Rabeg

Salah satu kuliner tradisional khas Banten adalah rabeg, sejenis semur daging yang didominasi oleh rasa manis, pedas, dan gurih bawang. Konon rabeg baru ada saat Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Asal muasalnya sendiri bermula ketika Sultan Maulana Hasanuddin hendak pergi haji ke Mekkah. Dalam perjalanan, sebelum sampai ke tanah suci terlebih dahulu singgah di sebuah kota pelabuhan sekitar Laut Merah. Nama kota itu adalah Rabiq.

Di Rabiq beliau tidak hanya terkesan oleh keindahan kota yang berada di jazirah Arab tersebut, melainkan juga pada salah satu kulinernya yang berbahan dasar daging kambing. Oleh karena ketagihan akan masakan daging kambing khas Rabiq, sepulang berhaji Sultan memerintahkan juru masak istana membuat masakan serupa. Ia kemudian diberi nama sesuai dengan tempat asalnya yaitu rabeg (pengucapan orang Banten). Lambat laun rabeg tidak hanya menjadi hidangan penghuni istana saja, melainkan menyebar ke seluruh wilayah Banten dengan berbagai macam varian bahan (kambing, sapi, hingga bebek), bumbu, dan cara pengolahannya.

Di daerah Serang misalnya, rabeg berbahan dasar kambing (usus, kepala, iga, kaki, hati dan lain sebagainya) yang dipotong kecil-kecil. Adapun bumbu rabeg diantaranya adalah: jahe, serai, daun jeruk, bawang merah, cabai merah keriting, cabai rawit, tomat, garam, merica bubuk, gula merah, cengkeh, kayu manis, pala bubuk, kecap manis, dan minyak sawit. Sedangkan cara memasaknya dimulai dengan merebus potongan-potongan kecil daging kambing yang disampur dengan jahe, serai, dan daun jeruk. Setelah matang dan ditiriskan daging dicampur dengan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan (bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, dan cabai rawit). Selanjutnya, daging ditumis bersama potongan cabai merah, bawang merah, dan jahe hingga harum. Terakhir, masukkan air, tomat, garam, merica bubuk, gula merah, cengkeh, kayu manis, dan kecap manis, lalu aduk hingga merata. Setelah matang, taburi bawang goreng dan hidangkan. (ali gufron)

Foto: https://phinemo.com/tempat-berburu-rabeg-banten-yang-rasanya-juara/

Punai Anai

(Cerita Rakyat Daerah Riau)

Alkisah, ada sebuah keluarga petani terdiri dari ayah, ibu, dan tujuh orang anak. Oleh karena memiliki banyak keturunan, pasangan suami-istri dalam keluarga itu mencoba bertanya pada seorang Datuk ahli nujum perihal nasib mereka kelak di kemudian hari. Adapun tujuannya agar dapat membekali diri dalam menghadapi rintangan hidup.

Ketika mereka datang membawa sejumlah uang dan minta diramal, Sang Datuk segera menjalankan aksi. Menggunakan media berupa tempayan berisi air dan sembilan buah jeruk limau serta mantera-mantera Sang Datuk mencoba meramal nasib seluruh anggota keluarga si peminta. Hasil ramalan menyatakan bahwa sebagian besar bernasib mujur, kecuali salah seorang anak lelaki bernama Punai Anai. Selain bernasib sial, dia dapat membawa malapetaka bagi seluruh anggota keluarga. Sang Datuk menyarankan Punai Anai diusir dari rumah agar terhindar dari malapetaka.

Ramalan Sang Datuk tadi rupanya dianggap sebagai “wangsit” terpercaya. Oleh karena itu, sampai di rumah tanpa basa-basi Punai Anai langsung diusir. Punai Anai yang tidak tahu apa-apa tentu saja bengong, tetapi tidak berusaha melakukan perlawanan. Sebelum pergi dikemasnya beberapa helai pakaian, sebilah golok dan kapak, serta makanan sebagai bekal hidup. Selanjutnya, dengan langkah gontai dia berjalan keluar rumah menuju hutan belantara.

Di tengah hutan dia memutuskan mendirikan sebuah gubuk kecil. Beberapa hari kemudian membuka ladang dan mulai bercocok tanam. Selama berbulan-bulan Punai Anai hidup seorang diri. “Temannya” hanyalah binatang-binatang hutan yang entah kenapa selalu datang seolah ingin menghibur. Lambat laun Punai Anai merasa betah dan tidak ingin pulang lagi ke rumah. Kebutuhan hidup selalu tercukupi. Bila tidak sedang panen, diramu tetumbuhan hutan untuk dijadikan makanan layaknya manusia purba yang mengandalkan food gathering sebagai gantungan hidup.

Kecukupan hidup Punai Anai ini berbanding terbalik dengan keluarganya. Setelah ditinggal pergi, kehidupan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya bukan membaik seperti ramalan Datuk ahli nujum. Mereka selalu mengalami kesialan, mulai dari gagal panen, lumbung padi diserang hama tikus, hingga uang simpanan semakin menipis dan ludes untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Atau dengan kata lain, keluarga yang semula mapan dan sejahtera itu telah bangkrut dan jatuh miskin.

Suatu hari, mungkin karena curah hujan cukup dan kondisi tanah sangat subur, ladang Punai Anai menghasilkan panen luar biasa melimpah sehingga dia sendiri tidak sanggup menghabiskannya. Hasil ladang berlebih membuat Punai Anai berpikir seperti orang tuanya, yaitu menjualnya ke pasar. Bersama para “sahabat” (gajah, harimau, kerbau hutan, kera, dan lain sebagainya) pergi membawa hasil ladang menuju pasar.

Sampai di pasar, tentu keadaan menjadi gempar. Orang-orang berlari ketakutan melihat puluhan binatang buas masuk pasar. Di antara mereka ada Puteri Raja yang tengah berpesiar bersama dayang-dayang istana. Punai Anai yang berjalan di depan “teman-temannya” segera berteriak lantang menenangkan pengunjung dan pedagang. Dia menerangkan bahwa hanya ingin menjual hasil ladang dan bukan bermaksud mengganggu atau menakuti.

Perkataan lantang dan berwibawa Punai Anai ampuh meredam kegemparan pasar. Ketakutan mereka berganti menjadi rasa takjub sekaligus terkesima. Takjub karena Punai Anai dapat menundukkan puluhan hewan liar dan buas. Sedangkan terkesima karena melihat kegagahan dan ketampanan rupa Punai Anai. Banyak gadis tiba-tiba jatuh hati pada pandangan pertama, termasuk juga Putri Raja. Dia memerintahkan seorang pengawal mendekati dan meminta Punai Anai menghadap Raja.

Punai Anai menyetujui permintaan tersebut. Ketika menghadap, Sang Raja yang juga terkesima akan ketampanan Punai Anai lantas memerintahkan tinggal di istana. Dia ditugasi memelihara seluruh hewan istana yang relatif tidak terawat. Untuk tempat tinggal, dibuatkan sebuah pondok kecil terletak tidak jauh dari kandang agar senantiasa dapat mengawasi hewan-hewan kesayangan Raja.

Seiring waktu, karena rajin dan telaten, seluruh hewan istana terawat dengan baik. Bahkan, banyak yang berhasil berkembang biak sehingga sebagian dilepaskan kembali ke alam liar. Pada saat Punai Anai bekerja di kandang seringkali Putri Raja datang menjenguk dengan alasan ingin melihat hewan kesayangan. Frekuensi pertemuan yang lumayan kerap membuat benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Tetapi Punai Anai tidak berani mengungkapkan karena terbentur status bangsawan dengan orang kebanyakan.

Ketidakberanian Punai Anai ternyata diendus oleh Permaisuri. Sebagai orang tua yang telah berpengalaman dia tahu bahwa terdapat benih-benih cinta di antara Punai Anai dan puterinya. Dia lalu memberitahukan pada Sang Raja. Dan, di luar dugaan, Raja memaklumi dengan sangat bijak. Agar tidak berlarut-larut dan menjurus ke arah maksiat, Raja memangil Punai Anai dan menanyakan kesanggupannya bila dinikahkan dengan Putri Raja.

Bak tertimpa durian runtuh (hadeuh ^_^), Punai Anai langsung menyatakan kesanggupan. Singkat cerita, pernikahan dilaksanakan secara besar-besaran selama tujuh hari tujuh malam. Seluruh rakyat diundang memeriahkan pernikahan putri semata wayang Sang Raja. Turut juga hadir para pembesar dari kerajaan-kerajaan tetangga. Mereka memberikan berbagai macam hadiah sebagai ungkapan suka cita.

Tak lama berselang, Raja wafat dan secara otomatis Punai Anai menggantikan kedudukannya. Selaku raja Punai Anai memerintah dengan arif dan bijaksana. Rakyat menjadi makmur dan sejahtera. Mereka hidup rukun dan harmonis dalam sebuah jalinan kebersamaan. Hubungan dengan kerajaan-kerajaan tetangga juga terjalin dengan baik sehingga stabilitas politik dan keamaan terkendali.

Walau telah menjadi raja Punai Anai ternyata tidak pernah melupakan orang tua dan saudara-saudara kandungnya. Dia telah memaafkan kedua orang tua yang tega mengusir hanya karena ramalan asal-asalan Sang Datuk ahli nujum. Dengan rendah hati dia datang menjenguk dan mengajak tinggal di istana. Mereka pun hidup bahagia.

Diceritakan kembali oleh ali gufron

Kota Administrasi Jakarta Barat

Letak dan Keadaan Alam
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1978, Jakarta Barat merupakan satu dari lima kota administratif di wilayah Provinsi DKI Jakarta (barat.jakarta.go.id). Wilayah yang memiliki kedudukan setingkat dengan Kotamadya Tingkat II ini sebelah utara berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Utara, sebelah selatan dengan Kota Administrasi Jakarta Selatan, sebelah barat dengan Kota Tangerang di Provinsi Banten, dan sebelah timur berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Pusat (id.wikipedia.org).

Kota yang luas wilayahnya sekitar 129,54 kilometer persegi dengan titik koordinat 106°22'42"-106°58'18" Bujur Timur dan 5°19'12"-6°23'54" terdiri atas 8 kecamatan. Ke-8 Kecamatan itu beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Kembangan dengan luas 24,16 kilometer persegi; (2) Kecamatan Kebon Jeruk dengan luas 7,51 kilometer persegi; (3) Kecamatan Palmerah dengan luas 7,51 kilometer persegi; (4) Kecamatan Grogol Petamburan dengan luas 9.99 kilometer persegi; (5) Kecamatan Tambora dengan luas 5,40 kilometer persegi; (6) Kecamatan Taman Sari dengan luass 7,73 kilometer persegi; (7) Kecamatan Cengkareng dengan luas 26,54 kilometer persegi; dan (8) Kecamatan Kalideres dengan luas 30,23 kilometer persegi (BPS Jakarta Barat, 2016).

Topografi Jakarta Barat bervariasi, namun sebagian besar berada pada dataran rendah dengan kemiringan antara 0-2% dan ketinggian rata-rata sekitar 7 meter di atas permukaan air laut. Adapun iklim yang menyelimutinya sama seperti daerah lainnya di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada Oktober--Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April--September. Curah hujannya rata-rata 920,1 milimeter pertahun. Sedangkan, temperaturnya rata-rata berkisar 25,30 Celcius (BPS Jakarta Barat, 2016).

Pemerintahan
Struktur organisasi pemerintahan tertinggi di Kota Administrasi Jakarta Barat dipegang oleh seorang Walikota yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur DKI Jakarta. Walikota bertugas menjalankan pemerintahan berdasarkan Penetapan Presiden RI No.2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan DKI Jakarta dan Penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Adapun tugas-tugasnya meliputi bidang pemerintahan, ketentraman dan ketertiban, kesejahteraan masyarakat, sosial politik, agama, tenaga kerja, pendidikan, pemudan dan olah raga, kependudukan, perekonomian dan pembangunan fisik prasarana lingkungan serta bidang-bidang lain yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Dalam menjalankannya Walikota dibantu oleh wakil walikota, dan sekretariat. Sekretariat membawahi asistem pemerintahan, asistem perekonomian dan pembangunan, serta Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat. Pejabat Asisten Pemerintahan membawahi Bagian Tata Pemerintahan (Subbag Bina Pemerintahan, Subbag Administrasi Pemerintahan), Bagian Hukum (Subbag Pelayanan Hukum, Subbag Bantuan Hukum, Subbag Publikasi Hikum dan HAM), dan Bagian Kepegawaian, Tata Laksana, dan Pelayanan Publik (Subbag Kepegawaian, Subbag Tata Laksana, Subbag Pelayanan Publik). Pejabat Asisten Perekonomian dan Pembangunan membawahi Bagian Perekonomian (Subbag Kepariwisataan dan Ketenagakarjaan; Subbag Koperasi, UKM, Perdagangan serta Ketahanan Pangan; Subbag Perhubungan serta Perindustrian dan Energi), Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (Subbag Sarana dan Prasarana Kota, Subbag Tata Ruang dan Pertanahan, Subbag Lingkungan Hidup dan Kebersihan). Sedangkan pejabat Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat membawahi Bagian Umum dan Protokol (Subbag Tata Usaha, Subbag Rumah Tangga, Subbag Protokol), Bagian Keuangan (Subbag Perencanaan dan Anggaran, Subbag Perbendaharaan), dan Bagian Kesejahteraan Rakyat (Subbag Sosial Pemuda dan Olahraga, Subbag Pendidikan Mental Spiritual Perpustakaan dan Arsip, Subbag Kesehatan Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah bagan struktur pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Barat.

Struktur Organisasi Kota Administrasi Jakarta Barat
Sumber Foto: http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=struktur.organisasi

Para aparatur tersebut tersebut bekerja dalam satu kerangka visi dan misi yang sama untuk kemajuan Kota Administrasi Jakarta Barat. Visi tersebut adalah "Terwujudnya Kota Administrasi Jakarta Barat sebagai kota jasa yang nyaman dan sejahtera". Visi itu dijadikan sebuah misi yang harus dilaksanakan atau diemban agar seluruh anggota organisasi dan pihak yang berwenang dapat mengetahui dan mengenal keberadaan serta peran Kota Administrasi Jakarta Barat dalam menyelenggarakan Pemerintahan. Adapun misinya adalah: (a) Membangun tata pemerintahan yang baik guna terwujudnya sebagai kota jasa dan wisata budaya dan bersejarah; (b) Meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang berkelanjutan; (c) Memberdayakan masyarakat dengan mengembangkan nilai, norma, serta pranata sosial; dan (d) Meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat. Seluruh visi dan misi tersebut bertujuan untuk: meningkatkan profesionalisme aparatur; meningkatkan kualitas lingkungan permukiman; meningkatkan kapasitas lembaga sosial kemasyarakatan serta mendorong partisipasi masyarakat; dan mewujudkan pelayanan prima yang menyentuh kehidupan seluruh lapisan masyarakat (barat.jakarta.go.id).
Logo Kota Adminisrasi Jakarta Barat
Sumber Foto: http://www.hijauku.com/2011/06/28/14633/

Dan, sama seperti daerah lain di Indonesia, Jakarta Barat juga memiliki logo sebagai bagian dari identitas wilayah. Adapun logo Kota Administrasi Jakarta Barat berupa perisai segi lima (melambangkan Pancasila, kesanggupan mempertahankan diri dari berbagai bahaya yang mengancam) dengan tepi berwarna hitam (warna hitam berarti kegagahan dan keabadian), garis emas (warna emas berarti kejayaan dan keberhasilan) di bagian atas dan dasar berwarna abu-abu. Pada bagian bawah terdapat pita kuning (melambangkan kemakmuran dan menarik) dengan tulisan Kota Administrasi Jakarta Barat yang dihias kuncup Anggrek Dendrobium Jakarta Molek.

Di dalam logo terdapat: (1) Anggrek Dendrobium Jakarta Molek berjumlah satu ukuran besar yang sudah mekar, satu ukuran kecil yang sudah mekar dan empat kuncup berwarna ungu pekat (warna ungu berarti spiritulan, anggung, dan imajinatif) yang melambangkan keindahan, terus berkembang, tidak merugikan pihak lain; (2) Daun Aggrek Dendrobium Jakarta Molek berwarna hijau (warna hijau berarti keanggunan dan kesejahteraan); (3) Sepasang cupang serit berwarna biru yang melambangkan keharmonisan, semangat pantang ditantang, pemberani berjuang tak kenal menyerah, tidak berhenti melakukan inovasi); dan (4) Tulisan Anggrek Dendrobium Jakarta Molek dan Cupang Serit dalam pita berwarna kuning yang melambangkan persatuan, aman, nyaman, dan damai.

Kependudukan
Penduduk Jakarta Barat berdasarkan sensus tahun 2015 berjumlah 2.315.002 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 738.160. Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, maka jumlah penduduk laki-lakinya mencapai 1.169.566 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan mencapai 1.145.436 jiwa. Para penduduk ini tersebar di 8 kecamatan, yaitu: Kembangan dihuni oleh 262.208 jiwa, terdiri dari laki-laki 132.926 jiwa dan perempuan 129.282 jiwa; Kebon Jeruk dihuni oleh 321.109 jiwa (laki-laki 161.874 jiwa dan perempuan 159.235 jiwa); Palmerah 216.770 jiwa (laki-laki 110.117 jiwa dan perempuan 106.653); Grogol Petamburan 224.963 jiwa (laki-laki 113.356 jiwa dan perempuan 111.607 jiwa); Tambora 274.925 jiwa (laki-laki 135.565 jiwa dan perempuan 139.360 jiwa); Taman Sari 125.487 jiwa (laki-laki 63.092 jiwa dan perempuan 62.395 jiwa); Cengkareng 498.094 jiwa (laki-laki 253.547 jiwa dan perempuan 244.547 jiwa); serta Kecamatan Kalideres dihuni oleh 391.446 jiwa yang terdiri dari 199.089 orang laki-laki dan 192.357 orang perempuan (BPS Jakarta Barat, 2016).

Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-4 tahun ada 228.627 jiwa (9,28%), kemudian yang berusia 5-9 tahun ada 201.656 jiwa (8,19%), berusia 10-14 tahun ada 173.223 jiwa (7,03%), berusia 15-19 tahun ada 181.292 jiwa (7,36%), berusia 20-24 tahun ada 232.753 jiwa (9,45%), berusia 25-29 tahun ada 268.131 jiwa (10,88%), berusia 30-34 tahun ada 258.696 jiwa (19,50%), berusia 35-39 tahun ada 222.558 jiwa (9,03%), berusia 40-44 tahun ada 183.586 jiwa (7,45%), berusia 45-49 tahun ada 151.880 jiwa (6,17%), berusia 50-54 tahun ada 122.267 jiwa (4,96%), berusia 55-59 tahun ada 91.374 jiwa (3,71%), berusia 60-64 tahun ada 63.879 jiwa (2,59%), berusia 65-69 ada 38.617 jiwa (1,57%), berusia 70-74 ada 23.912 jiwa (0,97%), dan yang berusia 75 tahun ke atas ada 21.109 jiwa atau 0,86% dari jumlah total penduduk. Ini menunjukkan bahwa penduduk Jakarta Barat sebagian besar berusia produktif

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kota administrasi yang berada dalam wilayah pusat pemerintahan Republik Indonesia, tentu saja Jakarta Barat memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kota ini, diantaranya adalah: 475 buah Taman Kanak-kanak yang menampung 18.427 orang murid dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 1.996 orang; 623 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak 148.114 orang dan6.972 orang tenaga pengajar; 310 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 77.353 orang dan 5.752 orang tenaga pengajar; 96 buah Sekolah Menengah Atas dengan jumlah siswa sebanyak 34.708 orang dan 2.270 orang tenaga pengajar; 75 buah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jumlah siswa sebanyak 43.175 orang dan 3.052 orang tenaga pengajar; Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa sebanyak 29.928 orang dan 1.465 orang tenaga pengajar; Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 13.658 orang dan 932 orang tenaga pengajar; dan Madrasah Aliyah dengan jumlah siswa sebanyak 5.405 orang dan 549 orang tenaga pengajar.

Sementara untuk sarana kesehatan terdapat 24 buah rumah sakit, 1 buah rumah bersalin, dan 75 buah puskesmas. Berdasarkan data yang tercatat pada Balap Pusat Statistik Kota Bekasi tahun 2014 tercatat 3.653 tenaga kesehatan, terdiri dari: 1.031 dokter umum, 702 dokter gigi, 438 dokter spesialis, 246 tenaga keperawatan, 239 tenaga kebidanan, 117 tenaga kefarmasian, dan 70 orang tenaga kesehatan lainnya (BPS Kota Adm. Jakarta Barat, 2016).

Perekonomian
Letak Kota Administrasi Jakarta Barat yang menjadi bagian dari Provinsi DKI Jakarta membuatnya mengalami kemajuan relatif pesat karena adanya perkembangan dalam bidang industri, terutama industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini membuat mata pencaharian penduduknya pun semakin beragam dan tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian. Menurut data dari BPS Kota Administratif Jakarta Barat tahun 2015, dari luas wilayah secara keseluruhan, hanya sebagian kecil saja yang saat ini masih digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sekitar 104 ha. Selebihnya, merupakan lahan kering yang digunakan untuk kandang dan halaman (1.209 ha).

Dengan lahan yang relatif kecil tersebut, tanaman yang dihasilkan hanyalah berupa padi, sayur mayur, tanaman lingkungan, tanaman hias ornamen, dan tanaman olahan. Sedangkan sisanya digunakan sebagai peternakan sapi potong (261 ekor), sapi perah (1.228 ekor), kerbau (6 ekor), kambing (1.045 ekor), domba (413 ekor), dan unggas (ayam, itik).

Sosial Budaya
Penduduk pribumi Jakarta menyebut diri sebagai Orang Melayu Betawi atau orang Betawi. Mereka terbentuk antara tahun 1873 dan 1923 yang merupakan peleburan dari berbagai etnik, di antaranya: Bali, Tionghoa, Arab, Protugis, Bugis, Makassar, Mandar, dan Melayu (jakarta.go.id). Walaupun demikian jumlah etnik Melayu bukanlah yang dominan karena sama dengan orang Bugis, Makassar, Mandar dan hanya setengah dari jumlah orang Bali. Jadi pembentuk utama etnis Betawi berasal dari timur Indonesia, tetapi penampilan budaya berasal dari barat Indonesia yaitu Melayu, seperti bahasa, kesenian, busana, boga dan griya (Shahab, 2004).

Mereka mengidentifikasikan diri sebagai orang Melayu/Betawi atau menurut lokasi tempat tinggal mereka, seperti orang Kwintang; orang Kemayoran; orang Tanahabang dan seterusnya. Setelah tahun 1970an yang merupakan titik-balik kebangkitan kebetawian di Jakarta telah terjadi pergeseran lebel dari Melayu ke Betawi. Orang yang dulu menyebut kelompoknya sebagai Melayu telah menyebut dirinya sebagai orang Betawi. Tetapi generasi muda telah menanamkan diri mereka orang Betawi.

Ketika Gubernur Ali Sadikin bermaksud menghidupkan kembali kebetawian di Jakarta, pemda DKI dihadapkan pada kenyataan bahwa Betawi sedang tenggelam di rumahnya sendiri. Dalam usaha pemda DKI Jakarta mengidentifikasikan kebetawian, mereka menyadari adanya dialek bahasa Betawi yang diiringi dengan perbedaan gaya hidup, sehingga mereka melihat adanya variasi Betawi yang tampak nyata dari bahasa yang mereka gunakan. Dari sini muncullah istilah Betawi Kota, Betawi Pinggir, Betawi Orang dan sebagainya. Sebenarnya pengklasifikasian ini bukan gejala baru karena istilah ini bukan ciptaan dari peneliti, tetapi istilah yang digunakan oleh pendukungnya, kemudian digunakan oleh pengamat sebagai klasifikasi varian-varian betawi.

Pada saat usaha menghidupkan kembali kebetawian di Jakarta, Orang Betawi Kota merupakan varian Betawi yang hampir tidak menggunakan bahasa Betawi dalam kehidupan publik mereka, walaupun mereka menggunakannya dalam kehidupan privat atau dalam berkomuniasi dengan sesama orang Betawi. Ada beberapa faktor yang memberikan kontribusinya disini. Pertama, stereotype Betawi sebagai kelompok inferior di Jakarta menyebabkan orang Betawi yang berada di tengah kota Jakarta, yang ciri-ciri sosial budayanya bersifat urban yang amat berbeda dengan ciri-ciri sosial budaya varian Betawi Pinggir yang bersifat rural, menyembunyikan identitas mereka sebagai orang Betawi. Salah satu cara dalam penyembunyian identitas ini adalah dengan tidak menggunakan bahasa Betawi dalam kehidupan publik. Kedua, mereka yang tinggal di tengah kota dikonfrontasi dengan aneka ragam etnik sehingga mereka lebih ditantang untuk berbahasa Indonesia dalam kehidupan publik mereka. Ini berbeda dengan orang Betawi yang berada di pinggiran Kota Jakarta, yang dalam kehidupan sehari-hari mereka lebih banyak bergaul dengan kelompoknya. Mereka juga tidak terpaksa harus menyembunyikan identitas mereka dalam kehidupan publiknya karena mereka tidak merasa terganggu dengan stereotype orang Betawi. Demikianlah, orang Betawi yang ada di tengah Kota Jakarta tidak mudah terlihat sebagai orang Betawi oleh orang luar. Tidak demikian halnya dengan orang Betawi yang berada di pinggir kota, mereka amat mudah dikenali sebagai Betawi melalui bahasa mereka. Oleh karena itu ketika kebetawian dihidupkan kembali yang banyak tersentuh adalah kebetawian dari pinggiran Kota Jakarta.

Bila orang Betawi kita bedakan atas orang Betawi Kota dan Betawi Pinggir, maka orang Betawi Pinggir yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta yang berbatasan dengan kota Bekasi, Bogor dan Tangerang mengalami pengaruh yang berbeda-beda, sesuai dengan kelompok etnik dominan dalam kehidupan mereka. Orang Betawi Pinggir yang berada di sebelah selatan dan sebelah timur Kota Jakarta, berarti berbatasan dengan Bogor dan bekasi yang penduduknya dominan Sunda amat dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda. Untuk mereka yang berlokasi di sebelah barat Kota Jakarta amat dipengaruhi kebudayaan Cina sedangkan Betawi Kota amat mereflesikan pengaruh kebudayaan Melayu.

Mata pencaharian orang Betawi dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain.

Dalam sistem kekerabatan, mereka mengikuti garis keturunan bilineal atau menarik garis keturunan pihak ayah atau pihak ibu. Adat menetap sesudah nikah sangat tergantung pada perjanjian kedua pihak orang tua sebelum pernikahan dilangsungkan. Ada pengantin baru yang menetap di lingkungan kerabat suami (patrilokal) dan ada pula yang menetap di lingkungan kerabat istri (matrilokal). Secara umum orang tua cenderung menyandarkan hari tuanya pada anak perempuan. Mereka menganggap anak perempuan akan lebih telaten mengurus orang tua dari pada menantu perempuan.

Tatanan sosial orang Betawi lebih didasarkan pada senioritas umur, artinya orang muda menghormati orang yang lebih tua. Hal ini dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang bertemu dengan orang lain, yang muda mencium tangan orang yang lebih tua. Pada hari-hari Lebaran, orang yang didahulukan adalah orang tua atau yang dituakan. Memang orang Betawi juga cukup menghormati haji, orang kaya, orang berpangkat, asalkan mereka memang "baik" dan bijaksana, atau memperhatikan kepentingan masyarakat.

Sumber:
BPS Kota Administrasi Jakarta Barat. 2016. Statistik Daerah Kota Jakarta Barat 2016. Jakarta, Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat.

BPS Kota Administrasi Jakarta Barat. 2016. Kota Administrasi Jakarta Barat Dalam Angka 2016. Jakarta, Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat.

Shahab, Yasmin Zaki, 2004. " "Melayu Betawi: Perkembangan dan Kontestasi", Makalah pada Seminar "Identitas dan Pluralisme Melayu" yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Aosiasi Tradisi Lisan (ATL) bersama Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada tanggal 29-31 Juli 2004.

"Kota Administrasi Jakarta Barat", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Adminis trasi_Jakarta_Barat, tanggal 20 September 2017.

"Sejarah", diakses dari http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=sejarah, tanggal 20 September 2017.

"Visi Misi", diakses dari http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=visi.misi, tanggal 20 September 2017.

"Betawi, Suku" diakses dari http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-Suku, tanggal 5 Mei 2017.

Abdul Hannan Sa'id

Nama lengkapnya Abdul Hannan Sa'id bin Haji Kasiman bin Qodim (jakarta.go.id) atau Abdul Hanan bin H Muhammad Sa'id (iwanabdurr.wordpress.com). Dia adalah salah seorang ulama di bidang ilmu tajwid dan qiraat Al Quran pencetus qalqalah akbar yang pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan Agama Jakarta Barat. Abdul Hannan Sa'id sendiri bukanlah asli Betawi. Dia lahir di Serang, Banten, pada tanggal 4 April 1923.

Abdul Hannan memulai pendidikan formalnya saat berusia delapan tahun hingga lulus tahun 1936. Di sela-sela aktiviasnya bersekolah, beliau juga belajar membaca Al Quran pada Kh. Tb. Sholeh Makmun di Pesantren Quran Lontar Serang. Lulus pendidikan dasar, Abdul Hannan meneruskan ke Madrasah Ibtidaiyah (selesai tahun 1941), lalu diteruskan ke Madrasah Tsanawiyah selama empat tahun (muidkijakarta.or.id). Selama menempuh pendidikan di Madrasah Tsanawiyah tersebut, sejak tahun 1942 (ketika baru berusia 19 tahun) Hannan mulai mengajar di Madrasah Al-Ihsaniyah, Serang, Banten (jakarta.go.id).

Ada beberapa versi setelah Abdul Hannan Sa'id lulus Madrasah Ibtidaiyah sekitar tahun 1950. Menurut muidkijakarta.or.id dan iwanabdurr.wordpress.com, Hannan yang waktu itu berusia 27 tahun memutuskan untuk kembali mendalami ilmu agama di pesantren Al-Quran. Sementara menurut jakarta.go.id, Hannan pindah ke Tambun, Bekasi, untuk mengajar di Madrasah An-Nisyi'ah. Di Tambun inilah beliau bertemu dengan Siti Nurjanah dan akhirnya menikah pada 15 November 1950. Mereka dikaruniai 5 orang anak.

Tahun berikutnya Hannan pindah ke Jakarta dan menjadi pengasuh di Ma'had ta'lim al-Qur'an serta kepala Madrasah Manhalun Nasyi-in di Karanganyar, Sawahbesar, Jakarta Pusat tahun 1956 (jakarta.go.id). Selain itu, beliau juga menjadi pengajar agama di beberapa tempat seperti: Corp Cacat Veteran, perkumpulan anggota Polisi Seksi III Pasar Baru (muidkijakarta.or.id). Di sela-sela aktivitasnya sebagai pengajar, pada tahun 1959 mencoba ikut ujian Calon Pegawai Negeri Sipil dan dinyatakan lulus sebagai guru agama.

Semenjak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil karirnya mulai meningkat. Pada tahun 1961 misalnya, diangkat menjadi Kepala Kantor Penerangan Agama Daerah Tingkat II Jakarta Utara. Tahun 1968 menjadi Kepala Dinas Penerangan Agama Jakarta Barat. Kemudian, seusai menunaikan ibadah haji diangkat menjadi Kepala Inspeksi Penerangan Agama Jakarta Pusat pada tahun 1973 hingga pensin tahun 1979 (iwanabdurr.wordpress.com).

Saat menjabat sebagai Kepala Inspeksi Penerangan Agama Jakarta Pusat adalah masa-masa yang cukup berwarna-warni dalam kehidupan Abdul Hannan Sa'id. Dalam kehidupan pribadi, tidak lama setelah menjabat, Hannan dan sang Isteri pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sekembalinya dari berhaji diberi gelar "Kiai Haji" karena kiprahnya yang menonjol di lingkungan masyarakat Betawi (muidkijakarta.or.id). Beberapa tahun setelah menunaikan ibadah haji, tepatnya tanggal 7 Agustus 1975 sang isteri meninggal dunia. Tidak lama kemudian (12 November 1975) menikah lagi dengan perempuan Betawi dari Kampung Baru Sukamubi Udik, Jakarta Barat, bernama Siti Umayyah binti H. Nalim. Dari perkawinan ini mereka dikaruniai lima orang anak (tiga orang laki-laki dan dua perempuan) (jakarta.go.id).

Sementara dalam kehidupan bermasyarakat, kiprahnya sebagai kiai dan guru tajwid kian menonjol, bahkan setelah masa baktinya sebagai Pegawai Negeri Sipil berakhir. Banyak sekali aktivitas yang dilakukan, di antaranya: (1) dosen Perguruan tinggi Darul Hikmah Jakarta Utara; (2) aktif dalam Lembaga Pengetahuan Tilawatil Quran DKI Jakarta sebagai ketua atau koordinator dewan hakim MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) dan MHQ (Musabagah Hifdzil Quran) (150 kali sejak 1953-1993), anggota dewan hakim MTQ dan MHQ tingkat lokal, nasional dan internasional (255 kali sejak 1953-1999), serta pembina qori/qoriah dan hafidz/hafidzah bagi duta DKI Jakarta untuk MTQ dan MHQ nasional dari tahun 1962-1999 (32 kali); (3) Ketua Dewan Hakim MTX antarwaria yang diselenggarakan di Sasana Langen Budaya TMII tanggal 15 Desember 1990; dan (4) anggota Lajnah Pentashih Mushaf Al Quran Departemen Agama RI (1993-2000) (muidkijakarta.or.id).

Kiprah lain yang tidak kalah penting dari KH Abdul Hannan Sa'id adalah sumbangan pemikirannya tentang qalwalah akbar. Pemikiran ini sempat menjadi kontroversi di kalangan ahli tajwid sebab sebelumnya hanya ada qalqalah shugra dan qalqalah kubra. Hanan berpendapat bahwa ada satu lagi qalqalah yang lebih dari qalqalah kubra yang contohnya dapat dijumpai pada pengucapan watabb di Q.S. Al-Lahab (muidkijakarta.or.id).

Sedangkan sumbangan pemikiran lain dituangkannya dalam enam buah kitab, yaitu: Miftah at-Tajwid Juz I dan II, al-Masa'il at-Tajwidiyyah jilid I dan II, Pegangan Khatib, Risalah Pegangan Pelatih Qori/Qariah, dan al-Asytat fi al Hikami wa alfawa'id wa al-Maqalat, dan Tasyir al-Musykilat fi Qiraah al-Ayat (jakarta.go.id). Tasyir al-Musykilat fi Qiraah al-Ayat berisi buah pikiran Hanan yang terangkum dalam catatan-catatan yang ditulisnya semasa menjadi pelatih para Qori/qoriah dan hafidz/hafidzah ketika mereka menekukan kesukaran dalam mengucapkan huruf atau ayat tertenti di dalam Al Quran menurut riwayat Imam Hafs (iwanabdurr.wordpress.com).

Setelah berhasil mengembangkan ilmu tajwid dan mengabdikan diri sepenuhnya pada agama Islam, KH Abdul Hannan Sa'id wafat dalam usia 77 tahun pada hari Jumat, 19 Dzulqo'idah 1420 atau 25 Februari 200 di kediamannya Jalan Dwiwarna II Karanganyar, Sawah Besar. Beliau dimakamkan berdekatan dengan isterinya (Hj. Siti Umayyah) di Pemakaman Kampung Baru, Sukabumi Udik (selatan), Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tiga tahun kemudian, tepatnya tanggal 3 Januari 2003, kepakarannya dalam ilmu tajwid diapresiasi oleh pemerintah dengan memberikan penghargaan sebagai Hamalah Al Quran. Penghargaan diberikan langsung oleh Menteri Agama RI waktu itu, Prof. Dr. H. Sayyid Aqil Munawar, MA. (ali gufron)

Foto: http://ahfadlihs.blogspot.co.id/2011/06/kh-abdul-hannan-said-1923-2000-ulama.html
Sumber:
"Abdul Hannan Sa'id", diakses dari http://www.jakarta.go.id/v2/dbbetawi/detail/16/Abdul-Hannan-Said, tanggal 5 Mei 2017.

"KH. Abdul Hanan Sa'id", diakses dari https://iwanabdurr.wordpress.com/2007/11/19/kh-abudl-hanan-said/, tanggal 6 Mei 2017.

"K.H. Abdul Hannan Sa'id: Pencetus Walwalah Akbar", diakses dari http://www.muidki jakarta.or.id/13280-2/, tanggal 6 Mei 2017.

Nasi Bakar Sumsum

Nasi merupakan salah satu makanan pokok penduduk Indonesia. Sebagai makanan pokok sumber karbohidrat nasi biasanya dihidangkan bersama lauk sebagai pelengkap rasa. Adapun cara pengolahannya (setelah ditanak) dapat dengan digoreng maupun dibakar, bergantung selera atau kebiasaan masyarakat setempat. Di daerah Serang, Banten, misalnya ada makanan khas terbuat dari nasi yang dibakar dan diberi nama nasi sumsum.

Sesuai dengan namanya, pada nasi terdapat unsur sumsum yang berasal dari tulang sapi. Konon, asal muasal makanan ini bermula dari seorang pekerja di rumah pemotongan hewan. Oleh karena kerap melihat tulang belulang sisa pemotongan hewan hanya dibuang sia-sia, suatu hari dibawa pulang untuk dimanfaatkan. Tulang-tulang itu rencananya akan dipecah guna dijadikan barang kerajinan, sementara sisa-sisa daging yang masih menempel diambil sebagai lauk-pauk. Namun, sampai di rumah tidak hanya sisa daging yang dimanfaatkan melainkan juga sumsum yang berada di dalam tulang. Oleh sang isteri sumsum dicampur ke dalam nasi lalu dibungkus dengan daun pisang dan dibakar hingga berwarna kemerahan. Dan, karena berasa gurih dan lezat lambat laun banyak orang meniru membuat nasi sumsum.

Adapun bahan serta bumbu yang diperlukan untuk membuat nasi sumsum diantaranya adalah: nasi merah, sumsum sapi, minyak sayur, beberapa batang serai, daun pisang, beberapa siung bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, garam, merica, terasi, mentimun, kacang, dan tomat. Sedangkan cara mengolahnya diawali dengan menghaluskan bawang merah, bawang putih, cabai keriting, dan terasi. Kemudian tumis hingga harum lalu ditambah dengan nasi, sumsum sapi dan diaduk hingga merata. Setelah masak merata, nasi dituang dalam lembaran daun pisang kemudian digulung hingga menyerupai otak-otak besar. Dan, sebelum disajikan terlebih dahulu dibakar dengan arang hingga daun pisang pembungkus agak kegosongan dan nasi mengeluarkan aroma menggiurkan.

Foto: https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/lezatnya-nasi-bakar-sumsum-khas-serang

Kue Pasung

Bila melihat penganan ini dari jauh, maka yang terlintas di benak mirip seperti sebuah cone es krim (ice cream) berbentuk kerucut. Namun, apabila apabila didekati "cone" tersebut bukanlah terbuat dari telur, gula, mentega, tepung terigu, dan baking soda yang diramu sedemikian rupa hingga menjadi padat, melainkan lembaran daun pisang yang digulung hingga menyerupai corong berisi adonan kenyal terbuat dari tepung beras, santan, tepung sagu, dan gula jawa. Orang Banten menyebutnya sebagai kue pasung.

Kue yang biasanya dibuat sebagai pelengkap upacara lingkaran hidup (pernikahan, khitanan) dan upacara keagamaan ini terdiri dari dua adonan. Adonan pertama berbahan tepung beras dan gula jawa yang diaduk atau diulen selama sekitar sepuluh menit lalu dicampur dengan santan kelapa dan tepung sagu. Setelah tercampur merata adonan dimasukkan dalam seperempat corong daun pisang lalu dikukus hingga mengeras.

Adonan kedua berisi santan kental, larutan gula jawa atau gula aren, garam dan tepung beras yang dituangkan di atas adonan pertama hingga corong daun pisang terisi penuh. Selanjutnya adonan dikukus lagi selama beberapa puluh menit hingga kenyal atau tidak encer. Dan, agar kue lebih bertekstur dan wangi, pada bagian atas ditaburi irisan daging kelapa atau nangka.

Foto: http://serangbanten.com/kue-pasung-khas-banten/
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive