saudara kandung Abah Ayi menempuh pendidikan di IKIP dan bekerja sebagai guru.

Di IKIP Abah Ayi rupanya hanya betah selama tiga tahun mengikuti kuliah. Selebihnya, walau masih berada di area kampus, dia jarang mengikuti perkuliahan. Hari-hari diisi hanya dengan bersastra dan berdrama dari satu panggung ke panggung bersama beberapa grup seperti Laskar Panggung, Rumentang, Studiklub Teater Bandung (STB), The Mind Theatre, Actors Unlimited, dan lain sebagainya. Begitu seterusnya hingga dia menikah pada tahun 2008.

Setelah menikah, Bah Ayi memutuskan pulang ke Wanayasa. Ada perubahan pola pikir tentang bagaimana seniman harus berkiprah setelah dia meresapi ucapan almarhum Karna Yudibrata, seorang sastrawan Sunda yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Sunda di IKIP Bandung. Adapun ucapannya adalah “Teater itu penting karena selalu menawarkan kreativitas. Dan, kreativitas merupakan inti dari kehidupan”.

Ucapan Karna Yudibrata tadilah yang membuat Bah Ayi ke Wanayasa. Dia berkeyakinan apabila memiliki kreativitas, maka hidup di kampung pun tidak akan menjadi masalah. Di Wanayasa dia berharap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam berkesenian sehingga terasa kehadirannya serta dapat mewarnai kehidupan di tanah kelahirannya.

Langkah pertama guna mewujudkan kehadirannya sebagai seorang seniman di Wanayasa adalah dengan menghidupkan kembali “teater kampung” yang telah dirintis sejak tahun 1994. Namun, anggotanya bukanlah orang-orang yang sudah bergelut di dunia seni, melainkan para petani lahan kering atau kebun. Dia menyebutnya sebagai kelompok “teater realis naturalis”.

Berbekal dana sebesar tiga juta rupiah Abah Ayi membawa kelompoknya “manggung” dengan membuat pembibitan pohon albasiah. Setelah modal tertutup, laba hasil penjualan pohon albasiah dibagikan secara merata. Begitu juga ketika mendapat bantuan sejumlah 130 ribu bibit tanaman, hasilnya juga dibagikan secara merata kepada anggota kelompok taninya.

Setelah terbentuk cukup lama, barulah Abah Ayi menyadari bahwa sebagian anggota kelompok “teater realis naturalis”nya ternyata juga memiliki keahlian dalam bermain musik. Dan, agar dapat mewadahinya Abah Ayi kemudian mengundang beberapa kelompok seni tradisi di sekitar Wanayasa guna berkolaborasi membuat sebuah pergelaran. Adapun area pentasnya berupa saung bambu berukuran 8x6 meter yang berada di halaman rumah Abah Ayi sendiri. Sedangkan penontonnya adalah para keluarga anggota teater realis naturalis yang juga merupakan tetangga Abah Ayi.

Seiring bertambahnya peminat, pertunjukan tidak hanya dilakukan di halaman rumah, melainkan juga di kantor Kecamatan Wanayasa hingga Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta. Guna menunjang pementasan, Abah Ayi terkadang harus meminta bantuan teman-temannya yang ada di Dinas Kebudayaan agar mendapat sound system dan perlengkapan panggung lainnya.

Sebagai catatan, Bah Ayi tidak hanya berkesenian dengan grup teater realis naturalis yang diberi nama Sanggar Sukmasarakan. Dia juga “bergerak” sendiri dengan membaca puisi pada acara-acara tertentu yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta. Dan, dari sinilah perlahan Sanggar Sukmasarakan mulai mendapat bantuan, di antaranya adalah penggantian tempat berlatih yang awalnya di saung bambu menjadi rumah permanen atas bantuan Bupati Purwakarta.

Saat ini, di sela-sela kesibukan di bidang seni dan sastra, Abah Ayi kembali menggeluti hobi lamanya yaitu membuat bonsai. Hobi ini sudah dimulai ketika dia masih berada di bangku Sekolah Menengah Atas sekitar tahun 1990an karena melihat ada daya tarik tersendiri dalam tanaman bonsai. Bahkan ketika kuliah di Bandung, dia membuat bonsai di hampir setiap tempat yang ditinggalinya.

Bagi Abah Ayi, membuat bonsai sama dengan berteater. Hanya medianya saja yang berbeda. Suami dari Niki Sukmawati (42) dan ayah dari Muhia Wening Muhanina ini mengibaratkan tanaman bonsai sebagai seorang manusia yang mempunyai biografi serta kecenderungan tertentu.

Upacara Alai Pada Masyarakat Lumoli-Maluku

Lumoli adalah salah satu sukubangsa yang ada di Provinsi Maluku. Mereka mendiami salah satu pulau yang tergabung dalam provinsi tersebut, yaitu Pulau Seram yang termasuk dalam wilayah Maluku Tengah. Konon, orang Limoli adalah keturunan dari sukubangsa Alune. Negeri (desa) yang didiami oleh orang Lumoli saat ini merupakan negeri yang ketiga. Di dalam perkembangan sejarahnya, negeri Lumoli telah mengalami 2 kali perpindahan. Negeri tua/pertama tempat kediaman mereka bernama Liunama. Dari negeri ini mereka kemudian berpindah dan mendirikan tempat kediaman baru yang dinamakan Kwasula. Kedua negeri tersebut terletak di daerah pedalaman dan lazim disebut negeri gunung.

Ketika masih berdiam di negeri Liunama dan Kwasula mereka lebih populer dikenal dengan nama orang Alifuru[1]. Alifuru atau Alipuru adalah nama umum yang diberikan kepada penduduk asli Pulau Seram. Namun, saat terjadi pergolakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada tahun 1963, mereka pindah lagi dari Kwasula ke Lumoli.

Masyarakat Lumoli, sebagaimana masyarakat lainnya di Indonesia, mempercayai bahwa masa peralihan dari kehidupan seseorang (dari kelahiran sampai kematian) adalah masa-masa yang krisis[2]. Untuk itu, perlu adanya suatu usaha menetralkannya. Wujud dari usaha itu adalah berbagai bentuk upacara di lingkaran hidup individu, seperti upacara: kehamilan, kelahiran, penyapihan, turun tanah, perkawinan dan kematian.

Dalam artikel ini hanya akan diuraikan salah satu upacara di lingkaran hidup individu yang dilakukan oleh masyarakat Lumoli, yaitu upacara “alai” yang berarti “memberi makan pertama kepada anak setelah dipisahkan dari susu ibunya”. Uraian meliputi: asal-usul, pihak-pihak yang terlibat dalam upacara, perlengkapan upacara, jalannya upacara, dan nilai budaya yang terkandung dalam upacara tersebut.

Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan kepercayaan yang diyakininya. Menurut mereka, pemberian makanan pertama pada anak setelah disapih mempunyai arti yang penting karena menentukan pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun watak anak tersebut. Kalau pemberian makanannya tidak tepat, maka pertumbuhan dan perkembangannya pun akan mengalami gangguan. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah agar sifat-sifat buruk (jahat) orang tuanya tidak menurun kepada anak, sehingga di kemudian hari anak dapat melaksanakan peran-sosialnya dengan baik (mematuhi aturan-aturan, norma-norma dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakatnya). Pemutusan pengaruh jahat itu disimbolkan dengan pemotongan rambut yang menurut kepercayaan mereka merupakan bagian dari tubuh manusia yang berdaya magis[3].

Waktu, Tempat, Pemimpin dan Pihak-pihak yang Terlibat dalam Upacara
Sebagaimana upacara pada umumnya, upacara alai juga dilakukan secara bertahap. Ada dua tahap yang harus dilalui dalam upacara ini, yaitu: (1) tahap alai atau memberi makanan pertama pada anak setelah dipisahkan dari susu ibunya yang biasanya diadakan setelah anak berusia sekitar satu tahun dan diselenggarakan pada saat matahari terbit; (2) tahap ribi ulu atau pemotongan rambut si anak yang biasanya diadakan beberapa hari, minggu atau bulan setelah tahap alai (bergantung dari persiapan-persiapan yang dilakukan oleh kelompok kerabat si anak dalam mengumpulkan dan mengolah bahan makanan). Sebagai catatan, seluruh tahapan upacara tidak boleh dilaksanakan pada malam hari karena dipercaya roh-roh jahat akan bergentayangan dan berakibat buruk bagi diri si anak.

Tempat pelaksanaan upacara alai bergantung dari tahapan-tahapan yang harus dilalui. Untuk prosesi pemberian makanan pertama diadakan di rumah orang tua anak tersebut. Sedangkan, prosesi pemotongan rambut diadakan di dekat pohon kohi yang letaknya di tengah-tengah hutan.

Pemimpin upacara pada seluruh kegiatan atau tahap yang dilakukan dalam upacara alai adalah mata bina elake (dukun beranak). Mata bina elake dalam konsepsi adat masyarakat Lumoli merupakan orang yang dianggap sakti dan dapat berhubungan dengan arwah para leluhur, sehingga ia diberi tanggung jawab untuk menjadi pemimpin upacara yang berkaitan dengan kelahiran, masa bayi (laki-laki dan perempuan), masa kanak-kanak serta upacara masa dewasa bagi anak perempuan.

Pihak-pihak yang terlibat dalam upacara alai bergantung pada kegiatan yang dilakukan. Pada tahap alai misalnya, tahap ini diikuti oleh para laki-laki dan perempuan kelompok kerabat dari sang anak. Mereka berasal dari kelompok kerabat (soa) ayah dan soa ibu. Sedangkan, pada tahap ribi ulu, yaitu membawa bayi ke tengah hutan, hanya diikuti oleh kelompok kerabat perempuan (yang telah dewasa) dari pihak ibu.

Perlengkapan Upacara
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan dalam upacara alai ini adalah: (1) rumah kabasa, yaitu bangunan khusus untuk pelaksanaan upacara yang didirikan di tengah-tengah hutan; (2) udang putih dan ulat yang diambil dari pohon saun (makanan ini nantinya akan diolah oleh mata bina elake dan khusus diperuntukkan bagi anak yang akan diupacarai); (3) sopalisa atau piring tua yang diambil dari rumah kabasa yang melambangkan kehadiran tokoh tersebut dalam kehidupan pribadi setiap anggota masyarakat; (4) obile, yaitu sebuah alat cukur yang terbuat dari belahan bambu; dan (5) beberapa jenis makanan seperti ala (nasi); bera (keladi), inane (ubi), apale (daging babi), marlane (daging rusa), kacang merah, pisang, kenari, sagu mentah, sageru, sopi, dan marale (kuskus). Sebagai catatan, marale yang dipersiapkan tergantung dari jenis kelamin sang anak yang diupacarakan. Kalau yang diupacarakan anak laki-laki, maka marale yang dipersiapkan haruslah yang berbulu putih. Sedangkan apabila yang diupacarakan adalah anak perempuan, maka marale yang dipersiapkan adalah yang berbulu kecoklat-coklatan.

Jalannya Upacara
Ketika Sang anak telah berusia satu tahun dan akan dipisahkan dari susu ibunya (disapih), maka ayahnya akan memberitahukan kelompok kerabatnya serta kelompok kerabat isterinya untuk membantu mengumpulkan dan mengolah berbagai jenis makanan yang akan disajikan dalam upacara alai. Selanjutnya, ia akan pergi ke rumah mata bina elake untuk memintanya menjadi pemimpin upacara alai. Tokoh ini kemudian melakukan mawe/nau (meramal) untuk menentukan hari yang baik bagi pelaksanaan upacara alai. Setelah didapat hari yang baik, mata bina elake pergi ke hutan untuk mencari tempat yang disekitarnya terdapat pohon kohi. Tempat itulah yang nantinya akan digunakan guna pada prosesi pemotongan rambut (ribi ulu).

Pada hari yang telah ditentukan dan mata bina elake serta sanak kerabat dari sang anak telah datang, maka upacara alai pun segera dilaksanakan. Upacara diawali oleh mata bina elake dengan mengambil udang putih dan ulat pohon saun untuk diolah menjadi hidangan adat yang khusus disuguhkan bagi anak yang akan diupacarai. Setelah hidangan siap, sang anak dikeluarkan dari kamar oleh ibunya dan diserahkan kepada mata bina elake. Setelah menerima sang anak, mata bina elake membaca doa (ujudnya tidak boleh diketahui oleh orang lain) kemudian meniup hidangan adat sebanyak 3 kali. Doa yang diucapkan oleh mata bina elake ini pantang untuk diucapkan dengan suara keras karena akan menimbulkan malapetaka bagi mata bina elake sendiri. Selanjutnya, ia mengambil hidangan tersebut dan menyuapi sang anak dengan disaksikan oleh semua peserta upacara. Makna yang terkandung dari penyuapan itu adalah agar makanan tersebut mempunyai pengaruh yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik dan watak anak itu. Sesudah dianggap cukup, bayi tersebut dibawa keluar rumah dan dipegang pada pinggangnya sambil wajahnya diarahkan ke arah matahari terbit. Makna yang terkandung dari pengarahan wajah ke sinar matahari adalah agar sang anak dalam kehidupannya selalu sukses dan terhindar dari berbagai mara bahaya. Sesudah itu ia dibawa masuk kembali ke dalam rumah dan diserahkan kepada ibunya. Kemudian, mata bina elake menuju ke meja makan dan mengambil jenis-jenis makanan yang telah dipersiapkan. Apabila mata bina elake telah mencicipi seluruh hidangan yang disediakan, barulah ia mempersilahkan semua peserta upacara untuk memulai acara makan bersama. Dengan berakhirnya acara makan bersama, maka berakhirlah upacara alai tahap pertama. Para peserta upacara akan kembali ke rumahnya masing-masing.

Beberapa waktu setelah prosesi tahap pemberian makan pertama (tergantung dari persiapan-persiapan yang dilakukan oleh kelompok kerabat ayah dan ibu si anak), maka upacara tahap kedua (ribi ulu) diadakan. Prosesi upacara tahap kedua ini dimulai dengan instruksi mata bina elake kepada orang tua si anak untuk membawanya menuju ke rumah kabasa yang terletak di tengah-tengah hutan. Selama berada di rumah kabasa (sisine/souwe), mereka berpuasa dan berdoa memohon pertolongan kabasa bagi keselamatan anak mereka. Setelah memperoleh tanda dari kabasa bahwa doa telah diterima, mereka kemudian mengambil sebuah piring tua (sopalisa) dari rumah kabasa untuk dibawa pulang. Dalam perjalanan pulang itu, ayah dan ibu si anak tidak diperkenankan menoleh ke belakang (menolah ke arah rumah kabasa) sebab dapat mengagalkan atau malahan membahayakan pelaksanaan upacara ribi ulu. Kalau seandainya tanpa disengaja salah seorang diantara kedua suami-isteri itu menoleh ke belakang, perjalanan pulang harus dibatalkan. Mereka harus kembali ke rumah kabasa untuk melakukan acara doa dan puasa lagi. Setiba di rumah, sopalisa tersebut harus diletakkan di depan rumah. Sopalisa yang diambil dari rumah kabasa merupakan lambang kehadiran kabasa di tengah-tengah kehidupan keluarga tersebut. Kemana saja mereka pergi (ayah, ibu dan anak yang bersangkutan) sopalisa tersebut harus selalu dibawa agar terhindar dari malapetaka.

Setelah sampai di rumah, mata bina elake dan si anak beserta para perempuan dewasa kaum kerabat dari ibu berangkat kembali ke tempat upacara berikutnya yaitu di tengah-tengah hutan yang ada pohon kohinya. Setiba di tempat tujuan, mata bina elake mengambil obile (pisau yang dibuat dari belahan bambu), kemudian didoakan. Selesai berdoa, mata bina elake kemudian memotong sebagian kecil rambut si anak pada pelipis sebelah kanan. Rambut yang dipotong itu lalu dimasukkan ke dalam sebuah mangkuk tua (mangkuk buatan cina pada zaman dinasti-dinasti). Sesudah itu mata bina elake mematahkan sebagian kecil dahan pohon kohi. Rambut yang ada dalam mangkuk tua itu bersama dengan obile dan dahan pohon kohi kemudian ditanam. Selanjutnya, dilakukan pemotongan sekali lagi dengan mempergunakan obile yang lain. Rambut hasil pemotongan kedua itu bersama dengan obilenya kemudian diletakkan di antara batang dan dahan pohon kohi. Sebagai catatan, alat yang digunakan untuk mencukur tidak boleh terbuat dari logam, karena menurut kepercayaan masyarakat Lumoli, alat cukur logam mengandung kekuatan-kekuatan sakti yang dapat membahayakan diri anak (kekuatan sakti yang sifatnya destruktif). Setelah itu, mata bina elake menuju ke tempat makan dan mengambil jenis-jenis makanan yang telah dipersiapkan. Apabila mata bina elake telah mencicipi seluruh hidangan yang disediakan, barulah ia mempersilahkan semua peserta upacara untuk mulai melakukan acara makan bersama. Sebagai catatan, semua jenis makanan boleh dimakan oleh peserta upacara, kecuali daging marale (kuskus) yang diolah dengan cara memanggangnya utuh. Daging marale (kuskus) itu khusus disajikan bagi mata bina elake dan pantang untuk dimakan oleh orang lain. Orang yang secara sengaja atau tidak, memakan daging tersebut dapat mendatangkan bahaya bagi dirinya. Demikian pula sisa daging tersebut tidak boleh ditinggalkan begitu saja karena akan mendatangkan malapetaka bagi seluruh peserta upacara. Oleh karena itu, sisa daging tersebut akan dibawa pulang oleh mata bina elake. Selain itu, daun pembungkus makanan yang dipakai sebagai piring oleh mata bina elake tidak boleh dibuang begitu saja pada sembarang tempat, sebab akan menghambat datangnya rejeki baik bagi anak yang diupacarakan maupun bagi para peserta upacara yang hadir di situ. Untuk itu daun-daun tersebut harus ditata dalam suatu aturan tertentu dan diletakkan menghadap arah matahari terbit.

Acara makan bersama yang dilakukan oleh seluruh peserta upacara pada prosesi alai maupun ribi ulu selain sebagai pernyataan terima kasih kepada Kabasa Elake, juga melambangkan rasa persatuan dan kesatuan dikalangan kelompok kerabat. Setelah acara makan bersama berakhir, mereka pun pulang.

Keesokan harinya, mata bina elake menjemput anak yang diupacarai tersebut dari rumah orang tuanya dan membawanya kembali menuju ke tempat pelaksanaan ribi ulu. Saat berada di berada di dekat pohon kohi tempat potongan rambut sang anak dan obile diletakkan, mata bina elake menebang rubuh pohon kohi tersebut. Dan, dengan robohnya pohon kohi berarti lenyaplah sifat-sifat buruk yang ada pada diri sang anak dan berakhir pulalah rentetan upacara alai.

Nilai Budaya
Ada beberapa nilai yang terkandung dalam upacara alai. Nilai-nilai itu antara lain adalah kebersamaan, ketelitian, dan keselamatan. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya para anggota kelompok kerabat untuk berdoa bersama demi keselamatan anak yang diupacarai dan sekaligus sebagai sarana untuk mempererat kebersamaan antarkelompok kekerabatan dalam sebuah negeri (desa).

Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.

Nilai keselamatan tercermin dari tindakan pemotongan rambut itu sendiri. Upacara alai merupakan suatu tanggapan aktif yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat untuk menghilangkan sifat-sifat buruk dari orang tua dan gangguan dari roh jahat pada diri seorang anak. Dengan menghilangkan atau memotong sebagian rambut seorang anak yang dilakukan oleh orang yang dianggap sakti (mata bina elake), maka anak dianggap telah terlepas dari sifat-sifat buruk dan gangguan roh jahat tersebut. (ali gufron)
_____________________________________________
[1] Menurut Sachse nama Alifuru diberikan juga kepada penduduk yang mendiami daerah pedalaman Jailolo, Sulawesi dan Papua. Selanjutnya dikatakan bahwa nama tersebut mirip dengan nama Harafura yang dikenal di daerah Polinesia (Sachse, 1907: 59). Untuk Pulau Seram, orang Alifuru dapat dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu Alifuru daerah pedalaman dan Alifuru daerah pesisir. Alifuru pesisir adalah orang-orang Alifuru yang telah menganut agama Islam dan Kristen. Sedangkan, Alifuru pedalaman adalah orang-orang Alifuru yang masih berpegang pada kepercayaan asli dan bukan/belum menjadi pemeluk agama Islam atau Kristen.

[2] Dalam ilmu antropologi, masa-masa dalam lingkaran hidup individu (dari kelahiran hingga kematian) dianggap sebagai masa-masa krisis karena mengandung banyak bahaya yang dapat mengancam keselamatan individu. Untuk itu, sebagian besar sukubangsa di Indonesia maupun di dunia selalu mempunyai usaha-usaha untuk menetralkannya dalam bentuk suatu upacara, agar individu yang mengalaminya dapat terbebas dari segala mara bahaya.

[3] Rambut dapat digunakan oleh orang lain untuk mencelakakan pemiliknya dengan menggunakan ilmu gaib. Dan, ilmu gaib yang memanfaatkan bagian tubuh manusia (rambut) sebagai alat untuk mencelakai pemiliknya disebut sebagai “ilmu gaib kiasan”.

Savoy Homann, Hotel Tertua di Bandung

Apabila berada di sekitar Jalan Asia Afrika Bandung kita akan melihat sejumlah bangunan ikonik yang menyimpan banyak sejarah. Salah satunya adalah Hotel Savoy Homann. Hotel yang juga menjadi Cagar Budaya ini merupakan saksi sebuah peristiwa penting pada tahun 1955 yaitu Konferensi Asia Afrika (KAA). Sebagian tamu penting dari berbagai negara di Asia dan Afrika menggunakannya sebagai tempat menginap selama konferensi berlangsung.

Sebelum menjadi sebuah hotel, Savoy Homan hanyalah sebuah pondok bambu milik seorang Jerman bernama Adolf Homann. Pada sekitar tahun 1880 bangunan dirubah menjadi tembok. Beberapa tahun kemudian (1937) bangunan direnovasi lagi dengan gaya arsitektur art deco streamline rancangan AF Aalbers. Rampung renovasi (1939) bangunan difungsikan sebagai hotel dengan nama “Savoy” dan dikelola oleh F.J.A van Es. Hal ini adalah antisipasi dari banyaknya preanger planters yang singgah ke Bandung guna menjual hasil kebunnya ke Batavia melalui jalur kereta.

Saat pendudukan jepang, bangunan diambil alih dan difungsikan sebagai markas Palang Merah. Ketika F.J.A van Es wafat, kepemilikan dan pengelolaan Savoy Homann beralih pada istrinya. Sang istri kemudian menjual 60 persen saham kepemilikan kepada R.H.M Saddak. Pada saat dikelola bersama Saddak inilah Savoy Homann resmi dijadikan sebagai tempat menginap para delegasi negara Konferensi Asia Afrika, seperti: Perdana Menteri India Jawaharal Nehru (kamar nomor 144), Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok Zhou Enlai (kamar nomor 344), dan Presiden Soekarno di kamar 244.

Jejak para tokoh ini bersama dengan sejumlah tokoh dari negara lain masih diabadikan di Savoy Homann. Tiga kamar mereka diberi cinderamata khusus khas negara masing-masing serta kolase foto saat konferensi berlangsung. Selain itu, di bagian lobi hotel juga ada cutlery set berupa sendok, piring, dan cangkir yang pernah digunakan para tamu KAA. Dan, masih di bagian lobi, ada pula sebuah buku bersampul hitam diberi nama sebagai “Golden Book Savoy Homann” yang berisi daftar tamu, tanda tangan, serta komentar para tokoh besar yang pernah singgah.

Kejer

Kejer atau gillnet adalah jaring yang matanya (mesh size) dapat menjerat ikan tepat pada bagian belakang penutup insang. Ayodhyoa (1981), menyebutkan bahwa gillnet selain sering disebut sebagai jaring insang, juga jaring rahang, jaring kuro, jaring udang, jaring rajungan, dan lain sebagainya, bergantung dari jenis ikan yang menjadi target tangkapan utamanya atau area penangkapannya. Bentuk kejer empat persegi panjang dengan ukuran mata waring sama. Jumlah mata waring ke arah horizontal (panjang) jauh lebih banyak daripada ke arah vertikal (lebar).

Secara umum konstruksi sebuah kejer terdiri atas waring (daging atau badan jaring), tali ris atas dan bawah, pelampung, tali pelampung, pemberat, tali pemberat, dan komponen tambahan (pelampung tanda dan jangkar) (Efkapino, 2012). Waring terbuat dari Polyamide (PA) Monofilament berwarna biru atau transparan dan berfungsi sebagai penjerat atau penangkap ikan. Waring kejer memiliki mata bersimpul atau tanpa simpul berjumlah 12--15 buah (per satu meter persegi); tali ris atas terbuat dari Polyethylene (PE) berfungsi sebagai tempat menggantung dan penguat waring bagian atas agar tidak mudah putus; tali ris bawah juga terbuat dari PE berfungsi sebagai penguat badan waring bagian bawah; tali pelampung berbahan PE berfungsi sebagai pengikat pelampung pada tali ris atas; pelampung berbahan Polyvinyl Chloride (PVC) berfungsi sebagai tanda keberadaan jaring dan pengapung waring agar dapat teregang ke arah permukaan air; pemberat terbuat dari beton cetak, kuningan atau timah yang berfungsi sebagai penenggelam dan peregang waring di dalam air; tali pemberat berbahan PE berfungsi sebagai pengikat pemberat; pelampung tanda berbahan PVC atau plastik berfungsi sebagai tanda keberadaan jaring; dan jangkar berfungsi sebagai "penetap" jaring agar tidak berpindah atau bergeser dari lokasi tabur.

Dalam pengoperasiannya lembaran jaring kejer (tingting) dirangkai menjadi satu sehingga panjangnya dapat mencapai 200-1.000 meter, bergantung pada ukuran kapal, banyaknya tingting yang dimiliki, atau kemampuan nelayan yang mengoperasikannya (Martasuganda, 2002). Adapun pemasangannya dapat didirikan tegak lurus; diatur sedemikian rupa sehingga seakan-akan menutup permukaan dasar; melintang melawan arus dan jalur ikan; atau dapat juga dihamparkan pada dasar perairan (Subani dan Barus, 1998). Ikan-ikan dasar, kepiting dan atau rajungan yang terjerat kejer umumnya akan terpuntal/terbelit pada waring yang ditebar secara menetap, dihanyutkan, atau melingkar di dasar perairan datar yang berlumpur dan berpasir.

Menurut Efkapino (2012), pengoperasian kejer dapat bermacam-macam. Bila berdasarkan letak pasangnya dapat ditebar di permukaan, pertengahan, dan dasar perairan. Bila berdasarkan kedudukannya saat dilabuhkan atau dipasang dapat dihanyutkan (drift net) dan dapat pula dipasang menetap dengan menggunakan jangkar atau pemberat (set net). Bila berdasarkan bentuk saat dioperasikan dapat melingkar untuk mengurung kumpulan ikan lalu dikejutkan agar tersangkut atau terpuntal mata jaring dan dapat pula mendatar membentuk lembaran seperti net bulu tangkis.

Sekilas tentang Iklan Honda CBR250RR

Oleh Ali Gufron

Iklan adalah sebuah media yang menjembatani produsen dalam memperkenalkan produknya kepada konsumen. Kata iklan sendiri dapat didefinisikan sebagai (1) berita pesanan (untuk mendorong atau membujuk) kepada khalayak ramai tentang benda dan jasa yang ditawarkan; dan (2) pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual dipasang di dalam media massa seperti surat kabar, televisi, radio, dan lain-lain (KBBI: 822).

Sebagai sarana pemasaran, menurut Hoed (1994), iklan tidak sekedar menyampaikan informasi tentang suatu produk berupa ide, jasa, dan barang, tetapi sekaligus memiliki sifat "mendorong" dan "membujuk" agar orang menyukai, memilih, dan kemudian membeli. Melalui iklan, produsen sering menggunakan atribut-atribut budaya populer namun menerapkan kategori yang berbeda dari makna simbolis budaya tersebut (Bungin, 2008: 79). Adapun tujuannya adalah untuk menciptakan citra pada produk yang dipasarkan agar disukai oleh konsumen.

Dalam konteks pencitraan sebuah produk, saat ini produsen membuat iklan yang hadir sebagai "tanda" dan perlu dimaknai. Atau dengan kata lain, iklan tampil sebagai fenomena semiotik berupa satuan tanda yang terdiri dari penanda dan petanda serta acuan/referent (dalam konteks Pierce). Istanto (2000:120) mencontohkan, pada iklan produk rokok hampir dapat dipastikan selalu mempunyai "petanda" yang lekat dengan "makna" kejantanan (macho), keras dan bahkan kekasaran. Tulisan ini akan membahas fenomena semiotika pada iklan sepeda motor Honda CBR250RR untuk mengungkap beberapa makna sekunder (konotasi) yang ada di dalamnya.
Iklan Honda CBR250RR
Iklan Honda CBR250RR tergolong baru karena diluncurkan pada akhir bulan Oktober 2016. Iklan berdurasi sekitar satu menit ini sangat jarang tampil di televisi. Ia hanya tayang pada jam-jam tertentu yang biasanya berhubungan dengan program acara otomotif atau olahraga yang mengandalkan mesin (Motogp dan Formula1). Iklan Honda CBR250RR dibagi menjadi sekitar 25 potongan (scene), yaitu: (1) diawali dengan lambang honda untuk sepeda motor (lambang sayap); (2) seorang pengendara tengah duduk di atas motor yang sudah menyala mesinnya yang ditandai dengan menyalanya lampu utama (malam hari); (3) tanpa pengendara, motor ditampilkan dalam sudut 360 derajat dengan latar belakang gelap/buram sehingga fokus hanya tertuju pada sosok motor; (4) sang pengendara mulai "ngebut"; (5) saat "ngebut" tersebut ditampilkan beberapa scene secara berurutan mulai dari piringan cakram, suspensi depan, lampu utama, stang, knalpot, lengan ayun, gas, dan rem; (6) scene berulang lagi dengan menampilkan seorang pengendara yang tengah bersiap memacu motornya. Namun, dilakukan pada siang hari di lintasan balap; (7) pengendara mulai memacu motornya di lintasan lurus dan tikungan; (8) motor ditampilkan lagi dalam sudut 360 derajat dengan menonjolkan bagian belakang, samping, serta tangki; (9) pengendara memacu motornya dengan kecepatan tinggi di lintasan berbentuk zigzag yang ditandai dengan turunnya lutut hingga hampir menyentuh aspal; (10) motor ditampilkan dalam sudut 360 derajat tanpa memperlihatkan detail-detail tertentu; (11) scene berikutnya menampilkan pengendara sedang memacu motor di jalan zigzag. Ketika mendekati kamera, gambar dihentikan dan kamera yang berjalan sehingga menampakkan detail motor bagian samping, mulai dari lampu utama, lampu dim, fairing, suspensi depan, struktur knalpot, cakram, hingga ukuran ban belakang), (12) pengendara masih tetap berkendara kencang (kembali ke malam hari); (13) ditampilkan lagi sosok motor dalam sudut 360 derajat; (14) menampilkan tulisan "Total Control", dan (15) ditutup dengan logo "One Heart." yang beberapa tahun terakhir telah diusung Honda sebagai slogannya.

Iklan CBR250RR merupakan salah satu produk andalan pabrikan Honda. Motor ini generasi terbaru dari CBR250R yang telah diluncurkan pada sekitar tahun 2012-an tetapi kalah bersaing dengan produsen lain (Kawasaki dan Yamaha). Berbekal "image"nya yang sudah ngetrend di masyarakat, Honda terkesan tidak serius dalam menggarap CBR250R. Hal ini dapat dilihat dari tampilan kurang greget dan mirip "Mega Pro" dengan cat kurang rapih (e-automotif.com). Honda juga menggunakan mesin satu silinder sehingga kalah performa dibandingkan kompetitornya, Kawasaki Ninja 250R ataupun Yamaha YZF R25 dengan usungan dua silinder. Keunggulan CBR 250R hanyalah pada segi keiritan bahan bakar yang diklaim mampu menempuh jarak sekitar 32 kilometer untuk satu liternya. Saya pikir, pabrikan Honda ingin mempertahankan image "irit". Mereka tidak sadar kalau untuk ukuran motor premium berkisaran harga antara Rp.45-55 Juta per unit, "irit" bukanlah menjadi prioritas utama.

Walhasil, beberapa tahun setelah peluncurannya, penjualan Honda CBR 250R kalah jauh dibandingkan dua kompetitornya. Menurut data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) yang dilansir otomotif.kompas.com, segmen sepeda motor sport bermesin 250cc tahun 2015 dikuasai oleh Kawasaki dengan 6.819 unit, kemudian Yamaha 3.397 unit dan Honda hanya 209 unit. Oleh karena itu, CBR250RR merupakan jawaban dari Honda atas lesunya penjualan CBR250R serta hasrat pecinta otomotif di seluruh dunia yang mendambakan sosok sportbike kelas 250cc dengan teknologi layaknya kelas superbike (600cc ke atas) (goodbikers.net).

Iklan Honda CBR 250RR Penarik Minat Konsumen
Iklan sepeda motor (khusus tipe sport) umumnya selalu dikaitkan dengan aspek maskulinitas berupa kejantanan, kegagahan atau sejenisnya sehingga orang yang "mengkonsumsinya" (signified) acapkali berkutat di sekitar hal tersebut. Perancang iklan CBR 250RR juga menggunakan acuan/referent maskulinitas dengan menampilkan aktor yang gagah dan lihai di lintasan balap. Sang aktor diwujudkan sebagai laki-laki maskulin yang lebih mementingkan performa sepeda motor ketimbang penampilan fisiknya. Hal ini terlihat dari tubuh yang dibalut (signifier) jaket kulit serta helm fullface berkaca gelap (walau pengambilan gambarnya dilakukan malam hari). Jaket kulit dan helm fullface berkaca gelap menggambarkan orang yang mengenakannya tidak ingin pamer atau diketahui identitasnya. Dia lebih fokus pada kondisi sepeda motor serta sensasi saat mengendarainya. Penggambaran ini berbeda dengan iklan sepeda motor tipe matic yang biasa menampilkan cowok ganteng dan cewek cantik berhelm halfface sambil berkendara pelan di seputar kota.

Jadi, aktor dapat diperankan siapa saja tanpa harus memiliki wajah ganteng karena tidak akan terlihat selama pengambilan gambar berlangsung. Perancang hendak memfokuskan perhatian konsumen pada konsep CBR 250RR yang menjadi produk iklannya. Adapun penyajiannya adalah tampilan bagian-bagian sepeda motor, mulai dari sudut 360 derajat hingga bagian-bagian tertentu seperti stang, tangki, fairing, lampu utama, lampu belakang, rem, piringan cakram, suspensi depan, lengan ayun, hingga ukuran ban.

Di sini perancang iklan ingin mengakomodir keinginan produsen. Honda ingin menjadikan produk ini sebagai sepeda motor nomor wahid di kelas sport 250cc yang diklaim memiliki teknologi paling canggih dibandingkan para kompetitornya. Oleh karena itu perancang iklan menyoroti detail-detail motor yang dianggap canggih tersebut. Misalnya, (1) suspensi depan upside-down yang belum pernah ada pada motor produksi Indonesia. Di luar negeri suspensi upside-down hanya dipakai oleh tipe motor sport hingga supersport berkapasitas 400cc ke atas yang menunjang kestabilan ketika dipacu dalam kecepatan tinggi; (2) fitur gas "ride by wire" yang juga belum ada pada motor produksi Indonesia. Ride by wire adalah oprasionalisasi tutup dan buka gas melalui sistem elektronik dan tidak lagi berupa tali baja yang dihubungkan pada sistem pembakaran (karburator) (www.otomaniac.com); (3) desain fairing depan meruncing dengan lampu "sipit" berteknologi LED Daytime Running Lamp; (4) lekukan body sangat sporty dan futuristik jika dibandingkan dengan versi sebelumnya (CBR250R) atau bahkan rivalnya (Ninja 250R dan YZF R25); (4) multi spoke alloy wheels yang dibalut ban berukuran besar dilengkapi piringan cakram berdiameter lebar; dan (5) desain rangka yang dapat meningkatkan kestabilan berkendara. Kestabilan desain rangka digambarkan dalam beberapa scene ketika aktar sedang "ngebut" di lintasan lurus maupun zigzag.

Selain teknologi, perancang iklan juga menampilkan signifier berupa logo sayap Honda di awal iklan, serta kalimat "Total Control" dan "One Heart." di akhir tayangan. Logo sayap Honda dapat diartikan sebagai simbol dalam komunikasi yang telah menjadi mitos di Indonesia. Meminjam istilah "Baygon", produk-produk sepeda motor berlogo sayap Honda bagi sebagian masyarakat Indonesia telah dianggap sebagai "jaminan mutu". Ia mengandung nilai-nilai seperti kuat, tahan banting, tahan lama, inovatif, dan harga purna jual tetap tinggi. Dalam tayangan iklan CBR250RR salah satu nilai dalam mitos itu yaitu "tahan lama" ditampilkan dalam alur berkendara dari malam ke siang hingga malam lagi.

Signifier berupa kalimat Total Control merupakan filosofi yang diusung oleh CBR250RR sekaligus konsep inti dari iklan. Total control dimaknai sebagai filosofi Honda yang ingin membuat pengendara merasa aman dan percaya diri serta feeling the fun ride karena mampu mengendalikan seluruh aspek sepeda motor guna menikmati sensasi berkendara dalam kondisi yang dia inginkan. Sedangkan signifier One Heart, menurut stephenlangitan.com, dimaknai sebagai filosofi perusahaan dalam memberikan produk dan layanan terbaik kepada masyarakat, baik untuk konsumen dan juga publik. Honda dan konsumen merupakan "satu hati" yang saling memberikan inspirasi dalam mewujudkan mimpi dan menaklukkan segala tantangan secara bersama-sama dalam satu visi meraih mimpi.

Simpulan
Periklanan di Indonesia saat ini sudah tidak lagi menawarkan produk secara gamblang dan kaku. Para perancang sudah lebih kreatif dalam menciptakan iklan yang tidak hanya menawarkan produk tetapi juga makna-makna lain di balik produk tersebut. Melalui analisis semiotika makna-makna itu dapat diuraikan sehingga memunculkan nilai-nilai tertentu yang dianut oleh produsennya. Analisis iklan CBR250RR tidak hanya menampilkan sosok sepeda motor terbaru keluaran Honda yang diklaim paling canggih di kelasnya. Ia juga mewakili ideologi Honda dalam dalam setiap pembuatan produknya.

Sumber
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana.

Hoed, Benny Hoedoro. 1994. "Dampak Komunikasi Periklanan, Sebuah Ancangan dari Segi Semiotik" dalam Jurnal Seni BP ISI Yogyakarta, IV/2. 111-133.

Istanto, H. Freddy. 2000. "Rajutan Semiotika untuk Sebuah Iklan Studi Kasus Iklan Long Beach" dalam Jurnal Nirmana, Volume 2 No. 2, Juli 2000. Hlm. 113-127.

"Perbandingan Honda CBR 250 Kawasaki Ninja 250R Yamaha R25", diakses dari http://e-automotif.com/perbandingan-honda-cbr-250-kawasaki-ninja-250r-yamaha-r25/, tanggal 7 November 2016.

"Kawasaki Ninja 250 Masih Di Depan Yamaha R25", diakses dari http://otomotif.kompas.com/read/2015/06/15/080300615/Kawasaki.Ninja250.Masih.Di.Depan.Yamaha.R25, tanggal 7 November 2016.

"Honda CBR250RR jadi Penguasa Sport 250cc", diakses dari http://www.goodbikers.net/2016/07/honda-cbr250rr-jadi-penguasa-sport-250cc.html, tanggal 7 November 2016.

"Harga Honda CBR250RR 2 Silinder dan Spesifikasi November 2016", diakses dari https://www.otomaniac.com/harga-honda-cbr250rr-2-silinder/, tanggal 7 November 2016.

"One Heart Tagline Baru AHM", diakses dari http://stephenlangitan.com/archives/16543, tanggal 7 November 2016.

Diterbitkan dalam Majalah Maneka Vol 2 No 1 Juli 2020

Mandalawangi

(Cerita Rakyat Daerah Banten)

Alkisah, dahulu ada seorang perempuan pejuang bernama Nyi Wangi. Walau begitu, raut wajahnya sangatlah cantik dengan rambut panjang bak mayang terurai. Rambut inilah yang menjadi sumber kekuatan sekaligus kesaktiannya. Selain berjuang, dia juga diberi mandat oleh Sultan Banten untuk menyebarkan ajaram Islam.

Suatu hari, saat berpatroli bersama prajuritnya, Nyi Wangi bertemu dengan seorang laki-laki yang penampilannya mencurigakan. Mereka kemudian menginterogasinya. Jawab laki-laki yang bernama Ki Mandala itu sangatlah tidak tegas. Sambil memasang kuda-kuda, dia mengatakan hanya melihat-lihat pemandangan alam sekitar.

Aksi kuda-kuda ini tentu menyulut kemarahan Nyi Wangi sehingga terjadilah perkelahian di antara keduanya. Dia menyangka kalau Ki Mandala merupakan mata-mata Belanda yang kebetulan terpergok pasukannya. Namun, karena keduanya memiliki ilmu kanuragan dengan level sama, maka perkelahian berlangsung seimbang. Oleh karena tidak ada yang kalah, Nyi Wangi dan Ki Mandala sepakat mengakhiri perkelahian. Rombongan Nyi Wangi membiarkan Ki Mandala berlalu dari hadapan. Mereka melanjutkan patroli menuju wilayah Banten Selatan.

Tiba di Banten Selatan, mereka menuju ke pemandian Cihunjuran guna beristirahat melepas lelah. Belum sempat menghela napas di tempat itu, tiba-tiba ada seekor kerbau mengamuk menuju arah mereka. Melihat kedatangan sang kerbau, Nyi Wangi langsung berdiri menghadang. Dan, dengan rambutnya yang sakti, dia melilit sang kerbau hingga berhenti seketika. Usai menambatkan kerbau pada sebuah pohon, rombongan Nyi Wangi melanjutkan perjalanan.

Setelah berbulan-bulan berkeliling Banten, akhirnya Nyi Wangi pulang ke rumah. Beberapa hari di rumah, dia mulai berpikir untuk mencari pasangan hidup mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Namun, karena kesaktiannya yang sangat tinggi, dia tidak sembarangan memilik laki-laki. Sang calon suami haruslah lebih sakti darinya. Adapun caranya adalah dengan mengadakan sayembara yang berisi tantangan bagi kaum lelaki untuk memotong rambutnya. Apabila ada yang berhasil, maka dia akan dijadikan sebagai pendamping hidup.

Tidak lama setelah sayembara disebarkan, banyak jawara datang dan mencoba memotong rambut Nyi Wangi. Walau tiap orang diberi kesempatan sejumlah tiga kali, namun satu per satu undur diri karena tidak ada yang berhasil. Di saat sudah tidak ada orang lagi yang mencoba, tiba-tiba saja datang Ki Mandala ikut sayembara.

Oleh karena berbulan-bulan bertarung dengan berbagai macam orang, Nyi Wangi rupanya sudah tidak ingat lagi kalau Ki Mandala pernah bertarung dengannya. Dia mempersilahkan Ki Mandala memotong rambutnya. Pada usaha pertama menggunakan golok tajam ternyata tidak berhasil. Selanjutnya dengan menggunakan sebilah keris sakti juga tidak berhasil. Dan, baru pada usaha ketiga Ki Mandala berhasil memotong rambut Nyi Wangi. Dia menggunakan senjata pamungkas berbentuk menyeruapi sebuah paku yang dinamai sebagai Almada.

Ketika rambut telah terpotong, sesuai dengan janjinya, Nyi Wangi kemudian menjadikan Ki Mandala sebagai pendamping hidup. Beberapa hari setelah menikah, ada berita yang menyatakan bahwa Belanda datang dan menyerang Banten. Berita ini tentu membuat rakyat menjadi panik dan sebagian ada yang menyelamatkan diri ke hutan atau daerah lain yang dianggap aman.

Nyi Wangi dan Ki Mandala tidak ikut melarikan diri. Mereka malah mendatangi pasukan Belanda untuk mengadakan perundingan. Dalam perundingan, Nyi Wangi memberi sebuah tantangan pada pemimpin pasukan Belanda, yaitu apabila berhasil memotong rambutnya maka dia tidak akan melakukan perlawanan. Sebaliknya, apabila tidak berhasil Belanda harus angkat kaki dari Banten.

Tantangan tersebut disetujui pihak Belanda dengan memerintahkan salah seorang pasukannya yang ahli senjata tajam guna memotong rambut Nyi Wangi. Namun, karena yang digunakan hanyalah senjata biasa, rambut Nyi Wangi tetap utuh tanpa tergores sedikit pun. Belanda akhirnya menarik pasukannya dari Banten.

Penarikan pasukan Belanda rupanya hanya sebuah tipu muslihat. Mereka mengumpulkan informasi tentang Nyi Wangi guna mengetahui kelemahannya. Setelah informasi terkumpul bahwa Nyi Wangi pernah mengadakan sayembara mencari calon suami, Belanda kemudian mengumpulkan para jawara yang tidak berhasil memotong rambutnya. Mereka dibujuk agar mau membinasakan Nyi Wangi.

Bujukan itu mengena. Para jawara yang telah sakit hati kemudian berkumpul dan sepakat melakukan sesuatu. Namun, rupanya ada salah persepsi antara para jawara dengan Belanda. Mereka bukan sepakat mencelakai Nyi Wangi melainkan sang suami karena telah berhasil memenangkan sayembara. Mereka pikir, kalau Ki Mandala dienyahkan akan ada kesempatan untuk mengawini jandanya.

Singkat cerita, ketika sedang mencari kayu bakar di hutan, Ki Mandala dikepung dan dikeroyong beramai-ramai. Walhasil, dia pun kewalahan dan akhirnya tewas bersimbah darah. Kematian Ki Mandala tentu membuat marah Nyi Wangi. Dia kemudian menuntut balas pada orang-orang yang telah menewaskan Sang Suami. Selanjutnya dia kembali berjuang hingga akhir hayatnya. Dan sebagai penghormatan atas jasa keduanya, oleh masyarakat setempat wilayah mereka tinggal kemudian dinamakan sebagai Mandalawangi.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Taman Wisata Beringin Indah

Taman wisata Beringin Indah merupakan sebuah objek berupa danau yang berada di Desa Negara Nabung, Kecamatan Sukadana, Lampung Timur. Danau ini konon pernah menjadi primadona wisata di daerah Lampung Timur. Ia memiliki pemandangan asri, sarana olahraga dayung, spot memancing, beberapa gazebo di tepian danau, fasilitas permainan anak, dan usaha keramba ikan air tawar yang bernilai ekonomis.

Namun, karena belum dikelola dan dikembangkan secara maksimal, Beringin Indah tidak sementereng objek wisata lain di sekitar Lampung Timur. Adapun masalahnya terletak pada terbatasnya anggaran perawatan dari Pemda setempat serta keamanan yang belum terjamin. Padahal, apabila dikelola dengan baik, tidak menutup kemungkinan akan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar yang berujung pada peningkatan pendapatan daerah dari sektor pariwisata.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive