Agrowisata Bhumi Merapi

Agrowisata Bhumi Merapi berada di Jalan Kaliurang Km. 20, Sawangan, Kabupaten Slemen, Yogyakarta. Untuk mencapainya relatif mudah karena lokasinya (Kaliurang/lereng Gunung Merapi) adalah merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit di Yogyakarta. Di daerah tersebut banyak terdapat objek wisata, antara lain: Museum Gunung Merapi, Blue Lagoon Jogja, Tlogo Putri, Tlogo Muncar, Museum Ullen Sentalu, Wisata Edukasi Omah Salak, Desa Wisata Ledok Sambi, Desa Wisat Pulesari, Goa Jepang, Desa Wisata Petingsari, bunker Kaliadem, Bukit Klangon, dan lain sebagainya.

Objek wisata yang mulai beroperasi pada tanggal 20 Desember 2015 ini menempati lahan seluas sekitar 5,2 ha. Adapun tujuan pendiriannya adalah sebagai arena wisata edukasi bagi anak-anak agar lebih dekat dengan alam melalui pengenalan hewan (mamalia dan reptil) serta tumbuhan. Oleh karena itu, fasilitas yang disediakan pun berkaitan dengan pengenalan alam berupa: taman kelinci dan kambing perah, camping ground, outbond training, dan lain sebagainya.

Taman kelinci letaknya tidak jauh dari tempat penjualan tiket. Di tempat ini ada tiga buah kandang. Kadang pertama dan kedua berisi berbagai macam jenis kelinci dari dalam maupun dari luar negeri yang ditempatkan dalam sangkar-sangkar berukuran kecil. Konon, di antara jenis-jenis kelinci tersebut ada yang langka dan berharga relatif mahal (antara 1 hingga 8 juta rupiah). Sedangkan kandang ketiga diisi dengan sejumlah kelinci yang sengaja dilepas agar dapat bermain dengan pengunjung.

Selain kandang kelinci ada sejumlah kandang lagi yang diperuntukkan bagi mamalia (kambing, kuda) dan reptil (kura-kura, ular, biawak, kadal). Untuk kambing jenis ettawa kandang berbentuk panggung dan berpagar rapat terbuat dari kayu dengan atap genting, sementara kambing atau domba import berbulu tebal bentuk kandangnya "lebih modern" dengan lantai paving block/conblock dan berpagar renggang agar sirkulasi udara lebih baik. Di area pengembangbiakan kambing ini pengunjung dapat memberi makan dedaunan, meminumkan susu pada anak kambing hingga memerah susu salah seekor kambing yang ditempatkan dalam sebuah kandang khusus.

Sementara kandang reptil bentuknya ada yang berupa rumah kecil berpagar kaca, kolam dilengkapi dengan bebatuan untuk kura-kura, dan rumah panggung kecil dari bambu yang di dalamnya terdapat akuarium atau sangkar besi. Bagi pengunjung yang ingin berinteraksi terdapat pula sebuah taman berpagar setinggi sekitar satu meter untuk melepas kura-kura dan ular pyton berukuran sangat besar. Dengan bantuan pemandu pengunjung dapat berfoto sambil memegang atau bahkan menggendong binatang-binatang tersebut.

Terakhir, kandang untuk kuda berada pada bagian ujung agrowisata Bhumi Merapi. Kadang agak jarang dikunjungi karena sebagian kuda digunakan sebagai sarana tunggangan bagi pengunjung yang ingin berkeliling dengan biaya antara 10-20 ribu rupiah bergantung ukuran kuda dan yang menaikinya. Area berkeliling hanya berada di bagian belakang agrowisata sehingga tidak mengganggu pengunjung lain yang sedang berekreasi.

Sebagai catatan, bila tidak puas hanya dengan mengenalkan anak pada hewan peliharaan yang diternakkan, agrowisata Bhumi Merapi juga menyediakan sejumlah fasilitas lain, di antaranya: (1) dua buah "rumah hobbit" yang berada tidak jauh dari kandang kuda dan kambing untuk berselfie ria; (2) kebun hidroponik; (3) kantin yang cukup luas; (4) taman bermain; (5) camping ground yang dilengkapi dengan arena outbond berlatar belakang Gunung Merapi di kejauhan; dan (6) situs Goa Ponggolo, sebuah goa sepanjang 350 meter dan lebar 1-1,25 meter yang dibuat antara tahun 1825-1830 (selama perang Diponegoro) oleh Kyai dan Nyi Ponggolo. Fungsi goa dahulu adalah sebagai sarana irigasi bagi sawah-sawah yang berada di sekitar lereng Gunung Merapi.

Bagaimana? Anda tertarik mengajak keluarga berwisata ke Bhumi Merapi sambil mengenalkan buah hati pada budidaya tanaman maupun hewan ternak? Apabila tertarik agrowisata Bhumi Merapi buka mulai pukul 08.30-17.00 WIB dengan harga tiket relatif murah yaitu 10 ribu rupiah per orang (tahun 2017). Tahun 2018 terjadi sedikit kenaikan (saya lupa harganya ^_^) dengan diberi bonus berupa segelas susu kambing.



Foto: Ali Gufron

Kampung Wisata Budaya Terbanggi Besar

Terbanggi Besar merupakan salah satu kampung/desa yang berada dalam Kecamatan Terbanggi Besar. Nama yang serupa dengan kecamatannya ini termasuk salah satu kampung tua di Kabupaten Lampung Tengah. Terbanggi Besar dahulu merupakan bagian dari Terbanggi Ilir atau Terbanggi Libo. Mengenai nama Terbanggi Besar sendiri konon berasal dari para tetua adat yang dapat terbang karena sakti mandraguna. Sementara kata besar (balak) berasal dari luas wilayahnya yang setelah pisah dengan Terbangi Ilir mendapat porsi paling luas atau besar.

Wilayah Terbanggi Besar dihuni oleh penduduk asli Lampung. Mereka terbagi ke dalam beberapa marga yang berasal sari Kebuwayan Subing. Marga-marga tersebut adalah Terbanggi Ilir (Terbanggi Libo), Terbanggi Besar (Terbanggi Balak), Terbanggi Subing, Terbanggi Agung, Terbanggi Marga, Indra Putra Subing, dan Terbanggi Labuhan (opantb.blogspot.com). Tiap marga cenderung tinggal berkelompok membentuk satuan adat tersendiri namun secara garis besar tetap mempertahankan adat pepadun dengan bentuk bangunan rumah adat yang disebut sebagai ‘Nuwo Sesat.’ Nuwo sendiri memiliki arti Lamban atau tempat tinggal, dan ada pula versi yang menyebutkan Nuwo memiliki arti tempat ibadah. Dan ‘sesat’ memiliki arti bangunan tempat berkumpul atau bermusyawarah dna menyimpan makanan.

Selain itu, dalam percakapan sehari-hari kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa Lampung (Dialek O). Sebagai catatan, masyarakat Lampung memiliki dua rumpun dalam penggunaan dialek yaitu A dan O. Dialek A untuk masyarakat di daerah pesisir atau peminggi atauai saibatin dan dialek O biasa digunakan oleh masyarakat pepadun di bagian tengah dan utara lampung. Perbedaan dari dua dialek ini yang cukup terlihat adalah di penggunaan huruf ‘a’ dan ‘o’ di tiap katanya. Misal, dalam dialek ‘a’ kata apa menjadi ‘Api’dan dalam dialek ‘o’, kata apa menjadi ‘Nyo.’

Menurut Pytaloka (2016), penduduk Terbanggi Besar umumnya bermata pencaharian sebagai petani, baik lahan basah maupun kering. Kemudian ada pula yang bergerak dalam sektor perikanan sebagai nelayan di sepanjang sungai-sungai besar di sekitar daerahnya. Sementara bagi yang tinggal di sekitar oleh jalan lintas utama sumatera, banyak yang berwirausaha di pinggir jalan tersebut. Desa Terbanggi Besar sendiri cenderung menjorok ke dalam atau berada lebih rendah daripada jalan lintas Sumatera. Desa tersebut seolah-olah di lindungi oleh letaknya yang menjorok kebawah. Jadi jika dilihat dari jalan raya lintas sumatera, hanya bisa melihat atap dari rumah-rumah penduduk saja. Untuk masuk ke desa terdapat tiga akses yaitu melewati jembatan buatan Belanda, turunan di persimpangan jalan lintas Sumatera, dan melewati daerah perkebunan sawit. Desa ini juga di kelilingi oleh sungai, jadi saat musim hujan tiba kebanyakan daerah pinggir sungai akan ikut terendam air. Satu hal yang menarik dari desa ini adalah tiap jalan di desa tersebut memiliki pemakaman sendiri, seperti tiap gang atau jalan masih satu keluarga, jadi di tiap ujung jalan ada pemakaman keluarga sendiri.

Pada tahun 2016 Terbanggibesar ditetapkan sebagai kampung wisata oleh Bupati Lampung Tengah Mustafa. Adapun alasan penetapannya karena dianggap memiliki banyak nilai sejarah, adat istiadat, budaya, dan kesenian orang Lampung. Hal ini disebabkan Terbanggibesar merupakan pusat pemerintahan pertama di Lampung. Jejak peninggalan yang masih ada hingga sekarang adalah rumah adat nuwo balak yang dibangun sekitar tahun 1696 dan Nuwo Kattur (rumah Kantor) dibangun sekitar tahun 1832 (Pamungkas, 2016).

Penetapan Terbanggibesar sebagai kampung budaya merupakan salah satu implementasi program canangan Bupati Lampung Tengah yakni Terbagus (Terbanggibesar, Bandarjaya, dan Gunungsugih). Terbangi besar sebagai pusat budaya, Bandarjaya sebagai pusat ekonomi, dan Gunungsugih sebagai pusat pemerintahan. Dan, untuk mencitrakannya sebagai kampung wisata budaya, Terbanggibesar juga dilengkapi rumah tapis, rumah batik, rumah pemerintahan, rumah informasi, dan kantor pemerintahan kampung wisata.

Foto: https://www.kupastuntas.co/2016/11/02/kampung-wisata-adat-budaya-terbanggibe sar-menjadi-destinasi-wisata-baru-lampung-tengah/
Sumber:
Pytaloka, Marsha Dhita. 2016. "Sejarah Desa Terbanggi Besar Lampung Tengah", diakses dari http://marshadhita.blogspot.com/2016/10/sejarah-desa-terbanggi-besar-lampung.html, tanggal 7 Juni 2018.

Pamungkas, Wahyu. 2016. "Ada Rumah Adat Tahun 1696, Terbanggibesar Dijadikan Kampung Wisata". Diakses dari http://www.lampost.co/berita-ada-rumah-adat-tahun-1696-terbanggibesar-dijadikan-kampung-wisata-, tanggal 7 Juni 2018.

"Marga Terbanggi Besar", diakses dari http://opantb.blogspot.com/2009/04/marga-terbanggi-besar.html, tanggal 8 Juni 2018.

Gekhubak

Gekhubak adalah istilah orang Lampung untuk menyebut sebuah sarana angkut berbentuk segi empat dan memiliki roda yang terbuat dari kayu dan dilapisi plat besi dan ditarik oleh satu atau dua ekor sapi. Saat ini di daerah Lampung ada juga gerobak yang mempergunakan roda dari ban mobil. Sedangkan bentuknya ada yang berdinding dan ada pula yang tidak berdinding. Gerobak yang berdinding dipakai untuk mengangkut bata, genteng, dan padi, sedang yang tak berdinding biasanya dipakai untuk mengangkut karung beras, lada dan kopi

Pemais

Pemais adalah sebutan orang Lampung bagi alat pengawet ikan dengan menyalai atau memepesnya. Cara menggunakan alat yang terbuat dari tanah liat ini adalah dengan menaruhnya di atas tungku yang sudah menyala. Pemepesan dilakukan selama beberapa menit hingga ikan menjadi matang. Saat memepes, kadang-kadang pemais ditindih lagi dengan batu agar debu dari bara api tungku tidak mengotori pepesan ikan. Hasilnya, ikan akan matang secara merata dan bebas dari debu atau bara api tungku.

Tupoi

Tupoi adalah sebutan orang Lampung bagi penutup kepala yang bahannya dibuat dari anyaman rotan, pandan, bambu, atau kain yang agak tebal. Tupoi umum digunakan oleh para petani untuk menutupi kepala mereka dari sengatan sinar matahari saat bekerja di sawah atau ladang. Dan, karena ukurannya yang agak besar, kadang-kadang tupoi juga dapat berubah fungsi sebagai wadah untuk menampung buah-buahan yang baru dipetik.

Katupung

Katupung adalah kain penutup kepala laki-laki Lampung berbentuk bujur telur yang umumnya berwarna hitam dan biasa dipakai oleh orang tua maupun muds. Adapun fungsinya adalah untuk melindungi kepala dan juga sebagai pelengkap pakaian sehari-hari, baik resmi maupun tidak resmi. Di kalangan pemuda Lampung katupung biasa dipakai untuk menghadiri acara pertemuan dengan para gadis saat acara gawi adat.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive