Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1978, Jakarta Barat merupakan satu dari lima kota administratif di wilayah Provinsi DKI Jakarta (barat.jakarta.go.id). Wilayah yang memiliki kedudukan setingkat dengan Kotamadya Tingkat II ini sebelah utara berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Utara, sebelah selatan dengan Kota Administrasi Jakarta Selatan, sebelah barat dengan Kota Tangerang di Provinsi Banten, dan sebelah timur berbatasan dengan Kota Administrasi Jakarta Pusat (id.wikipedia.org).
Kota yang luas wilayahnya sekitar 129,54 kilometer persegi dengan titik koordinat 106°22'42"-106°58'18" Bujur Timur dan 5°19'12"-6°23'54" terdiri atas 8 kecamatan. Ke-8 Kecamatan itu beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Kembangan dengan luas 24,16 kilometer persegi; (2) Kecamatan Kebon Jeruk dengan luas 7,51 kilometer persegi; (3) Kecamatan Palmerah dengan luas 7,51 kilometer persegi; (4) Kecamatan Grogol Petamburan dengan luas 9.99 kilometer persegi; (5) Kecamatan Tambora dengan luas 5,40 kilometer persegi; (6) Kecamatan Taman Sari dengan luass 7,73 kilometer persegi; (7) Kecamatan Cengkareng dengan luas 26,54 kilometer persegi; dan (8) Kecamatan Kalideres dengan luas 30,23 kilometer persegi (BPS Jakarta Barat, 2016).
Topografi Jakarta Barat bervariasi, namun sebagian besar berada pada dataran rendah dengan kemiringan antara 0-2% dan ketinggian rata-rata sekitar 7 meter di atas permukaan air laut. Adapun iklim yang menyelimutinya sama seperti daerah lainnya di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada Oktober--Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April--September. Curah hujannya rata-rata 920,1 milimeter pertahun. Sedangkan, temperaturnya rata-rata berkisar 25,30 Celcius (BPS Jakarta Barat, 2016).
Pemerintahan
Struktur organisasi pemerintahan tertinggi di Kota Administrasi Jakarta Barat dipegang oleh seorang Walikota yang bertanggung jawab langsung kepada Gubernur DKI Jakarta. Walikota bertugas menjalankan pemerintahan berdasarkan Penetapan Presiden RI No.2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan DKI Jakarta dan Penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 1974. Adapun tugas-tugasnya meliputi bidang pemerintahan, ketentraman dan ketertiban, kesejahteraan masyarakat, sosial politik, agama, tenaga kerja, pendidikan, pemudan dan olah raga, kependudukan, perekonomian dan pembangunan fisik prasarana lingkungan serta bidang-bidang lain yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dalam menjalankannya Walikota dibantu oleh wakil walikota, dan sekretariat. Sekretariat membawahi asistem pemerintahan, asistem perekonomian dan pembangunan, serta Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat. Pejabat Asisten Pemerintahan membawahi Bagian Tata Pemerintahan (Subbag Bina Pemerintahan, Subbag Administrasi Pemerintahan), Bagian Hukum (Subbag Pelayanan Hukum, Subbag Bantuan Hukum, Subbag Publikasi Hikum dan HAM), dan Bagian Kepegawaian, Tata Laksana, dan Pelayanan Publik (Subbag Kepegawaian, Subbag Tata Laksana, Subbag Pelayanan Publik). Pejabat Asisten Perekonomian dan Pembangunan membawahi Bagian Perekonomian (Subbag Kepariwisataan dan Ketenagakarjaan; Subbag Koperasi, UKM, Perdagangan serta Ketahanan Pangan; Subbag Perhubungan serta Perindustrian dan Energi), Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (Subbag Sarana dan Prasarana Kota, Subbag Tata Ruang dan Pertanahan, Subbag Lingkungan Hidup dan Kebersihan). Sedangkan pejabat Asisten Administrasi dan Kesejahteraan Rakyat membawahi Bagian Umum dan Protokol (Subbag Tata Usaha, Subbag Rumah Tangga, Subbag Protokol), Bagian Keuangan (Subbag Perencanaan dan Anggaran, Subbag Perbendaharaan), dan Bagian Kesejahteraan Rakyat (Subbag Sosial Pemuda dan Olahraga, Subbag Pendidikan Mental Spiritual Perpustakaan dan Arsip, Subbag Kesehatan Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah bagan struktur pemerintahan Kota Administrasi Jakarta Barat.
Struktur Organisasi Kota Administrasi Jakarta Barat
Sumber Foto: http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=struktur.organisasi
Logo Kota Adminisrasi Jakarta Barat
Sumber Foto: http://www.hijauku.com/2011/06/28/14633/
Di dalam logo terdapat: (1) Anggrek Dendrobium Jakarta Molek berjumlah satu ukuran besar yang sudah mekar, satu ukuran kecil yang sudah mekar dan empat kuncup berwarna ungu pekat (warna ungu berarti spiritulan, anggung, dan imajinatif) yang melambangkan keindahan, terus berkembang, tidak merugikan pihak lain; (2) Daun Aggrek Dendrobium Jakarta Molek berwarna hijau (warna hijau berarti keanggunan dan kesejahteraan); (3) Sepasang cupang serit berwarna biru yang melambangkan keharmonisan, semangat pantang ditantang, pemberani berjuang tak kenal menyerah, tidak berhenti melakukan inovasi); dan (4) Tulisan Anggrek Dendrobium Jakarta Molek dan Cupang Serit dalam pita berwarna kuning yang melambangkan persatuan, aman, nyaman, dan damai.
Kependudukan
Penduduk Jakarta Barat berdasarkan sensus tahun 2015 berjumlah 2.315.002 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 738.160. Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, maka jumlah penduduk laki-lakinya mencapai 1.169.566 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan mencapai 1.145.436 jiwa. Para penduduk ini tersebar di 8 kecamatan, yaitu: Kembangan dihuni oleh 262.208 jiwa, terdiri dari laki-laki 132.926 jiwa dan perempuan 129.282 jiwa; Kebon Jeruk dihuni oleh 321.109 jiwa (laki-laki 161.874 jiwa dan perempuan 159.235 jiwa); Palmerah 216.770 jiwa (laki-laki 110.117 jiwa dan perempuan 106.653); Grogol Petamburan 224.963 jiwa (laki-laki 113.356 jiwa dan perempuan 111.607 jiwa); Tambora 274.925 jiwa (laki-laki 135.565 jiwa dan perempuan 139.360 jiwa); Taman Sari 125.487 jiwa (laki-laki 63.092 jiwa dan perempuan 62.395 jiwa); Cengkareng 498.094 jiwa (laki-laki 253.547 jiwa dan perempuan 244.547 jiwa); serta Kecamatan Kalideres dihuni oleh 391.446 jiwa yang terdiri dari 199.089 orang laki-laki dan 192.357 orang perempuan (BPS Jakarta Barat, 2016).
Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-4 tahun ada 228.627 jiwa (9,28%), kemudian yang berusia 5-9 tahun ada 201.656 jiwa (8,19%), berusia 10-14 tahun ada 173.223 jiwa (7,03%), berusia 15-19 tahun ada 181.292 jiwa (7,36%), berusia 20-24 tahun ada 232.753 jiwa (9,45%), berusia 25-29 tahun ada 268.131 jiwa (10,88%), berusia 30-34 tahun ada 258.696 jiwa (19,50%), berusia 35-39 tahun ada 222.558 jiwa (9,03%), berusia 40-44 tahun ada 183.586 jiwa (7,45%), berusia 45-49 tahun ada 151.880 jiwa (6,17%), berusia 50-54 tahun ada 122.267 jiwa (4,96%), berusia 55-59 tahun ada 91.374 jiwa (3,71%), berusia 60-64 tahun ada 63.879 jiwa (2,59%), berusia 65-69 ada 38.617 jiwa (1,57%), berusia 70-74 ada 23.912 jiwa (0,97%), dan yang berusia 75 tahun ke atas ada 21.109 jiwa atau 0,86% dari jumlah total penduduk. Ini menunjukkan bahwa penduduk Jakarta Barat sebagian besar berusia produktif
Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kota administrasi yang berada dalam wilayah pusat pemerintahan Republik Indonesia, tentu saja Jakarta Barat memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kota ini, diantaranya adalah: 475 buah Taman Kanak-kanak yang menampung 18.427 orang murid dengan jumlah tenaga pengajar sebanyak 1.996 orang; 623 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak 148.114 orang dan6.972 orang tenaga pengajar; 310 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 77.353 orang dan 5.752 orang tenaga pengajar; 96 buah Sekolah Menengah Atas dengan jumlah siswa sebanyak 34.708 orang dan 2.270 orang tenaga pengajar; 75 buah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jumlah siswa sebanyak 43.175 orang dan 3.052 orang tenaga pengajar; Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa sebanyak 29.928 orang dan 1.465 orang tenaga pengajar; Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 13.658 orang dan 932 orang tenaga pengajar; dan Madrasah Aliyah dengan jumlah siswa sebanyak 5.405 orang dan 549 orang tenaga pengajar.
Sementara untuk sarana kesehatan terdapat 24 buah rumah sakit, 1 buah rumah bersalin, dan 75 buah puskesmas. Berdasarkan data yang tercatat pada Balap Pusat Statistik Kota Bekasi tahun 2014 tercatat 3.653 tenaga kesehatan, terdiri dari: 1.031 dokter umum, 702 dokter gigi, 438 dokter spesialis, 246 tenaga keperawatan, 239 tenaga kebidanan, 117 tenaga kefarmasian, dan 70 orang tenaga kesehatan lainnya (BPS Kota Adm. Jakarta Barat, 2016).
Perekonomian
Letak Kota Administrasi Jakarta Barat yang menjadi bagian dari Provinsi DKI Jakarta membuatnya mengalami kemajuan relatif pesat karena adanya perkembangan dalam bidang industri, terutama industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini membuat mata pencaharian penduduknya pun semakin beragam dan tidak hanya bertumpu pada sektor pertanian. Menurut data dari BPS Kota Administratif Jakarta Barat tahun 2015, dari luas wilayah secara keseluruhan, hanya sebagian kecil saja yang saat ini masih digunakan sebagai lahan pertanian yaitu sekitar 104 ha. Selebihnya, merupakan lahan kering yang digunakan untuk kandang dan halaman (1.209 ha).
Dengan lahan yang relatif kecil tersebut, tanaman yang dihasilkan hanyalah berupa padi, sayur mayur, tanaman lingkungan, tanaman hias ornamen, dan tanaman olahan. Sedangkan sisanya digunakan sebagai peternakan sapi potong (261 ekor), sapi perah (1.228 ekor), kerbau (6 ekor), kambing (1.045 ekor), domba (413 ekor), dan unggas (ayam, itik).
Sosial Budaya
Penduduk pribumi Jakarta menyebut diri sebagai Orang Melayu Betawi atau orang Betawi. Mereka terbentuk antara tahun 1873 dan 1923 yang merupakan peleburan dari berbagai etnik, di antaranya: Bali, Tionghoa, Arab, Protugis, Bugis, Makassar, Mandar, dan Melayu (jakarta.go.id). Walaupun demikian jumlah etnik Melayu bukanlah yang dominan karena sama dengan orang Bugis, Makassar, Mandar dan hanya setengah dari jumlah orang Bali. Jadi pembentuk utama etnis Betawi berasal dari timur Indonesia, tetapi penampilan budaya berasal dari barat Indonesia yaitu Melayu, seperti bahasa, kesenian, busana, boga dan griya (Shahab, 2004).
Mereka mengidentifikasikan diri sebagai orang Melayu/Betawi atau menurut lokasi tempat tinggal mereka, seperti orang Kwintang; orang Kemayoran; orang Tanahabang dan seterusnya. Setelah tahun 1970an yang merupakan titik-balik kebangkitan kebetawian di Jakarta telah terjadi pergeseran lebel dari Melayu ke Betawi. Orang yang dulu menyebut kelompoknya sebagai Melayu telah menyebut dirinya sebagai orang Betawi. Tetapi generasi muda telah menanamkan diri mereka orang Betawi.
Ketika Gubernur Ali Sadikin bermaksud menghidupkan kembali kebetawian di Jakarta, pemda DKI dihadapkan pada kenyataan bahwa Betawi sedang tenggelam di rumahnya sendiri. Dalam usaha pemda DKI Jakarta mengidentifikasikan kebetawian, mereka menyadari adanya dialek bahasa Betawi yang diiringi dengan perbedaan gaya hidup, sehingga mereka melihat adanya variasi Betawi yang tampak nyata dari bahasa yang mereka gunakan. Dari sini muncullah istilah Betawi Kota, Betawi Pinggir, Betawi Orang dan sebagainya. Sebenarnya pengklasifikasian ini bukan gejala baru karena istilah ini bukan ciptaan dari peneliti, tetapi istilah yang digunakan oleh pendukungnya, kemudian digunakan oleh pengamat sebagai klasifikasi varian-varian betawi.
Pada saat usaha menghidupkan kembali kebetawian di Jakarta, Orang Betawi Kota merupakan varian Betawi yang hampir tidak menggunakan bahasa Betawi dalam kehidupan publik mereka, walaupun mereka menggunakannya dalam kehidupan privat atau dalam berkomuniasi dengan sesama orang Betawi. Ada beberapa faktor yang memberikan kontribusinya disini. Pertama, stereotype Betawi sebagai kelompok inferior di Jakarta menyebabkan orang Betawi yang berada di tengah kota Jakarta, yang ciri-ciri sosial budayanya bersifat urban yang amat berbeda dengan ciri-ciri sosial budaya varian Betawi Pinggir yang bersifat rural, menyembunyikan identitas mereka sebagai orang Betawi. Salah satu cara dalam penyembunyian identitas ini adalah dengan tidak menggunakan bahasa Betawi dalam kehidupan publik. Kedua, mereka yang tinggal di tengah kota dikonfrontasi dengan aneka ragam etnik sehingga mereka lebih ditantang untuk berbahasa Indonesia dalam kehidupan publik mereka. Ini berbeda dengan orang Betawi yang berada di pinggiran Kota Jakarta, yang dalam kehidupan sehari-hari mereka lebih banyak bergaul dengan kelompoknya. Mereka juga tidak terpaksa harus menyembunyikan identitas mereka dalam kehidupan publiknya karena mereka tidak merasa terganggu dengan stereotype orang Betawi. Demikianlah, orang Betawi yang ada di tengah Kota Jakarta tidak mudah terlihat sebagai orang Betawi oleh orang luar. Tidak demikian halnya dengan orang Betawi yang berada di pinggir kota, mereka amat mudah dikenali sebagai Betawi melalui bahasa mereka. Oleh karena itu ketika kebetawian dihidupkan kembali yang banyak tersentuh adalah kebetawian dari pinggiran Kota Jakarta.
Bila orang Betawi kita bedakan atas orang Betawi Kota dan Betawi Pinggir, maka orang Betawi Pinggir yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta yang berbatasan dengan kota Bekasi, Bogor dan Tangerang mengalami pengaruh yang berbeda-beda, sesuai dengan kelompok etnik dominan dalam kehidupan mereka. Orang Betawi Pinggir yang berada di sebelah selatan dan sebelah timur Kota Jakarta, berarti berbatasan dengan Bogor dan bekasi yang penduduknya dominan Sunda amat dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda. Untuk mereka yang berlokasi di sebelah barat Kota Jakarta amat dipengaruhi kebudayaan Cina sedangkan Betawi Kota amat mereflesikan pengaruh kebudayaan Melayu.
Mata pencaharian orang Betawi dapat dibedakan antara yang berdiam di tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain.
Dalam sistem kekerabatan, mereka mengikuti garis keturunan bilineal atau menarik garis keturunan pihak ayah atau pihak ibu. Adat menetap sesudah nikah sangat tergantung pada perjanjian kedua pihak orang tua sebelum pernikahan dilangsungkan. Ada pengantin baru yang menetap di lingkungan kerabat suami (patrilokal) dan ada pula yang menetap di lingkungan kerabat istri (matrilokal). Secara umum orang tua cenderung menyandarkan hari tuanya pada anak perempuan. Mereka menganggap anak perempuan akan lebih telaten mengurus orang tua dari pada menantu perempuan.
Tatanan sosial orang Betawi lebih didasarkan pada senioritas umur, artinya orang muda menghormati orang yang lebih tua. Hal ini dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Apabila seseorang bertemu dengan orang lain, yang muda mencium tangan orang yang lebih tua. Pada hari-hari Lebaran, orang yang didahulukan adalah orang tua atau yang dituakan. Memang orang Betawi juga cukup menghormati haji, orang kaya, orang berpangkat, asalkan mereka memang "baik" dan bijaksana, atau memperhatikan kepentingan masyarakat.
Sumber:
BPS Kota Administrasi Jakarta Barat. 2016. Statistik Daerah Kota Jakarta Barat 2016. Jakarta, Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat.
BPS Kota Administrasi Jakarta Barat. 2016. Kota Administrasi Jakarta Barat Dalam Angka 2016. Jakarta, Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Barat.
Shahab, Yasmin Zaki, 2004. " "Melayu Betawi: Perkembangan dan Kontestasi", Makalah pada Seminar "Identitas dan Pluralisme Melayu" yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Aosiasi Tradisi Lisan (ATL) bersama Pemerintah Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada tanggal 29-31 Juli 2004.
"Kota Administrasi Jakarta Barat", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Adminis trasi_Jakarta_Barat, tanggal 20 September 2017.
"Sejarah", diakses dari http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=sejarah, tanggal 20 September 2017.
"Visi Misi", diakses dari http://barat.jakarta.go.id/v12/?p=visi.misi, tanggal 20 September 2017.
"Betawi, Suku" diakses dari http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-Suku, tanggal 5 Mei 2017.