Tugu Ara

Tugu Ara berada di Jalan Jenderal Sudirman, Pasar Liwa, Balik Bukit, Kabupaten Lampung Barat. Tugu yang dibangun pada era kepemimpinan Bupati Erwin Nizar sekitar tahun 2000 ini merupakan landmark Kota Liwa, Ibukota Kabupaten Lampung Barat. Adapun wujudnya diadopsi dari hagha (pohon yang dahulu banyak tumbuh di wilayah Lampung Barat) yang dibentuk sedemikian rupa setinggi sekitar 11 meter. Pada bagian puncak dibuat semacam belalai menghadap ke atas berjumlah 16 buah yang melambangkan jumlah marga di Lampung Barat. Di bawah belalai ada empat buah bulatan sebagai lambang empat kebuayan yang menaungi ke-16 marga.

Saat sekarang, Tugu Ara penanda Kota Liwa hanya tinggal kenangan. Pada sekitar tahun 2017, Pemkab Lampung Barat melalui Dinas Lingkungan Hidup memutuskan untuk merubuhkannya sebagai salah satu upaya penataan kawasan Sekunting Terpadu. Sebagai ganti, dibuatlah Tugu Sekura dengan dilengkapi tiga buah pohon pinang untuk memperindahnya. Tugu baru ini dianggap lebih merepresentasikan kekhasan budaya masyarakat Lampung Barat.

Sukun

Sukun atau Artocarpus communis forst termasuk dalam divisi magnoliophta, kelas magnoliosida, sub kelas dilleniidae, ordo urticales, famili moraceae, dan genus artocarpus. Pohon ini dapat tumbuh mulai dari 5 meter hingga belasan meter dengan batang besar dan relatif lurus. Cabang pohon berbentuk datar dan berdaun besar yang tersusun berselang-seling. Lebar daun antara 20-40 cm dan panjang 20-60 cm dengan kulit agak liat berwarna hijau kilap pada bagian atas dan kusan, kasar, berbulu pada bagian bawahnya. Buahnya terbentuk dari perkembangan bunga betina majemuk dengan diameter antara 10-30 cm. Bentuk buah berbiji timbul dengan duri-duri lunak dan pendek di bagian luarnya yang berwana hijau kekuningan.

Pohon sukun memiliki kandungan zat atau senyawa berkhasiat bagi tubuh manusia. Tiap bagian mulai dari akar, batang, daun, hingga buah sukun memiliki kandungan unik yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Akar sukun misalnya, mengandung sembilan senyawa flavon yang berguna sebagai antioksidan. Ekstrak kayu sukun mengandung senyawa artocarpin yang memacu apoptosis pada sel kanker payudara. Buah sukun selain enak juga dapat dijadikan sebagai pengganti nasi bagi penderita diabetes karena mengandung asam amino esensial. Dan, yang paling berkhasiat adalah daunnya karena mengandung falvonoid, asam hidrosianat, aseticolin, tannin, dan riboflavin. Daun sukun baik ditumbuk maupun direbus diyakini dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti: hepatitis, ginjal, jantung, sakit gigi, gatal-gatal, asam urat, kolesterol, peradangan, hipertensi, kanker, dan lain sebagainya. Berikut adalah pengolahan secara tradisional tanaman sukun dalam mengobati suatu penyakit.

Sakit kuning
Belah buah sukun menjadi beberapa bagian lalu rebus hingga mendidih. Air rebusannya dapat diminum setiap hari hingga sembuh.

Liver
Apabila sakit kuning yang merupakan pembekakan hati telah parah dan menjadi lever, pohon sukun tetap dapat digunakan untuk menyembuhkannya. Adapun caranya adalah dengan merebus beberapa lembar daun sukun tua hingga mendidih dan berwarna coklat seperti teh. Air rebusan tersebut diminum setiap hari selama minimal dua minggu atau sampai sembuh.

Kolesterol
Segenggam daun sukun yang sudah dikeringkan diseduh bersama bangle dengan air panas untuk diminum setiap pagi hari guna menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh.

Ginjal
Rebus beberapa lembar daun sukun kering dan minum sesering mungkin karena air rebusannya hanya dapat digunakan untuk satu hari.

Panu
Remas daun sukun tua lalu gosok secara berulang-ulang pada bagian tubuh yang berpanu sebanyak 2-3 kali dalam sehari selama kurang satu minggu atau hingga panu hilang.

Asam urat
Rebus segenggam daun sukun yang sudah kering hingga mendidih. Setelah didinginkan dapat diminum setiap hari dan menghindari makan daun singkong serta jeroan agar cepat sembuh.

Sakit gigi
Bakar bunga sukun hingga menjadi arang dan oleskan pada daerah pipi atau gigi yang sakit.

Kanker
Cuci bersih sehelai daun sukun yang sudah tua, rebus dalam lima gelas air selama beberapa menit. Setelah mendidih tambah dengan lima gelas air dan didihkan lagi hingga air tersisa setengahnya. Terakhir, saring dan tambahkan sedikit air lagi untuk setiap hari selama satu bulan.

Sariawan
Tumbuk halus daun sukun sambil beri sedikit agar berbentuk seperti bubur untuk dioleskan pada bagian mulut yang mengalami sariawan.

Pegal-pegal
Rebus daun sukun dalam dua liter air selama sekitar 15 menit. Setelah mendidih tambahkan lagi empat liter air dan satu sendok makan garam lalu gunakan untuk merendam kaki.

Foto: http://www.stuartxchange.org/Rimas.html

Jawer Kotok

Jawer kotok atau coleus hybridus merupakan tumbuhan semak yang dapat tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter di atas permukaan air laut. Tumbuhan ini tingginya antara 30-150 centimeter dengan batang berbentuk segi empat, daun berbentuk hati yang bagian tepinya berlekuk tipis, dan untaian bunganya bersusun tiap pucuk tangkai. Jawer kotok adalah tumbuhan liar yang biasa ditemukan di tepian sungai, pematang sawah, atau sepanjang jalan.

Bagi sebagian masyarakat di daerah pedesaan Indonesia, jawer kotok merupakan tumbuhan yang berguna untuk mengobati berbagai macam penyakit. Berikut adalah pengolahan secara tradisional jawer kotok dalam mengobati suatu penyakit.

Kencing manis1
Batang, daun, bunga, dan akar jawer kotok direbus dengan satu liter air hingga mendidih. Air rebusannya diminum dua kali sehari pada pagi dan sore hari.

Ambeien2
Daun jawer kotok direbus dengan lima liter air hingga mendidih. Air rebusannya diminum sejumlah satu gelas setiap malam hari.

Bisul3
Oleskan daun jawer kotok dengan minyak lentik (kelapa) lalu panggang. Setelah hangat tempelkan pada bisul.

Borok4
Tumbuk halus daun jawer kotok lalu tempelkan pada bagian yang terkena borok

Sakit Perut5
Rebus akar jawer kotok dengan air hingga mendidih. Setelah dingin, air rebusannya diminum pada pagi dan sore hari

Terlambat datang bulan6
Beberapa lembar daun jawer kotok direbus hingga mendidih. Setelah dingin minum sebanyak satu gelas sehari sampai haid datang.

Foto: https://www.imgrumweb.com/hashtag/daunjawer

1. Ciri-ciri penyakit kencing manis di antaranya: mudah lelah, penurunan berat badan, sering haus, warna kulit menjadi gelap, pengelihatan melemah, selalu lapar, dan apabila luka akan lama sembuhnya.
2. Ambeien ditandai dengan timbulnya rasa nyeri disekitar anus saat BAB, mengeluarkan darah saat BAB, muncul benjolan di sekitar anus.
3. Bisul merupakan infeksi lokal pada kulit dalam sehingga menimbulkan benjolan berisi nanah.
4. Borok dicirikan dengan adanya luka terbuka pada kulit, mata atau membran mukosa yang disebabkan oleh peradangan, infeksi, kanker, hipertensi, dan lain sebagainya.
5. Sakit Perut ditandai dengan rasa mual atau nyeri di bagian perut.
6. Terlambat datang bulan diakibatkan karena siklus datang bulan tidak sesuai jadwal.

Kelurahan Cipadung

Kondisi Geografis
Kelurahan Cipadung secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Cibiru, Kota Bandung dengan batas geografis: sebelah utara dengan Kelurahan Palasari, sebelah selatan dengan Kelurahan Cipadung Wetan (Kecamatan Panyileukan), sebelah barat dengan Kelurahan Palasari, dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Pasirbiru. Kelurahan yang memiliki luas sekitar 105 hektar ini berada pada dataran bergelombang dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut. Adapun iklim yang menyelimutinya sama seperti daerah lainnya di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada Oktober-Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April-September. Curah hujannya rata-rata 66 milimeter perbulan. Temperaturnya rata-rata berkisar 23,5-32,0 Celcius. Tekanan udara sekitar 1.009,5 mb dan kelembaban udara rata-rata 79,3 persen.

Organisasi Pemerintahan
Daerah Cipadung mulai berdiri sekitar tahun 1980 dalam bentuk sebuah desa. Seiring waktu dengan bertambahnya jumlah penduduk, tahun 1982 wilayah Cipadung dipecah menjadi dua buah desa, yaitu Mekar Mulya dan Cipadung. Dan, baru tahun 1987 Cipadung beralih status menjadi sebuah kelurahan setelah wilayah yang menaunginya (Ujungberung) mengalami pemekaran dan berada dalam administratif Kota Bandung. Adapun orang-orang yang pernah memimpin Cipadung (dari mulai desa hingga kelurahan) di antaranya adalah: Mas Suradireja (1890-1910), Suralaksana (1910-1917), Sumadireja (1918-1924), Mantadireja (1925-1938), Mas Sumartadireja (1938-1948), Niti Iskandar (1949-1960), O Moch Yacha (1961-1961), M. Santanudimaja (1961-1965), Syamsuri (1966-1967), M. Soehana (1967-1982), U. Suryana (1982-1986), Anang R (1986-1995), Maman S (1996-2002), Sopandi (2002-2009), dan Iyus Rusmana (2009-2017).

Struktur organisasi pemerintahan tertinggi di Kelurahan Cipadung dipegang oleh seorang Lurah. Dalam menjalankan tugasnya Lurah dibantu oleh Sekretaris Kelurahan, Kelompok Jabatan Fungsional, Seksi Ekonomi dan Pembangunan, Seksi Kesejahteraan Sosial, dan Seksi Pemerintahan. Mereka bekerja dalam satu kerangka visi dan misi yang sama untuk kemajuan Kelurahan Cipadung. Visi tersebut adalah "Mewujudkan Kelurahan Cipadung Termaju dalam Bidang Pelayanan dan Pemberdayaan Masyarakat". Visi itu kemudian dijabarkan dalam tiga buah misi yang harus dilaksanakan atau diemban agar seluruh anggota organisasi dan pihak yang berwenang dapat mengetahui dan mengenal keberadaan serta peran Kelurahan Cipadung dalam menyelenggarakan Pemerintahan. Adapun ketiga misi itu adalah: (a) Terwujudnya kinerja aparatur Kelurahan Cipadung yang lebih efektif, transparan, dan akuntabel; (b) Terwujudnya kelembagaan masyarakat yang sinergis dan memiliki kepabilitas; dan (c) Mengembangkan sumber daya masyarakat meliputi bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kemakmuran, lingkungan hidup, seni, dan budaya (kkn.uinsgd.ac.id).

Kependudukan
Penduduk Kelurahan Cipadung berjumlah 17.795 jiwa atau 388 Kepala Keluarga (KK). Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, maka jumlah penduduk laki-laki mencapai 9.621 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan mencapai 10.174 jiwa. Para penduduk ini tersebar di 17 Rukun Warga (RW). RW 001 dihuni oleh 1.109 jiwa (523 laki-laki dan 586 perempuan); RW 002 1.922 jiwa (925 laki-laki dan 997 perempuan); RW 003 541 jiwa (251 laki-laki dan 290 perempuan); RW 004 1.398 jiwa (681 laki-laki dan 717 perempuan); RW 005 1.008 jiwa (450 laki-laki dan 558 perempuan); RW 006 700 jiwa (338 laki-laki dan 362 perempuan); RW 007 531 jiwa (259 laki-laki dan 272 perempuan); RW 008 814 jiwa (409 laki-laki dan 405 perempuan); RW 009 884 jiwa (427 laki-laki dan 457 perempuan); RW 010 556 jiwa (273 laki-laki dan 283 perempuan); RW 011 1.321 jiwa (638 laki-laki dan 686 perempuan); RW 012 1.369 jiwa (680 laki-laki dab 689 perempuan); RW 013 1.913 jiwa (908 laki-laki dan 1.005 perempuan); RW 014 1.909 jiwa (941 laki-laki dan 968 perempuan); RW 015 1.949 jiwa (1.018 laki-laki dan 931 perempuan); RW 016 706 jiwa (327 laki-laki dan 561 perempuan); dan RW 17 dihuni oleh 1.115 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 554 jiwa dan perempuan 561 jiwa.

Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-12 tahun ada 4.312 jiwa (35,44%), kemudian yang berusia 13-50 tahun ada 6.302 (51,80%), dan yang berusia 51 tahun ke atas 953 jiwa (7,83%). Ini menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Cipadung sebagian besar berusia produktif.

Mata Pencaharian
Letak Kelurahan Cipadung yang menjadi bagian dari Kota Bandung membuatnya mengalami kemajuan relatif pesat terutama dalam bidang industri, perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini membuat mata pencaharian penduduknya pun semakin beragam. Menurut data dari BPS Kota Bandung tahun 2018 jenis mata pencaharian yang digeluti oleh warga masyarakat Kelurahan Cipadung di antaranya adalah: pegawai negeri di berbagai instansi pemerintah, (kelurahan, kecamatan, pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan lain sebagainya) sejumlah 1.198 orang, TNI/Polri 270 orang, dan yang bekerja di non-pemerintah (karyawan swasta 2.576 orang, pedagang 2.821 orang, pedagang kaki lima 208 orang, pengusaha angkutan kota 4 orang, pengusaha rumah makan 210 orang, perajin 17 orang, pengusaha percetakan 12 orang, seniman, peternak, tukang, montir 18 orang, petani 540 orang, dan lain sebagainya).

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kelurahan yang berada dalam wilayah pusat pemerintahan Provinsi Jawa Barat, tentu saja Cipadung memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kelurahan ini, diantaranya adalah: 7 buah Taman Kanak-Kanak dengan jumlah siswa sebanyak 180 orang dan 20 tenaga pengajar; 3 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak 1.462 orang dan 68 orang tenaga pengajar; 4 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 2.000 orang dan 120 tenaga pengajar; 5 buah Sekolah Menengah Atas dengan jumlah siswa sebanyak 920 orang dan 180 tenaga pengajar; serta 2 buah Sekolah Menengah Kejuruan. Sementara untuk sarana kesehatan Kelurahan Cipadung memiliki 6 buah rumah bersalin/praktik bidan, 1 buah puskesmas, 3 buah apotek, 14 buah klinik, dan 21 buah posyandu. (BPS Kota Bandung 2018).

Pola Pemukiman
Pola pemukiman penduduk Cipadung umumnya berjajar dengan arah hadap ke jalan (pola pita/ribbon). Arah rumah yang berada bukan di pinggir jalan pun arahnya mengikuti yang ada di pinggir jalan. Berdasarkan data dari Kantor Kelurahan Cipadung tahun 2017, jumlah rumah yang ada di kecamatan tersebut ada 4.924 buah. Dari ke 4.924 buah rumah tersebut, 2.028 buah diantaranya telah bersifat permanen (beratap genting, bedinding tembok, dan berlantai keramik), 2.088 buah semi permanen, dan hanya 808 buah sisanya masih berbentuk bangunan sementara.

Rumah-rumah tersebut ada yang dibangun warga secara perorangan yang letaknya cenderung tidak beraturan dan ada pula perumahan yang dibangun oleh pengembang perumahan swasta. Perumahan yang bentuk dan ukurannya sama itu terdapat di hampir seluruh wilayah kelurahan, termasuk di wilayah Rukun Warga 15, yaitu Perumahan Griya Cipadung Asri. Di depan Perumahan Griya Cipadung Asri ini terdapat Pasar Wisata 46 dan Pasar Wisata Cibiru yang menyediakan segala macam barang kebutuhan hidup.

Agama dan Kepercayaan
Agama yang dianut oleh Masyarakat Kelurahan Cipadung sangat beragam, yaitu: Islam 21.166 jiwa, Kristen 428 jiwa, Katolik 111 jiwa, Hindu 6 jiwa, dan Budha 6 jiwa. Ada korelasi positif antara jumlah pemeluk suatu agama dengan jumlah sarana peribadatan. Hal itu tercermin dari banyaknya sarana peribadatan yang berkaitan dengan agama Islam (mesjid, musholla dan langar). Berdasarkan data yang tertera pada Badan Pusat Statistik Kota Bandung tahun 2018, jumlah mesjid yang ada di sana mencapai 11 buah dan musholla/langgar/surau mencapai 25 buah. Sementara data yang berkaitan dengan sarana peribadatan penganut agama lain belum tersedia. (ali gufron)

Cola

Cola merupakan salah satu peralatan yang digunakan dalam proses rima atau pembabatan pepohonan guna membuka linko (ladang) pada masyarakat peladang di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Cola adalah istilah setempat bagi sebuah benda yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kapak. Adapun kegunaannya untuk menebang pepohonan besar yag sulit ditebas hanya dengan menggunakan kope (parang). Di daerah Manggarai cola dibagi menjadi dua jenis berdasarkan panjang corang atau pegangannya. Cola dengan panjang corang hanya sekitar 50 centimeter berfungsi menebang pepohonan besar dan keras, sementara yang berukuran hingg 100 centimeter untuk membelah kayu.

Kope

Kope adalah salah satu peralatan yang digunakan oleh masyarakat peladang di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur, saat melakukan aktivitas rima dalam usaha pembukaan lingko (ladang). Kope atau parang dapat dibagi menjadi beberapa jenis menurut ukuran, bentuk, maupun kegunaannya. Untuk menebang pepohonan berukuran kecil sekaligus memapas cabang-cabangnya kope yang digunakan disebut kope selek. Sementara untuk memotong cabang pohon yang berdiameter agak besar digunakan kope lobo yang berukuran pendek dengan bilah tebal dan bagian mata berbentuk agak buncit. Sedangkan bila pohon yang akan ditebang berukuran besar, kopenya juga berukuran besar yaitu kope cenge (mirip seperti kope lobo namun lebih besar). Dan, kope terakhir adalah kope cengok, berbentuk kecil untuk menebas rerumputan.

Seluruh jenis kope bagian bilahnya dibuat dari besi/baja yang ditempat sedemikian rupa hingga pipih, halus dan tajam. Bagian gagang (corang) untuk kope selek dan kope cengok terbuat dari akar kayu. Sedangkan corang kope lobo dan cenge dari pokok bambu yang berada di dalam tanah (tempat tumbuh akar bambu). Selain itu, sebagai pelengkap setiap kope diberi sarung/pelindung yang disebut sebagai bako kope.

Sirih

Sirih atau Piper betle merupakan tumbuhan merambat yang dapat mencapai panjang hingga 15 meter. Tanaman berakar tunggang ini memiliki batang berwarna cokelat kehijauan berbentuk bulat, dan beruas. Daunnya berbentuk jantung, berujung runcing dengan panjang antara 5-8 centimeter dan belas 2-5 centimeter. Bungannya berbentuk bulir dengan panjang antara 1,5-3 centimeter untuk bulir jantan dan 1,5-6 centimeter untuk bulir betina. Sementara buahnya berbentuk bulat dan berwarna hijau keabu-abuan.

Bagi sebagian masyarakat di Indonesia, sirih merupakan tumbuhan yang berguna untuk mengobati berbagai macam penyakit. Berikut adalah pengolahan secara tradisional tumbuhan sirih dalam mengobati suatu penyakit.

Borok
Giling satu atau dua lembar daun sirih lalu tempelkan pada bagian borok

Jerawat
Tumbuk halus sejumlah 7-10 lembar daun sirih lalu seduh dengan dua gelas air panas. Air seduhannya gunakan untuk mencuci muka 2-3 kali sehari

Mimisan (keluar darah dari hidung)
Memarkan dan gulung daun sirih muda kemudian sumbatkan pada hidung yang berdarah

Batuk
Rebus beberapa lembar daun sirih hingga mendidih dan setelah dingin minum sebanyak dua gelas sehari.

Mengurangi ASI berlebih
Bagi ibu yang baru melahirkan dan memiliki ASI berlebih dapat mengkonsumi sirih agar volumenya berkurang. Adapun caranya adalah dengan mencuci bersih beberapa helai daun sirih lalu mengolesi permukaannya dengan minyak kelapa. Kemudian hangatkan dekat perapian sampai hangat dan layu lalu tempel di seputar payudara.

Bau badan
Beberapa lembar daun sirih direndam dalam satu gelas air panas. Setelah hangat campur dengan satu sendok teh gula lalu diminum.

Bau ketiak
Selembar daun sirih dicampur kapur, remas-remas lalu oleskan pada ketiak agar baunya hilang.

Bau mulut
Beberapa lembar daun sirih dicuci bersih lalu diremas dan kemudian celupkan ke air hangat untuk berkumur.

Luka bakar
Cuci, peras, dan tumbuk beberapa helai daun sirih lalu tempelkan pada luka.

Barusuh/Sariawan
Cuci bersih daun sirih lalu kunyah sampai lumat dan buang ampasnya setelah selesai

Keputihan
Sejumlah10-12 helai daun sirih direbus dalam 2,5 liter air hingga mendidih. Apabila telah hangat, air rebusannya gunakan untuk mencuci vagina.

Mata gatal dan merah
Cuci bersih 5-6 helai daun sirih muda lalu rebus dengan dua gelas air sampai mendidih. Selanjutnya, diamkan hingga menjadi dingin dan gunakan untuk mencuci mata sejumlah tiga kali dalam satu hari pada pagi, sore, dan malam hari.

Koreng
Rebus 10-20 helai daun sirih hingga mendidih dan ketika telah menjadi hangat gunakan untuk membasuh koreng.

Gusi berdarah
Rebus beberapa helai daun sirih dalam dua gelas air lalu gunakan untuk berkumur.

Katarak
Seduh daun sirih dengan air panas dan setelah dingin teteskan pada mata.

Merapatkan daerah kewanitaan
Beberapa lembar daun sirih direbus dengan 2-4 gelas air hingga tinggal 1,5 gelas saja. Setelah agak hangat, saring rebusan sirih tersebut dan minum pada pagi hari sebelum sarapan.

Gatal-gatal
Tumbuk halus tujuh helai daun sirih, jukut bau, apu, kimanila, dan pucuk peuteuy lalu balurkan pada bagian yang gatal.

Foto: https://www.essentialoilscompany.com/products/betel-leaf-oil?variant=32065555651

Mengkudu

Mengkudu (Morinda citrifolis) adalah tumbuhan perdu yang dapat hidup pada dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan air laut. Pohon yang dapat tumbuh di mana saja ini tingginya antara 3-8 meter. Buahnya bersifat majemuk yang tumbuh banyak dalam tiap ranting. Buah yang masih muda berwarna hijau dengan bintik-bintik di seluruh bagian luarnya. Bila telah masak, warna buah menjadi putih, kuning atau kecoklatan berbintik hitam dan berbau tidak sedap.

Namun walau berbau tidak sedap dan rasanya tidak enak, buah mengkudu banyak mengandung senyawa yang berkhasiat bagi tubuh. Sedikitnya ada belasan senyawa yang terdapat dalam buah mengkudu, yaitu: aerta yaitu senyawa aktif yang merangsang pineal untuk mengeluarkan serotonin dan endorphin dalam tubuh; antiseptik dan antibakteria pathogen (Eschericia colli, Salmonella, Staphylococcus aureus); nutrisi (protein, vitamin, mineral); selenium sebagai antikoksidan untuk sistem kekebalan tubuh; terpenoid yang membantu proses sintesis organik dan pemulihan sel-sel tubuh; scolopetin sebagai antiperadangan dan antialergi; xeronine berfungsi sebagai pengatur dan pengendali fungsi protein dalam tiap sel tubuh; Salmonella montivideo, S. scotmuelleri, S. Typhi, Shigella dusenteriae, S. Flexnerii, S. Pradysenteriae, dan Staphylococcus yang dapat mematikan bakteri-bakteri penyebab infeksi; dan senyawa bermanfaat lainnya (plant sterois, alizarin, lycine, sosium, caprylic acid, arginine, proxeronine, antra quinines, trace elemens, phenylalanine, magnesium).

Seluruh senyawa tersebut dipercaya dapat mengobati berbagai macam penyakit. Berikut adalah cara pengolahan secara tradisional buah dan daun mengkudu dalam mengobati suatu penyakit.

Sakit perut
Tumbuk halus beberapa helai daun mengkudu lalu ditambah sedikit garam dan seduh hingga panas. Setelah dingin saring ampasnya dan airnya diminum.

Demam
Tumbuk halus buah mengkudu bersama kencur lalu rebus dalam dua gelas air hingga tersisa satu gelas saja. Setelah dingin atau hangat, saring ampasnya dan minum airnya pada pagi dan sore hari.

Darah tinggi
Sebanyak dua buah mengkudu masak diperas untuk diambil airnya, kemudian aduk bersama satu sendok makan madu, saring dan minum setiap dua hari sekali.

Sisik pada kaki atau betis
Cuci bersih buah mengkudu lalu gosokkan pada kaki atau betis yang bersisik. Kemudian diamkan selama 10-15 menit agar sari buah mengkudu meresap dalam kulit lalu basuh dengan air hangat.

Kegemukan
Beberapa buah mengkudu ditumbuk halus lalu tambahkan sedikit madu dan minum sekitar 30 menit sebelum makan. Guna mengkudu adalah untuk membatasi penyerapan lemak dalam darah yang berasal dari makanan.

Batuk
Cuci bersih sebuah mengkudu dan setengah genggam daun poo (bujanggut) lalu rebus dalam dua gelas air hingga mendidih dan hanya menyisakan satu gelas saja. Selanjutnya, saring air rebusan tersebut dan minum pada pagi dan sore hari.

Sakit kuning
Sejumlah dua buah mengkudu masak diperas untuk diambil airnya, kemudian aduk bersama sebongkah kecil gula batu dan satu sendok makan madu. Setelah rata tercampur, saring dan minum setiap dua hari sekali.

Kencing manis
Buah mengkudu dipendam atau diperam dalam beras dan apabila sudah matang dapat langsung dimakan atau ditaburi gula pasir/garam untuk mengurangi rasanya yang tidak enak.

Mengecilkan rahim
Pasca melahirkan rahim seorang perempuan akan terlihat melar atau membesar. Untuk mengatasinya dapat menggunakan beberapa lembar daun mengkudu muda yang direbus sebagai lalapan atau mengukusnya lalu dibalutkan pada bagian perut selama kurang lebih 12 jam.

Foto: https://www.kompasiana.com/newgodokindonesia/5a6984cadcad5b676c56ef82/manfaat-mengkudu-memang-sangat-luar-biasa

Bujang Katak

(Cerita Rakyat Daerah Bengkulu)

Alkisah, ada seorang perempuan tua yang hidup sebatang kara. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dia bekerja sebagai peladang di tanah peninggalan milik orang tuanya. Namun karena usia telah lanjut, Sang perempuan tua tidak dapat bekerja penuh di ladang sebagaimana orang-orang di desanya. Sebagian besar waktu hanya dia gunakan untuk beristirahat di teras maupun di dalam rumah.

Suatu hari, di kala sedang beristirahat dia berangan ingin memiliki seorang anak laki-laki. Pikirnya, bila memiliki anak laki-laki tentu dapat membantu pekerjaannya di ladang. Tak masalah rupa dan penampilan fisik anak tersebut menyerupai katak sekalipun. Yang penting dia dapat bekerja dengan rajin di ladang serta patuh terhadapnya.

Rupanya angan-angan sekaligus harapannya didengar oleh Langit. Hanya dalam waktu beberapa minggu saja di dalam perutnya terasa ada yang aneh. Seiring waktu perut tadi semakin membesar menandakan tengah mengandung. Para tetangga yang melihat menjadi gempar, sebab seumur hidup Sang perempuan tua belum pernah menikah. Mereka menjadi curiga kalau dia telah melakukan perbuatan asusila dengan laki-laki yang belum menjadi suami.

Kecurigaan semakin bertambah kuat ketika ada beberapa di antara mereka yang memberi “bumbu” pada cerita tentang asal-usul kehamilan Sang perempuan tua. Akibatnya, banyak penduduk kampung menjadi terpancing mendatangi gubuk reot Sang perempuan tua untuk mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Mereka khawatir apabila dibiarkan akan menimbulkan malapetaka bagi seisi kampung.

Namun baru sampai di muka gubuk, dari dalam terdengar suara tangisan. Dia telah melahirkan seorang bayi. Orang-orang pun langsung merangsek ke dalam gubuk untuk mengetahui kondisi bayi beserta ibunya. Di sana mereka melihat seorang bayi laki-laki sehat dengan ukuran dan bentuk tubuh yang sangat aneh (menyerupai seekor katak).

Melihat kondisi fisik si bayi yang tidak lazim, sontak saja sebagian besar dari mereka terperanjat. Muncullah lagi prasangka-prasangka negatif yang berujung ejekan, cemoohan, dan bahkan bahan tertawaan karena mengira Sang perempuan tua telah berhubungan dengan seekor katak sehingga anak yang dihasilkan mirip seperti katak.

Berbagai perkataan miring tadi tidak dihiraukan. Dia tetap menyayangi serta merawat bayinya dengan sepenuh hati. Baginya, sang bayi merupakan sebuah anugerah dari Langit yang harus disyukuri. Dia tidak menyesal bila angan-angannya ingin memiliki anak walau berbentuk menyerupai katak rupanya dikabulkan.

Seiring waktu Sang bayi tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Dalam bergaul walau memiliki bentuk tubuh aneh, dia tidak dikucilkan oleh teman-teman sebayanya. Mereka memanggilnya dengan sebutan Bujang Katak karena tubuhnya menyerupai seekor katak.

Ketika dewasa, pada suatu kesempatan Sang ibu bercerita tentang Raja mereka yang memiliki tujuh orang putri cantik jelita. Tanpa disangka, Bujang Katak mengatakan pada ibunya bahwa ingin mempersunting salah seorang dari mereka. Hal ini tentu saja membuat Sang ibu terkejut lalu menjelaskan bahwa Bujang Katak bukanlah padanan para putri tersebut. Bujang Katak hanyalah rakyat kebanyakan sementara mereka adalah para bangsawan yang mempunyai status sangat tinggi dalam masyarakat. Tetapi karena terus memaksa, terpaksa Sang ibu menuruti walau dalam hati merasa pesimis akan disambut baik oleh Raja.

Keesokan hari, pagi-pagi sekali mereka telah berangkat menuju kerajaan. Awalnya mereka disambut ramah oleh Raja beserta para putrinya karena melihat penampilan fisik Bujang Katak yang ajaib. Tetapi keramahan beralih menjadi kemarahan dan cacian dari para putri raja ketika Sang Ibu memberanikan diri melamar salah seorang dari mereka untuk diperistri Bujang Katak. Bahkan sebagian besar mereka meludah di depan anak-beranak tadi sambil memalingkan muka pertanda jijik. Hanya Sang putri bungsu yang merasa kasihan tetapi hanya berdiam diri tidak berbuat apa-apa.

Merasa masih ada harapan (dari putri bungsu), hari berikutnya anak-beranak itu datang lagi ke istana. Kali ini “sambutan” yang mereka dapatkan bukanlah amarah serta cacian, melainkan tertawaan dari segenap penghuni istana. Raja yang juga ikut mentertawakan lalu membuat siasat agar Bujang Katak beserta ibunya jera. Dia akan menikahkan salah seorang putrinya dengan Bujang Katak bila sanggup membuat sebuah jembatan emas dari gubuknya hingga ke istana hanya dalam waktu satu minggu. Sebuah syarat yang sangat mustahil dapat dipenuhi oleh manusia biasa.

Anehnya, setelah mendengar persyaratan tersebut Bujang Katak langsung menyanggupi. Dan, dengan raut muka masih terlihat datar dia meminta izin untuk pulang kembali ke gubuk guna mempersiapkannya. Sesampai di rumah, tanpa berganti pakaian dia pergi lagi ke suatu tempat untuk bertapa. Adapun tujuannya adalah mencari “wangsit” agar dapat membuat jembatan emas.

Namun, setelah bertapa selama enam hari enam malam, belum juga muncul tanda-tanda turunnya wangsit. Baru pada hari ketujuh secara perlahan tubuhnya mengeluarkan sinar berwarna keemasan. Bersamaan dengan itu, kulit tubuh yang berbentuk menyerupai katak secara perlahan pula mulai mengelupas hingga menampakkan wujud asli berupa seorang pemuda nan tampan dan gagah. Sementara kulit yang mengelupas tadi secara ajaib berubah menjadi batangan-batangan emas berjumlah ratusan ribu buah. Selanjutnya, batangan-batangan emas tadi dia susun sedemikian rupa membentuk sebuah jembatan mulai dari depan gubuk hingga ke istana raja.

Sang raja yang melihat ada sebuah jembatan emas di depan pintu istana tentu saja kaget bukan kepalang. Dia tidak menyangka kalau syarat mustahil yang diajukan ternyata dapat dipenuhi tepat waktu. Sebagai konsekuensinya, dia terpaksa harus menepati janji untuk menikahkan salah seorang putrinya dengan Bujang Katak. Dia lalu memerintah salah seorang penjaga memanggil Bujang Katak beserta ibunya datang ke istana.

Setelah mereka datang, giliran para putri raja yang terkejut sekaligus terkesima melihat ketampanan dan kegagahan Bujang Katak. Masing-masing berusaha tebar pesona agar dipilih menjadi isteri Sang Bujang. Namun, hati Bujang Katak telah tertambat pada Putri Bungsu yang tidak ikut menghina ketika tubuhnya masih berbentuk menyerupai katak. Selain itu, di antara para saudarinya Putri bungsulah yang memiliki paras paling cantik serta tubuh indah mempesona.

Singkat cerita, Bujang Katak memilih Putri bungsu sebagai calon pendampingnya. Pernikahan dilangsungkan secara meriah selama tujuh hari tujuh malam dengan dihadiri segenap rakyat kerajaan. Mereka pun hidup bahagia hingga akhir hayat.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Putri Gading Cempaka

(Cerita Rakyat Daerah Bengkulu)

Alkisah, di daerah Bengkulu Tinggi pernah ada sebuah kerajaan bernama Sungai Serut. Adapun pendiri yang sekaligus sebagai raja pertama adalah Ratu Agung, seorang pangeran dari Kerajaan Majapahit. Dia memerintah dengan arif dan bijaksana, sehingga oleh rakyat dianggap sebagai penjelmaan dewa yang turun ke Gunung Bungkuk untuk mengatur kehidupan di bumi. Seluruh rakyat tunduk dan patuh padanya, tidak terkecuali orang-orang dari Rejang Sawah yang mayoritas berperawakan tinggi-besar.

Ratu Agung dikaruniai enam orang putra bernama Kelamba Api (Raden Cilik), Manuk Mincur, Lemang Batu, Tajuk Rompong, Rindang Papan, Anak Dalam, serta seorang puteri (bungsu) bernama Gading Cempaka. Sang Putri memiliki perawakan sempurna layaknya bidadari (paras cantik jelita, tubuh tinggi semampai, dan rambut bak mayang terurai). Kesempurnaan tubuh inilah yang membuat Kerajaan Sungai Serut menjadi terkenal di mana-mana. Banyak pangeran dari negeri lain yang datang hanya untuk melihat kecantikan Gading Cempaka. Bahkan, ada di antara mereka yang mencoba melamar namun selalu ditolak dengan cara halus.

Suatu hari, Ratu Agung jatuh sakit. Sudah belasan tabib didatangkan guna mengobati, tetapi penyakitnya tidak kunjung sembuh dan malah bertambah parah. Ratu Agung pun sadar bahwa usianya mungkin tidak lama lagi. Oleh karena itu, dia lalu memerintah orang kepercayaannya mengumpulkan ketujuh orang anak-anaknya guna menyampaikan wasiat.

Setelah mereka berkumpul, tak ingin mengulur waktu Ratu Agung langsung menitipkan dua buah wasiat. Pertama, bila meninggal tahta kerajaan akan diserahkan kepada Anak Dalam yang dia anggap dapat menjunjung tinggi rasa keadilan, kedamaian, dan ketenteraman negeri. Sedangkan wasiat terakhir, adik-beradik tadi diperintahkan menyingkir ke Gunung Bungkuk apabila Kerajaan Sungai Serut ditimpa musibah besar. Di sanalah nanti akan datang seorang raja yang menjadi jodoh Putri Gading Cempaka sekaligus membawa mereka kembali ke Sungai Serut.

Usai mengutarakan wasiat, tidak lama berselang Ratu Agung wafat. Seluruh rakyat kerajaan berduka. Berbondong-bondong mereka datang ke kerajaan untuk memberikan penghormatan sekaligus menghantarkan Ratu Agung ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

Setelah Ratu Agung dimakamkan, beberapa waktu kemudian Anak Dalam dinobatkan sebagai raja guna mengisi kekosongan kepemimpinan di Kerajaan Sungai Serut. Dan sama seperti ayahandanya, Anak Dalam memimpin dengan adil dan bijaksana sehingga rakyat hidup makmur sejahtera. Kerajaan semakin berkembang, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun budaya. Banyak bangsawan dari kerajaan lain datang untuk belajar bagaimana Anak Dalam mengelola kerajaan.

Salah satunya adalah putra mahkota Kerajaan Aceh yang bernama Pangeran Raja Muda Aceh. Namun, ketika bertemu dengan keluarga kerajaan, terutama Putri Gading Cempaka, niat semula langsung berubah. Dia jatuh hati dan ingin mempersunting Sang Putri. Sekembalinya dari Sungai Serut dia mengutus beberapa penasihatnya guna melamar Putri Gading Cempaka.

Tanpa disangka pinangan Pangeran Raja Muda Aceh ditolak oleh Raja Anak Dalam. Dia tidak memberikan penjelasan apa pun pada para penasehat Sang Pangeran berkaitan dengan penolakan tersebut. Hal ini tentu memuat mereka terkejut dan agak marah, namun tidak dapat berbuat apa-apa selain pulang dengan tangan hampa. Bagi mereka, hanya Pangeran Raja Muda Acehlah yang dapat memutuskan tindakan selanjutnya.

Ketika penolakan pinangan dari Raja Anak Dalam mereka sampaikan, Sang Pangeran langsung murka. Bagi Sang Pangeran penolakan tersebut merupakan suatu penghinaan besar. Oleh karena itu, dia lalu memerintah para penasihatnya kembali lagi menemui Raja Anak Dalam bukan untuk bernegosiasi ulang mengenai pinangan melainkan menyatakan perang.

Raja Anak Dalam yang telah menduga akan ada akibat di balik keputusan menolak pinangan Sang Pangeran pada Gading Cempaka tidak merasa terkejut ketika para penasihat mendatanginya lagi. Bahkan, ketika mereka mengutarakan niat Pangeran Raja Muda Aceh untuk berperang, Raja Anak Dalam menanggapinya dengan tenang. Tantangan diterima dan tanpa basa-basi langsung menanyakan kapan waktu yang tepat dimulainya peperangan.

Pada hari yang telah ditentukan, terjadilah perang besar antara Kerajaan Aceh dengan Sungai Serut. Perang berlangsung hingga berhari-hari dengan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Mayat mereka bergelimpangan di mana-mana tanpa ada yang mengurusi hingga akhirnya membusuk dan berbau sangat menyengat.

Merasa terdesak serta tidak tahan melihat rakyat menjadi korban, Raja Anak Dalam bersama saudara-saudaranya memutuskan menyingkir ke Gunung Bungkuk. Mereka sepakat menjalankan wasiat kedua dari Ratu Agung yang memerintahkan agar mengungsi ke Gunung Bungkuk apabila ada suatu kejadian luar biasa melanda Sungai Serut.

Sepeninggal Raja Anak Dalam beserta kaum kerabatnya ke Gunung Bungkuk, Kerajaan Sungai Serut menjadi kosong. Pangeran Raja Muda Aceh yang dengan mudah masuk ke dalam istana menjadi kecewa karena tidak dapat menemukan Putri Gading Cempaka. Dia lalu memerintahkan seluruh prajurtinya menuju dermaga dan kembali ke Aceh.

Beberapa bulan kemudian datanglah empat orang bangsawan Lebong Balik Bukit ke bekas Kerajaan Sungai Serut yang ditinggalkan penghuninya. Keempatnya kemudian bersepakat menjadi penguasa di tempat itu. Seiring waktu, masing-masing berambisi menjadi penguasa tunggal sehingga terjadilah pertikaian. Namun, sebelum terjadi pertumbahan darah datanglah seorang pendamai bernama Maharaja Sakti. Dia adalah utusan Maharaja Diraja, penguasa Kerajaan Pagaruyung.

Maharaja Sakti berhasil mendamaikan dan bahkan menguasai keempatnya. Para bangsawan yang bertikai tadi malah bersepakat mengangkatnya menjadi raja di bekas Kerajaan Sungai Serut yang namanya diubah menjadi Bangkahulu. Ketika akan dinobatkan dalam sebuah upacara adat, tiba-tiba langit menjadi sangat gelap dan tidak lama kemudian turun hujan lebat disertai angin kencang.

Malam harinya, Maharaja Sakti bermimpi melihat sesosok bidadari menari di tengah hujan badai dengan pakaian tetap kering. Sang bidadari menari lemah gemulai selama beberapa saat sebelum terbang menuju Gunung Bungkuk. Maharaja Sakti yang menyaksikan kejadian itu hanya terpana tanpa dapat berkata apa-apa.

Saat terjaga dari tidur, dia langsung menceritakan perihal mimpinya itu pada keempat bangsawan yang mengangkatnya menjadi raja. Tetapi karena keempatnya bukanlah peramal atau ahli nujum, tidak ada seorang pun yang dapat menafsirkan mimpi Maharaja Sakti. Oleh karena itu, mereka lalu mendatangkan seorang ahli nujum yang memiliki keahlian khusus dalam menafsirkan mimpi.

Hasil tafsiran Sang ahli nujum menyatakan bahwa bidadari yang dilihat dalam mimpi Maharaja Sakti tidak lain adalah Putri Gading Cempaka. Dia adalah anak bungsu dari penguasa Kerajaan Sungai Serut yang sekarang telah menjadi wilayah kekuasaan Maharaja Sakti. Sang Putri bersama kaum kerabatnya mengungsi ke Gunung Bungkuk akibat diserang oleh Kerajaan Aceh.

Selain memaparkan sosok Putri Gading Cempaka, Sang ahli nujum juga memberi sedikit “pencerahan” agar Maharaja Sakti mau meminangnya. Ramalan Sang ahli nujum, apabila Maharaja Saki dan Putri Gading Cempaka bersama dalam sebuah ikatan perkawinan, maka Kerajaan Bangkahulu akan menjadi sangat kuat hingga beberapa generasi.

Ramalan Sang ahli nujum rupanya mengena di hati Maharaja Sakti. Dia lalu mengutus keempat bangsawan menuju Gunung Bungkuk untuk menyampaikan pinangan pada Putri Gading Cempaka. Tanpa disangka pinangan diterima oleh Raja Anak Dalam yang masih memegang teguh wasiat ratu agung tentang kedatangan seorang raja yang akan meminang Putri serta membawa mereka kembali ke Sungai Serut.

Singkat cerita, Maharaja Sakti menikah dengan Putri Gading Cempaka di Bangkahulu. Setelah menikah Maharaja Sakti membangun sebuah istana baru nan indah dan megah di daerah Kuala Sungai Lemau. Dan, karena pusat pemerintahan juga dialihkan ke Kuala Sungai Lemau, maka nama kerajaan kemudian diganti menjadi Sungai Lemau.

Diceritakan kembali oleh Gufron

Kunyit

Kunyit (Curcuma longa linn.) termasuk dalam tumbuhan semak berakar serabut dengan tinggi dapat mencapai sekitar 70 centimeter. Batangnya semu, tegak, bulat membentuk rimpang dan berwarna hijau kekuningan. Daun kunyit berbentuk tunggal, lanset memanjang sekitar 20-40 centimeter dengan bagian ujung-pangkal meruncing, lebar 8-13 centimeter, pertulangan menyirip dan warna hijau pucat. Bunganya majemuk, berambut, bersisik, kelopak silindris bercangap tiga dan berwarna putih keunguan.

Kunyit memiliki kandungan zat kimia bermanfaat, seperti: kurkuminoid (curcumin, dihidrokurkumin, desmetoksikurkumin, bisdesmetoksikurkumin), seskuiterpen, fenilpropana turmeron (aril-turmeron,alpha turmeron, beta turmeron), kurlon kurkumol, atlanton, sisabelon, seskuifellandren, zingiberin, aril kurkumen, humulen, arabinosa, fruktosa, glukosa, tanin, dammar, dan mineral (magnesium, mangan, kalsium, natrium, kalium, timbal, seng, kobalt, alumunium). Seluruh zat kimia tersebut dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Berikut adalah beberapa cara pengolahan kunyit dalam mengibati suatu penyakit.

Sariawan
Tumbuk kunyit hingga halus lalu campur dengan air teh dan oleskan pada bagian bibir atau mulut yang terkena sariawan.

Cacar air
Cuci bersih kunyit lalu iris tipis-tipis dan rebus dengan beberapa gelas air. Ketika mulai muncul gelembung udara, masukkan beberapa helai daun sirih dan tunggu hingga benar-benar mendidih. Minum dalam keadaan hangat 2-3 kali sehari sejumlah satu cangkir. Selain diminum, ada juga yang digunakan sebagai obat luar dengan menumbuknya bersama asam kawak sampai halus. Campur adonan tersebut dengan sedikit minyak kelapa dan oleskan pada permukaan cacar agar dingin.

Diare
Tumbuk halus satu rimpang kunyit lalu tempelkan pada bagian pusar selama 1-2 jam.

Nyeri haid
Tumbuk sejumlah tiga ruas kunyit bersama dengan gambir dan daun seureuh lalu tambahkan sedikit air agar menjadi seperti bubur. Selanjutnya, saring ramuan tersebut menggunakan penyaring atau kain bersih untuk diambil airnya sebagai obat.

Jengjeriheun
Cuci bersih, parut dan beri sedikit air beberapa rimpang kunyit. Selanjutnya, campur dengan tumbukan daun baluntas dan sedikit air asam untuk diminum.

Demam
Rimpang kunyit diparut, beri sedikit air dan peras. Sebelum diminum, tambahkan sedikit madu dan sebuah kuning telur ayam kampung.

Kencing manis
Cuci bersih dan iris tipis rimpang kunyit lalu beri setengah sendok teh garam dan rebus dengan satu liter air. Setelah mendidih, saring, dinginkan dan minum setiap hari sebanyak setengah gelas.

Borok
Sehelai daun kunyit oles dengan minyak kelapa dan panggang hingga hangat dan layu lalu tempelkan pada borok.

Batuk
Parut kunyit dan jahe lalu seduh dengan air. Saring dan tambahkan gula batu serta air jeruk nipis untuk diminum dua kali sehari.

Jerawat
Kunyit seukuran ibu jari dicuci, iris halus, dan seduh dengan segelas air. Ketika akan diminum tambahkan sesendok gula pasir agar tidak pahit.

Sembelit
Lumatkan kunyit seukuran ibu jari lalu rebus dengan segelas air. Setelah mendidih diamkan selama lima menit kemudian saring dan tambahkan segenggam daun asam segar. Ramuan harus diminum sekaligus sampai habis.

Gatal-gatal
Bakar sekelingking kunyit dan kemiri lalu lumatkan sampai halus. Ramuan dapat dioleskan pada bagian yang gatal sebanyak dua kali dalam sehari.

Keputihan
Rimpang kunyit dicuci bersih, parut serta beri sedikit air. Selanjutnya, tumbuk halus beberapa helai daun beluntas serta beri sedikit air asam dan gula aren. Campurkan kedua larutan tersebut untuk diminum sebelum tidur.

Kurang darah
Kunyit dicuci bersih, parut, beri sedikit air, dan peras. Campur perasan kunyit tadi dengan madu dan telur ayam kampung lalu kocok sampai merata untuk diminum. Dosisnya dua kali dalam sehari.

Foto: http://medan.tribunnews.com/2017/11/06/mengejutkan-ternyata-ini-salah-satu-manfaat-kunyit-yang-sering-kita-lupakan

Katuk

Katuk atau Sauropus androginus termasuk dalam tumbuhan perdu dengan tinggi antara 1-2 meter. Batangnya tegak bercabang jarang, berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua menjadi kelabu keputihan. Bunga katuk berkelopak keras berwarna putih kemerahan. Buahnya bulat kecil berwarna putih yang di dalamnya terdapat biji beruang empat. Tumbuhan yang dapat hidup dari dataran rendah hingga ketinggian 1.200 meter di atas permukaan air laut ini banyak mengandung bahan-bahan berkhasiat bagi tubuh, yaitu: protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, dan vitamin (A, B, C), eter, alifatik, monometil suksinat, asam benzoat, asam 2-fenilmalonat, terbutol, 2-propagiloksan, asam palmitat, efedrin, metil piroglutamat, dan eikosanoid.

Dalam dunia pengobatan tradisional di beberapa daerah Nusantara, pohon katuk (terutama bagian daunnya) banyak dimanfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Berikut adalah beberapa cara pengolahan daun katuk dalam mengobati suatu penyakit.

1. Sembelit
Rebus sejumlah daun katuk selama sekitar sepuluh menit lalu saring. Air rebusan diminum dua kali sedengan dosis sekitar 100 ml untuk sekali minum.

2. Sulit buang air kecil
Cuci bersih daun katuk lalu rebus dan airnya diminum secara teratur pada pagi dan sore hari.

3. Memperlancar asi
Daun katuk dapat digunakan untuk memperbanyak serta memperlancar keluarnya air susu. Adapun caranya adalah dengan mengkonsumsi daun katuk setiap hari, baik sebagai sayur maupun lalapan atau menumbuknya bersama dengan pegagan, rimpang temulawak, dan rimpang kunyit sambil beri air matang sedikit demi sedikit sebanyak satu gelas. Aduk terlebih dahulu saat hendak diminum dan bila perlu tambahkan sedikit madu atau gula aren dan perasan jeruk nipis. Dosisnya satu kali sehari hingga asi lancar.

4. Borok
Cuci bersih daun katuk lalu tumbuk hingga halus dan tempelkan pada bagian yang terkena borok.

5. Bisul
Sama seperti mengobati borok, pengobatan bisul juga cukup dengan mencuci dan menumbuk daun katuk hingga halus lalu tempelkan bagian yang terkena bisul

6. Menghilangkan bekas jerawat
Beberapa lembar daun katuk muda ditumbuk hingga halus dan oleskan pada bagian flek bekas jerawat. Lakukan setiap pagi dan malam hari hingga flek hitam memudar atau hilang.

Foto: https://en.wikipedia.org/wiki/Sauropus_androgynus

Kemangi

Kemangi atau dalam bahasa latinnya disebut Ocinumbassilum ferina citratum/Ocinum cannum merupakan tumbuhan yang termasuk dalam famili Ocinaceae. Tumbuhan yang kerap dijadikan sebagai bumbu masak dan lalapan karena memiliki aroma khas ini berbentuk perdu dengan tinggi dapat mencapai sekitar 100 centimeter. Daunnya panjang, tegak, berbentuk taji atau bulat telur, berwarna hijau muda. Ujung daun bisa tumpul atau bisa juga tajam dengan panjang mencapai 5 centimeter. Sementara bunganya tersusun di tandan yang tegak dan dapat hidup pada dataran rendah hingga ketinggian 500 meter di atas permukaan air laut.

Selain sebagai bumbu masak dan lalapan, kemangi juga dijadikan tanaman obat karena mengandung berbagai macam senyawa berkhasiat, seperti: anetol, apigenin, fosfor, kolagen, Kalsium, asam askorbat, asam kafeat, betakarotin, ß-sitosterol, ß-sitosterol, eskuletin, minyak astiri, eriodiktiol, eskulin, estragol, faenesol, histidin, magnesium, rutin, tanin. Betakarotin berperan mendukung fungsi pengelihatan, meningkatkan respon antibodi, mendukung proses pertumbuhan, dan antioksidan.

Senyawa-senyawa kimia tersebut memiliki fungsi dan peran masing-masing bagi tubuh manusia. Misalnya, kalsium berperan dalam pembentukan dan pertumbuhan tulang, transmisi impuls saraf, membantu kontraksi otot, dan mengaktifkan reaksi enzim. Fosfor berperan dalam membantu penyerapan dan transportasi gizi serta mengatur keseimbangan asam dan basa. Magnesium membantu merilekskan jantung dan pembulu darah serta memperlancar aliran darah. Kolagen berfungsi memengaruhi integritas struktur sel di semua jaringat ikat. Eugenol dan flavonoid berperan sebagai antioksidan yang dapat menetralkan radikal bebas dan kolesterol. Arninin berfungsi untuk memperkuat daya tahan sperma dan mencegah kemandulan. Senyawa anetol dan boron berfungsi sebagai penjaga kesehatan reproduksi pria dan wanita, merangsang kerja hormon estrogen dan androgen, serta mencegah pengeroposan tulang. Dan, minyak atsiri berfungsi menangkal infeksi akibat virus Basillus subtilis, Samonella paratyphi, proteus vulgaris, serta mencegah pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus, Salmonella enteritidis, dan Escherichia coli. Berikut adalah beberapa cara pengolahan kemangi dalam mengobati suatu penyakit

Bau badan
Tumbuk halus daun, biji, dan akar kemangi lalu seduh dengan air gula aren secukupnya. Minum air seduhan tersebut pada pagi dan malam hari.

Masuk angin
Oleskan rebusan daun kemangi bersama bawang merah dan minyak kelapa pada bagian perut, dada, dan punggung.

Demam
Seduh satu sendok makan daun kemangi dengan setengah cangkir air dan bila perlu tambahkan madu sebelum diminum.

Sariawan
Mengunyak 3-5 lembar daun kemangi selama beberapa menit pada pagi, siang, dan malam hari.
Bau mulut
Ada dua cara menghilangkan bau mulut dengan menggunakan kemangi. Cara pertama adalah memakan kemangi sebagai lalapan, sedangkan cara kedua membersihkan daun, biji dan akar kemangi lalu seduh dengan air panas. Seteah hangat campur dengan gula merah agar tidak terlalu pahit.

Panu
Tumbuk halus daun kemangi lalu beri sedikit kapur sirih untuk selanjutnya dioleskan ke bagian yang terkena panu.

Kutil
Cara mengobatimya adalah dengan menggosokkan beberapa helai daun kemangi pada kutil secara teratur di pagi dan sore hari.

Mual
Seduh satu sendok makan daun kemangi dengan setengah cangkir air dan bila perlu tambahkan madu sebelum diminum.

Foto: http://manaberita.com/2018/06/selain-enak-jadi-lalapan-inilah-manfaat-daun-kemangi-untuk-kulit/

Tedhak Siten, Upacara Turun Tanah Masyarakat Jawa

Secara etimologis Tedhak Siten berasal dari kata “tedhak” yang berarti kaki atau langkah dan “siten” (asal kata “siti”) berarti tanah. Jadi, tedhak siten dapat diartikan sebagai kaki yang mulai melangkah di tanah, sebuah upacara lingkaran hidup bagi seorang bayi yang baru berusia 7 lapan atau 245 hari (Adarrma, 2018). Upacara ini menurut Hambali (2016) umum dilakukan oleh masyarakat Jawa dengan berbagai tujuan, di antaranya: sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena sang anak akan mulai belajar berjalan, upaya memperkenalkan anak pada lingkungan sekitar, dan perwujudan dari pepatah Ibu Pertiwi Bopo Angkoso yang berarti bumi adalah ibu dan langit adalah Bapak.

Waktu dan Tempat Upacara
Sebagaimana upacara tradisional pada umumnya, tedhak siten juga dilakukan secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui adalah sebagai berikut: (1) tedhak juadah pitung warna; (2) mudhun tangga tebu; (3) kurungan; (4) sebar udhik-udhik; dan (5) siraman. Adapun tempat pelaksanaannya dilakukan di halaman rumah pada pagi hari, bertepatan dengan weton anak yang akan diupacarakan. Priherdityo (2016), mendefinisikan weton sebagai perayaan hari kelahiran berdasarkan hitungan hari dalam kalender Jawa yang merupakan gabungan dari kalender Islam dan pasaran Jawa. Kalender Jawa sendiri adalah gabungan dari kalender Saka, Kalender Islan, dan Kalender Julian yang dibawa bangsa Barat. Kalender ini terdiri dari tujuh hari mulai Ahad hingga Sabtu; lima hari pasaran; rata-rata 30 hari dalam sebulan; dan 12 bulan dalam satu tahun.

Perlengkapan Upacara
Sebagai sebuah upacara yang dilaksanakan secara berurutan, tedhak siten tentu saja memerlukan peralatan dan perlengkapan untuk menunjang kelancaran prosesinya. Adapun peralatan dan perlengkapan tersebut, diantaranya: (1) jenang atau bubur merah-putih, jenang baro-baro, dan jenang putih yang ditaburi parutan kelapa serta irisan gula merah; (2) jajanan pasar berupa bikang, kacang rebus, bugis, kue lapis, nagasari, dan lain sebagainya; (3) kembang setaman (mawar, melati, kenanga dan lain sebagainya berjumlah tujuh rupa); (4) batang tebu arjuna atau tebu wulung untuk digunakan sebagai tangga; (5) banyu gege atau air yang semalaman didiamkan di tempat terbuka; (6) nasi tumpeng lengkap beserta gudhangannya; (7) undhik-undhik atau nasi yang diberi pewarna berbahan kunyit. Di dalam nasi nantinya akan diisi uang logam; (8) ayam panggang yang nantinya akan diikatkan pada tangga tebu; (9) pisang satu lirang; (10) juadah (penganan terbuat dari beras ketan dicampur dengan garam dan kelapa muda yang dikukus, dihaluskan dan dicetak) yang diberi pewarna merah, hitam, kuning, biru, putih, merah muda, dan ungu; (11) kurungan ayam yang diberi hiasan kertas warna-warni. Di dalam kurungan diletakkan seperti kalung, helang, alat tulis, buku, mainan, beras, peralatan hias, uang kertan dan lain sebagainya) (id.theasianparent.com).

Jalannya Upacara
Upacara tedhak siten diawali dengan tedhak juadah pitung warna, yaitu membimbing anak yang akan diupacarakan menginjakkan kaki ke tanah lalu berjalan di atas tujuh buah juadah (atau bubur) berwarna hitam, merah, biru, hitam, kuning, merah muda, ungu, dan putih (dari warna gelap ke terang) sebagai simbol jalan keluar atau titik terang dari setiap masalah yang kelak menghadang (suaramerdeka.com). Sedangkan jumlah warnanya (tujuh buah/pitu) merupakan simbol agar mendapat pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa selama sang anak menjalani kehidupannya (id.theasianparent.com).

Selanjutnya, mudhun tangga tebu dengan menuntun Sang anak menaik-turuni tujuh buah anak tangga tebu arjuna (wulung atau ireng) yang dibuat khusus untuk upacara. Maksud yang terkandung dalam makna simbolik dari menaik-turuni tangga tebu ini menurut jogjasiana.net adalah agar anak memiliki kemantapan hati dalam bertindak layaknya Sang Arjuna yang bertanggung jawab, selalu membela kebenaran, dan berbakti pada bangsa dan negara.

Kemudian, Sang anak dimasukkan ke dalam sebuah kurungan ayam berhias janur dan kertas berwarna-warni. Di dalam kurungan disediakan berbagai macam benda sebagai simbol berbagai macam pekerjaan, seperti: kapas, cermin, buku, kalung, dompet, cincin, uang, alat tulis, padi, dan lain sebagainya. Ketika telah berada di kurungan anak akan dibiarkan mengambil atau memilih benda-benda yang disukai. Benda-benda yang telah dipilih, konon merupakan gambaran masa depan serta pekerjaan yang nantinya akan digeluti sang anak ketika dewasa.

Setelah itu, Sang anak dibantu oleh ibunya menyebarkan udhik-udhik (beras kuning yang dicampur dengan uang logam) ke tanah untuk diperebutkan oleh anak-anak yang ikut menghadiri upacara. Maksud dari penebaran udhik-udhik tersebut adalah pengharapan kedua orang tua agar Sang anak nantinya memiliki rezeki berlimpah sehingga dapat mendermakan sebagian hartanya bagi sesama.

Terakhir, sebelum didandani, Sang anak terlebih dahulu dimandikan dengan banyu gege yang telah dicampur kembang setaman (melati, mawar, kenangka, kanthil, dan lain sebagainya). Makna simbolik dari pemandian ini adalah sebagai pengharapan agar dalam kehidupan Sang anak nanti dapat mengharumkan nama diri sendiri maupun keluarga. Dan, dengan didandaninya anak maka berakhir pulalah seluruh rangkaian upacara tedhak siten.

Nilai Budaya
Tedhak siten yang sangat erat kaitannya dengan lingkaran hidup individu ini, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercermn dari berkumpulnya sebagian anggota masyarakat dalam satu tempat untuk mengikuti prosesi tedhak siten sambil berdoa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.

Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.

Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, membuat rangkaian bunga, menjadi pemimpin upacara, dan lain sebagainya.

Nilai religius tercermin dalam doa dan harapan yang ditujukan kepada Tuhan agar sang anak mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan. Dan, nilai kesatriaan tercermin dalam makna simbolik dari jenis tebu yang digunakan (arjuna) yang merupakan tokoh kesatria dunia pewayangan yang gagah berani dan pembela kebenaran. (gufron)

Sumber:
Adarrma, Tulus. 2015. “Tedhak Siten, Tradisi Pengenalan Bayi Kepada Lingkungan”, diakses dari http://beritajatim.com/gaya_hidup/341787/tedhak_siten,_tradisi_pengenalan_bayi_kepada_li ngkungan.html, tanggal 25 Oktober 2018.

Hambali, Mellyani. 2016. “Tedhak Siten – Tradisi Jawa yang Penuh Warna”, diakses dari https:// www.nyonyamelly.com/blogs/news/tedhak-siten-tradisi-jawa-yang-penuh-warna, tanggal 24 Oktober 2018.

Priherdityo, Endro. 2016. “Weton, Penanggalan yang Dianggap Ramalan”, diakses dari https:// www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160109230744-277-103197/weton-penanggalan-yang-dianggap-ramalan, tanggal 20 Oktober 2018.

“Tedak Siten: Ritual Adat Turun Tanah Pertama Kali Bagi Bayi”, diakses dari https://id.the asianparent.com/tedak-siten-ritual-turun-tanah/, tanggal 20 Oktober 2018.

“Menemukan Potensi Anak dari Upacara Tedhak Siten”, diakses dari https://www.suaramerdeka. com/gayahidup/baca/756/menemukan-potensi-anak-dari-upacara-tedhak-siten, tanggal 19 Oktober 2018.

“Upacara Tedhak Siten”, diakses dari http://www.jogjasiana.net/index.php/site/adat_tradisi/ custom_tradition-3, tanggal 20 Oktober 2018.

Datu Pujung

(Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Selatan)

Alkisah, dalam masa pemerintahan Sultan Suriansyah antara tahun 1920-1550 M Kerajaan Banjar I pernah mendapat ancaman dari luar dengan adanya sebuah perahu asing sangat besar yang hendak berlabuh di muara Sungai Kuin. Para awaknya berbeda dengan penduduk setempat. Mereka rata-rata bertubuh tinggi besar, bermata biru atau hijau dan rambut berwarna menyerupai rambut jagung. Jenis manusia ini belum pernah dilihat sebelumnya oleh penduduk Kerajaan Banjar sehingga mereka ketakutan dan menyingkir dari muara.

Sultan Suriansyah yang mendengar kedatangan perahu itu segera mengumpulkan para punggawa untuk mengantisipasi kedatangan mereka. Di dalam pertemuan salah seorang punggawa mengusulkan membuat sebuah barikade dengan menancapkan batang pepohonan besar dan tinggi ke dasar sungai agar perahu tidak dapat bersandar di pelabuhan. Namun, hanya orang sakti mandraguna dapat melakukannya, sementara tidak ada seorang pun para punggawa yang memiliki kesaktian seperti itu.

Di tengah kebutuan mencari solusi, ada punggawa yang mengusulkan membuat sebuah sayembara. Isinya bagi orang yang mampu membuat barikade di dasar sungai akan mendapat hadiah besar dari kerajaan. Tetapi, sekali lagi, untuk menyebarkan sayembara ke seluruh pelosok negeri membutuhkan waktu relatif lama, sementara jarak perahu dengan pelabuhan hanya dalam hitungan jam. Para awak perahu asing tadi dapat sewaktu-waktu bersandar dan menyerang kerajaan.

Tidak lama setelah usulan sayembara dilontarkan, dari arah belakang para punggawa yang berada di sekeliling Sultan terdengar sebuah suara seorang kakek. Entah dari mana, Sang kakek tiba-tiba muncul dan menyatakan sanggup menghalau perahu asing. Dia bernama Pujung, seorang arif, bijaksana, dan menguasai banyak ilmu. Oleh masyarakat di kampungnya Pujung dijadikan panutan dan digelari sebagai Datu. Dan, sama seperti kedatangannya pada pertemuan Sultan beserta para punggawa, masyarakat di kampungnya pun tidak asal usul Datu Pujung. Dia hadir dan berbaur di tengah mereka untuk memberikan sebuah pencerahan.

Kedatangan Sang kakek dalam pertemuan tertutup tersebut tentu saja membuat semua orang heran. Di antara mereka ada yang langsung percaya karena untuk dapat memasuki ruang pertemuan seseorang harus dapat melewati penjagaan istana yang berlapis. Sementara sebagian lainnya ada yang malah mencibir atau bahkan tidak mengacuhkannya sama sekali. Mereka beranggapan tidaklah mungkin seorang kakek tua renta dan sudah "batu tanah" dapat melakukan pekerjaan besar dalam waktu singkat.

Berbeda dengan para punggawanya, Sultan Suriansyah yang arif dan bijaksana tidak serta merta mengusir Datu Pujung. Sultan malah memberi kesempatan bagi Datu Pujung menjelaskan bagaimana dia akan menghalau perahu. Sang Datu tidak memberikan penjelasan apapun. Dia hanya meminta agar Sultan mempercayai serta memberikan izin baginya untuk leluasa bertindak. Dia berani menjamin perahu asing itu akan kandas sebelum mencapai dermaga.

Selepas berkata demikian, Datu Pujung langsung menghilang dari pandangan. Para Punggawa kerajaan dan Sultan Suriansyah tercengang-cengang dibuatnya. Kini mereka yakin kalau Datu Pujung bukanlah orang sembarangan. Hanya orang sakti mandragua yang memiliki ilmu kanuragan sangat tinggi yang dapat berbuat demikian. Datu Pujung menjadi secercah harapan bagi Kerajaan Banjar dalam menghalau perahu asing yang ingin berlabuh.

Ketika tengah malam tiba, suasana di atas perahu asing tampak lengang. Pada bagian geladak hanya ada belasan orang berjaga sambil menenteng senapa laras panjang. Para awak lain ada yang beristirahat menunggu giliran jaga dan ada pula yang masih bersantai di bagian buritan. Namun, suasana lengang tersebut hilang ketika perahu miring ke arah kanan. Belum sempat mengetahui apa yang terjadi, perahu berbalik miring ke arah kiri. Begitu seterusnya hingga perahu seakan diombang-ambing, padahal tidak ada gelombang besar menerjang.

Sadar ada yang tidak beres, sejumlah awak bersenjata lengkap berhamburan ke geladak. Di sana mereka melihat Datu Pujung mengenakan jubah putih tengah berdiri menatap. Merasa hanya seorang tua renta yang dihadapi, mereka langsung merangsek dan menyudutkannya hingga ke bagian haluan. Ketika akan di tangkap Datu Pujung menghentakkan kaki hingga membuat perahu retak lalu melompat ke bagian buritan. Dalam kondisi gelap para awak yang berjaga di sana tidak mau mengurung Datu Pujung. Mereka langsung menembaknya hingga tersungkur.

Namun, saat didekati tiba-tiba Datu Pujung menghentakan kaki lalu meloncat meninggalkan perahu. Sesaat setelah hentakan kaki, bagian tengah perahu langsung retak dan terbelah menjadi dua bagian. Perahu pun tenggelam beserta seluruh awaknya. Potongan-potongan perahu yang tenggelam membentuk sebuah delta yang oleh masyarakat setempat kemudian dinamakan sebagai Pulau Kaget. Sementara awak perahu secara ajaib beralih ujud menjadi bekantan (kera berhidung mancung), penghuni Pulau Kaget hingga sekarang.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Asal Mula Danau Malawen

(Cerita Rakyat Daerah Kalimantan Tengah)

Alkisah, pada zaman dahulu kala ada sepasang suami-isteri tanpa anak yang tinggal di sebuah pondok kecil di tepi sebuah hutan. Seusai bekerja di ladang, hampir setiap malam hari mereka memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar dikaruniai momongan. Setelah beberapa bulan berdoa dan berpuasa, Sang isteri mulai menunjukkan tanda-tanda hamil. Badannya terasa tidak enak dan perut mual.

Sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki. Bayi yang telah diidam-idamkan kelahirannya lebih dari sepuluh dasawarsa itu diberi nama Kumbang Banaung. Agar tumbuh menjadi anak yang berbakti, setiap hari dia dibekali petuah-petuah atau nasihat-nasihat supaya patuh terhadap orang tua serta bertingkah laku sopan dengan siapa saja.

Namun, bekal tadi rupanya tidak berpengaruh sama sekali pada kepribadian yang membentuk prilaku Kumbang Banaung. Walau tumbuh sebagai pemuda yang gagah dan tampan, sikapnya terhadap orang tua sangat bertolak belakang. Dia malah menjadi seorang yang keras kepala, tidak mau diatur, serta setiap keinginannya harus dipenuhi.

Suatu saat dia meminta Sang ayah menemani berburu binatang di hutan. Sang ayah menolak karena sedang sakit. Tetapi dia tetap memaksa dan mengancam akan pergi seorang diri bila tidak mau menemani. Khawatir akan keselamatan Kumbang Banaung, sementara kondisi badan tidak memungkinkan beranjak dari tempat tidur, Sang ayah lalu memberikan benda pusaka berupa piring malawen. Benda keramat ini dapat digunakan bagi segala macam keperluan.

Berbekal parang, tombak, makanan, dan piring malawen, Kumbang Banaung pergi menuju hutan seorang diri. Oleh karena tanpa bimbingan Sang ayah, dia berjalan tanpa arah hingga sampai di sebuah kampung bernama Sanggu yang terletak di tengah hutan. Di sana dia melihat ada sebuah api unggun dengan kepulan asap membumbung tinggi. Rupanya kepala kampung sedang mengadakan sebuah upacara adat berkenaan dengan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa bagi anak perempuannya yang bernama Intan.

Begitu melihat sosok Intan yang cantik molek, Kumbang Banaung langsung terpesona dan jatuh hati. Dia pun ikut membaur bersama warga masyarakat yang ikut menghadiri upacara. Setelah tahapan upacara rampung, Kumbang Banaung menyempatkan diri berkenalan dengan Intan. Tanpa disangka Intan menyambut dengan sangat ramah dan sopan sehingga hanya dalam waktu singkat mereka menjadi akrab. Rupanya Intan juga tertarik akan ketampanan Kumbang Banaung.

Sejak saat itu, Kumbang Banaung kerap pergi ke Sanggu menemui Intan. Walhasil, hubungan mereka akhirnya menjadi bahan pembicaraan orang. Sang kepala kampung yang sudah terikat "kontrak" untuk menjodohkan Intan dengan seorang juragan rotan setempat menjadi marah sekaligus malu. Dia tidak ingin nama baiknya tercemar hanya gara-gara Intan berpacaran dengan Kumbang Banaung. Oleh karena itu, dia melarang Intan berhubungan lagi walau hanya sekedar berpapasan muka dengan Kumbang Banaung.

Kumbang Banaung tidak tinggal diam ketika mengetahui Intan dilarang berhubungan dengannya. Di sini watak keras kepala, susah diatur, dan keinginan harus terpenuhi muncul. Dia tidak mempedulikan norma yang berlaku dalam masyarakat setempat yang mangatur hal-ihwal apabila seorang perempuan telah dijodohkan. Baginya, kesempatan masih terbuka sebelum Intan dan Juragan rotan resmi menjadi suami-isteri.

Atas dasar itulah Kumbang Banaung kemudian bertekad "mencuri start" terlebih dahulu. Pada suatu malam dia mendatangi rumah Intan secara diam-diam. Setelah bertemu muka dia langsung mengutarakan niatnya untuk mengajak Intan berkawin lari. Intan yang memang tidak cinta pada Juragan rotan langsung menyanggupi. Mereka kemudian meninggalkan rumah secara sembunyi-sembunyi agar tidak diketahui orang tua dan para tetangga. Tetapi baru berjalan beberapa puluh meter dari rumah, ada belasan warga yang kebetulan melihat dan langsung mengejar karena disangka pencuri.

Ketakutan akan dihakimi warga, Kumbang Banaung dan Intan lari tunggang-langgang menuju sungai besar di bagian barat kampung. Sampai di sungai ternyata tidak ada satu pun sampan yang dapat digunakan untuk menyeberang, sementara para pengejar semakin mendekat. Di tengah keputusasaan, Kumbang Banaung teringat akan piring malawen milik Sang ayah. Piring itu dilemparkan ke tepi sungai dan secara ajaib mengembang menjadi besar. Mereka pun menggunakannya sebagai perahu.

Ketika "perahu piring" berada di bagian tengah sungai, entah kenapa tiba-tiba hujan turun sangat lebat disertai petir sambar-menyambar. Sesaat kemudian, datang banjir bandang dari arah hulu sungai. "Perahu piring" milik Kumbang Banaung yang tidak dilengkapi dayung tentu saja oleng, terombang-ambing, dan akhirnya tenggelam bersama Kumbang dan Intan di dalamnya. Saat tercebur ke sungai terjadi suatu keanehan pada keduanya yang seketika menjelma menjadi buaya putih. Keanehan lain juga terjadi pada aliran sungai yang "mampet" dan membentuk sebuah danau. Oleh masyarakat setempat danau itu kemudian diberi nama sebagai Malawen. Danau Malawen sekarang dikembangkan sebagai salah satu objek wisata unggulan daerah Barito Selatan.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Rompang

Rompang adalah salah satu tahapan dalam pembukaan ladang (lingko) pada masyarakat Manggarai di Nusa Tenggara Timur. Rompang berupa aktivitas mengumpulkan dahan, kayu, ranting, dan rerumputan pada suatu tempat untuk dibakar (tapa uma). Setelah dibakar sisa-sisanya yang disebut untung dikumpulkan dan dibakar kembali hingga menjadi abu. Lokasi pembakaran untung tersebut nantinya akan ditanami berbagai berbagai macam tumbuhan ladang, seperti: ketela rambat, mentimun, ubi jalar, dan lain sebagainya.

Tapa Uma

Tapa uma adalah istilah orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur bagi sebuah aktivitas perladangan berupa pembakaran rima atau pepohonan kering hasil pembukaan ladang. Aktivitas yang merupakan bagian dari proses perladangan ini baru boleh dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Tua Teno/lebok. Tua Teno adalah salah seorang anggota klen (Tua Pangga) yang dianggap mampu dan bijaksana untuk mengatur kepentingan bersama dalam pembukaan kebun/ladang (lingko) serta semua urusan adat.

Dalam menentukan lahan yang akan ditapa uma, Tua Teno akan mengadakan musyawarah bersama para pemilik lingko. Adapun tujuannya adalah agar diketahui oleh para pemilik lingko yang berdekatan dengan lokasi tapa uma, sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan (area tapa uma meluas), penyelesaiannya tidak berlarut-larut. Tahapan musyawarah harus dilakukan sebelum tapa uma dilaksanakan dengan sanksi adat berupa denda (bergantung pada tingkat kerusakan yang ditimbulkan) bila ada yang melanggarnya.

Ki Peurat

Ki peurat atau Andrographis paniculata adalah istilah orang Sunda bagi sejenis tumbuhan yang berasal dari kingdom plantae, ordo lamiales, famili acanthaceae, genus andrographis, dan spesies paniculata (id.wikipedia.org). Tanaman yang tumbuh pada ketinggian hingga 700 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun dan suhu udara 25-32 derajat Celcius ini memiliki batang bercabang banyak berbentuk segi empat dengan nodus membesar dan tinggi antara 50-90 centimeter. Daunnya berbentuk tunggal bertangkai pendek dengan permukaan bagian atas berwarna hijau tua sedangkan bawahnya hijau muda. Panjang daun antara 2-8 centimeter, lebar 1-3 centimeter dengan bagian ujung meruncing dan tepian rata. Bunganya berbentuk tabung kecil berwarna putih bernoda ungu, sedangkan buahnya berbentuk silindris berwarna hijau kekuningan dengan panjang sekitar 1,5 centimeter dan lebar 0,5 centimeter. Apabila telah masak, buah ki peurat akan pecah membujur menjadi 4 keping biji pipih berwarna cokelat muda.

Kandungan Kimia
Tanaman ki peurat mengandung banyak sekali zat kimia yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Zat-zat kimia tersebut diantaranya adalah: laktone berupa deoxyandrographolide, andrographolide (zat pahit), neoandrographolide, 14-deoxy-11, 12-didehydroandrographolide, dan hormonandropholide pada daun dan batangnya; sementara bagian akarnya mengandung flavonoid berupa polymethoxyflavone, andrigraphin, panicolin, mono-o methilwithin, apigenin-7, 4-dimetol eter, alkane, keton, aldehid, anrodrafoliida 15, kelmegin, hablur kuning, kalium, kalsium, natrium serta asam kersik (sambiloto.org).

Zat-zat kimia tersebut memiliki fungsi masing-masing. Misalnya, kalium berfungsi untuk meningkatkan sekaligus membantu mengeluarkan urin dalam tubuh; laktone yang mengandung neoandrographolid, anrographolid, deoksiandrographolid, 14-deoksi-11, dan 12-dehidroandrographolid berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik; andrografolid berfungsi menurunkan demam yang ditimbulkan oleh pemberian vaksin yang menyebabkan panas serta melindungi sel hati dari zat toksik; flavonoid berfungsi mencegah dan menghancurkan penggumpalan darah; dan berbagai macam fungsi lainnya yaitu menghambat pertumbuhan sel kanker hati, trofit placenta, meningkatkan aliran empedu, merangsang daya tahan selular (fagositosis), meningkatkan antibody (immunostimulant), menghambat penyebaran HIV (Human Immunodeficiency Virus), merangsang dayatahansel (fagositosis) darah putih, antiracun (detoksikasi), penghambat reaksi imunitas (imunosupresi), dan penghilang rasa nyeri (analgesic).

Khasiat Ki Peurat
Lepas dari banyaknya jumlah senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan tersebut, sejak dahulu kala ki peurat telah digunakan sebagai bahan pengobatan. Tanaman ini, baik daun, batang, maupun akarnya, dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, seperti: hepatitis, disentri basiler, influenza, infeksi saluran empedu, malaria, abses paru, radang amandel (tosilitis), radang paru (pneumonia), radang ginjal akut (pielonefritis), radang saluran napas (bronkhitis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu, sakit gigi, kencing manis (diebetes melitus), kencing nanah (gonore), TB paru, batuk rejan (pertusis), sesak napas (asma), darah tinggi (hipertensi) kusta (morbus hansen), keracunan makanan, kanker, kehamilan anggur (mola hidatidosa), trofoblas ganas, tumor paru, dan lain sebagainya. Berikut ini adalah beberapa cara pengolahan sambiloto untuk mengobati suatu penyakit.

1. Hareeng (demam)
Keringkan lalu tumbuk hingga halus segenggam daun ki peurat, kemudian rebus dengan satu gelas air. Setelah dingin, air rebusan tersebut dapat diminumkan sementara ampasnya jadikan sebagai tapal badan yang panas.

2. TB paru
Gilingan daun ki peurat yang telah menjadi bubuk dicampur madu lalu dibentuk menjadi bulatan-bulatan kecil berukuran sekitar 0,5 centimeter. Untuk mengobati TB paru, bulatan kecil ki peurat tadi diminum 2-3 kali sehari sejumlah 15-30 butir per sekali minum.

3. Kencing nanah
Sejumlah tiga batang ki peurat berikut daunnya yang masih menempel dicuci, keringkan, lalu rebus dalam 4 gelas air. Setelah tersisa kira-kira 2,5 gelas, saring dan tambahkan madu secukupnya untuk dijadikan minuman.

4. Tifus
Cuci dan rebus 10-15 lembar daun ki peurat dengan dua gelas air hingga mendidih dan hanya menyisakan satu gelas saja. Setelah dingin tambah dengan satu sendok makan madu atau air jahe manis agar tidak terlalu pahit ketika diminum.

5. Darah tinggi
Cuci dan potong kecil-kecil 7-9 lembar daun ki peurat lalu rebus dengan satu gelas air hingga mendidih. Setelah dingin, tambahkan satu sendok makan madu dan minum minumal tiga kali sehari.

6. Mencret (diare)
Daun ki peurat dikeringkan lalu tumbuk hingga halus atau langsung rebus dalam 4-5 gelas air hingga tersisa 2-3 gelas. Air rebusan tersebut kemudian didinginkan dan minum selama 2 hari, masing-masing sebanyak 1 gelas. Apabila perlu dapat tambahkan satu sendok madu sebelum memulai perebusan.

7. Nyeri sirah
Keringkan segenggam daun ki peurat lalu tumbuk hingga halus dan kemudian rebus dengan satu gelas air. Setelah dingin, air rebusan terdebut dapat diminum.

8. Kencing manis
Setengah genggam daun ki peurat dicuci lalu rebus dalam tiga gelas air hingga tersisa sekitar 2 gelas. Setelah dingin, saring dan minum sebanyak 3/4 gelas tiap selesai makan.

Foto: http://awanherbal.com/4-tanaman-obat-asam-urat-dan-cara-membuat-ramuannya.html
Sumber:
"Sambiloto", diakses dari http://sambiloto.org/sambiloto/, tanggal 4 Juli 2014.
"Sambiloto", diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Sambiloto, tanggal 4 Juli 2014.

Paring

Dalam proses pertanian tanah kering atau perladangan di daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur, ada sebuah tahap yang dinamakan sebagai Paring. Kata ini berasal dari “pari” yang berarti menjemur. Paring adalah proses membiarkan hasil tebasan berupa rerumputan, dahan, dan ranting hingga menjadi kering oleh panas matahari selama sekitar satu bulan lamanya. Apabila seluruh hasil tebasan telah mengering, maka proses selanjutnya adalah tapa uma atau pembakaran yang waktunya harus ditentukan melalui musyawarah adat yang dipimpin oleh tua teno.

Situs Geger Hanjuang

Situs Geger Hanjuang berada di bukit Geger Hanjuang, Desa Linggawangi, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya. Di situs ini terdapat sebongkah prasasti berukuran tinggi 80 centimeter dan lebar 60 centimeter yang disebut sebagai Prasasti Geger Hanjuang. Penemunya adalah K.F Holle pada sekitar tahun 1877 dan baru disimpan oleh Dr. Krom tahun 1914 (disparbud.jabarprov.go.id).

Situsbudaya.id mengatakan bahwa Prasasti Geger Hanjuang dibuat pada sekitar tahun 1033 Saka (1111 Masehi) atau sekitar 81 tahun setelah prasasti Raja Sunda Sri Jayabupati yang ditemukan di Cibadak, Sukabumi. Adapun isinya pertama kali diterjemahkan oleh Sang penemu (K.F. Holle) yang diterbitkan dengan judul Bescheeven Steen Uit Afdeeling Tasikmalaya Residenties Preanger, TBG 24, 1877 halaman 586. Kemudian dikoreksi oleh C.M. Pleyte pada tulisannya berjudul Het Jaartal Op Den Batoe Toelis Nabij Buitenzorg, TBG. 53, 1911 dan juga oleh Saleh Danasasmita serta Atja (kknm.unpad.ac.id).

Hasil pembacaan Saleh Danasasmita serta Atja pada prasasti Geger Hanjuang yang dikutip kknm.unpad.ac.id berbunyi: Tra Ba I Gunna Apuy Nas; Ta Gomati Sakakala Ru Mata; K Disusu (K) Ku Batari Hyang Pun. Tra Ba I Gunna Apuy Nas Ta Gomati Sakakala dapat diartikan “tanggal 13 bulan Badrapada tahun 1003 Saka” atau 21 Agustus 1111 Masehi. Sedangkan Ru MataK Disusu (K) Ku Batari Hyang Pun diartikan sebagai nama sebuah tempat di Galunggung yang (selesai) disusuk oleh Batari Hyang.

Menurut Suryani (2010), Prasasti Geger Hanjuang (bersama Carita Parahiyangan dan Naskah Amanat Galunggung) merupakan “rangkaian” yang mengungkapkan keterangan tentang adanya kabuyutan berkait dengan keberadaaan Galunggung dan Kabupaten Tasikmalaya. Amanat Galunggung berisi perwujudan ajaran hidup dalam bentuk nasihat dari Rakeyan Darmasiksa kepada putra (Sang Lumahing Taman) beserta anak-cucu dan keturunannya. Rakeyan Darmasiksa sendiri adalah Raja Sunda yang memerintah antara 1175-1297 Masehi di Saunggalah (termasuk wilayah Galunggung) yang kemudian pindah ke Pakuan. Naskah amanah ini berkelindan dengan Prasati Geger Hanjuang (ditulis dalam aksara Sunda Buhun) karena memiliki kesesuaian isi berkenaan dengan pembuatan parit pertahanan (rumantak) pada masa pemerintahan Batari Hyang di Galunggung.



Sumber:
“Situs Geger Hanjuang”, diakses dari http://www.disparbud.jabarprov.go.id/ wisata/dest-det.php?id=1054& lang=id, tanggal 26 September 2018.

“Situs dan Prasasti Geger Hanjuang Kecamatan Leuwisari”, diakses dari https://situsbudaya.id/si tus-dan-pra sasti-geger-hanjuang/, tanggal 26 September 2018.

“Prasasti Geger Hanjuang”, diakses dari http://kknm.unpad.ac.id/linggamulya/ situs-sejarah/pra sasti-geger-ha njuang/, tanggal 27 September 2018.

Suryani, Elis N.S., 2010. “Sejarah Tasikmalaya: Prasasti Geger Hanjuang, Pikiran Rakyat edisi Sabtu, 28 Agustus 2010.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive