Musannif Ryacudu

Di komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Way Kanan KM2 Blambangan Umpu ada sebuah bangunan yang dinamakan Tugu Simpang Lima (berada tepat di tengah-tengah simpang lima jalan). Di dalam tugu tersebut terdapat sebuah patung yang menggambarkan sosok Musannif Ryacudu berseragam militer lengkap. Musannif Ryacudu adalah salah satu prajurit tempur NKRI yang lahir di Kampung Mesirilir, Kecamatan Buay Bahuga, Way Kanan pada tanggal 28 Februari 1924 (Kurniawati, 2016).

Mussanif adalah anak dari Iljas Pangeran Katja Marga yang berasal dari Kebuwayan Bahuga. buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id mengutip Lampung Post edisi Minggu 19 Februari 2006 mengatakan bahwa Buway Bahuga merupakan satu di antara lima kebuwayan yang ada di Kabupaten Way Kanan yang berasal dari lima adik-beradik, yaitu Semenguk, Baradatu, Barasakti, Bahuga, dan Pangeran Pemuka. Pangeran Pamuka kemudian terpecah lagi menjadi empat marga (Pangeran Pemuka Udik, Pangeran Pemuka Tua, Pangeran Pemuka Ilir, dan Pemuka Bangsa Raja).

Setiap kebuwayan memiliki satu atau lebih penyimbang marga (pemimpin kebuwayan) yang membawahi penyimbang tiyuh, penyimbang suku, dan penyimbang saka. Penyimbang marga menetap di nuwo balak, sebuah bangunan besar terdiri dari beberapa ruangan serta memiliki lawang kuri (gapura), pusiban (tempat tamu melapor), ijan geladak (tangga), anjung-anjung (serambi tempat menerima tamu), serambi tengah (ruang anggota kerabat pria), dan lapang agung atau tempat berkumul kerabat perempuan (buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id).

Masih menurut buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id, ayah Musannif dahulu menempati salah satu nuwo balak yang ada di Tiyuh (kampung) Mesirilir. Kampung yang didiami oleh keturunan Said Abdullah (orang Mesir) ini memiliki tiga nuwo balak, yaitu: Natar Agung yang didiami oleh Pangeran Mangku Alam (kakak tertua Musannif), Bandar Adat yang didiami keturunan Ratu Mesir dan Gudang Adat yang didiami Sutan Sumbahan. Oleh karena Pangeran Mangku Alam hanya dikaruniai anak perempuan, maka dia pun kemudian mengangkat anak untuk meneruskan garis keturunanya dan tinggal di Natar Agung.

Sebagai catatan, bagi sukubangsa Lampung yang menganut garis patrilineal, anak laki-laki yang berhak mewarisi garis keturunan dan anak laki-laki tertua yang berhak mewarisi nuwo balak. Apabila tidak memiliki anak laki-laki, seseorang akan mengangkat anak yang biasanya diambil dari saudara terdekat atau masih ada pertalian darah. Dalam hal ini, Pangeran Mangku Alam mengangkat Ratu Pria Bratangan atau Raymor Ryacudu. Dia adalah anak kedua Musannif Ryacudu. Raymorlah yang sekarang mengurusi nuwo balak Natar Agung sebagai peninggalan Pangeran Mangku Alam.

Sementara Musannif Ryacudu, karena bukan anak tertua, harus mencari jalan hidup sendiri. Dia memilih jalur militer yang tentu saja harus berada di luar Tiyuh Mesirilir. Menurut Wardoyo (2008: 51), pria kebanggaan orang Way Kanan ini mengawali pendidikannya di Holands Inlandsche School (HIS/SD zaman Belanda) hingga lulus tahun 1938. Selanjutnya sekolah di MULO (1938-1941), lalu ikut pendidikan militer ala Jepang (Gyu Gun Kanbu) sampai tahun 1943 dan mendapat ijazah Gyu Minarai.

Lulus dari Gyu Gun Kanbu Musannif bekerja di Dai Ichi Shotaitjoo (1943-1944) dan Dai Ichi Shotaijoo/Ghutaitjoo (1944-1945) dengan pangkat Gyui Syoi (id.wikipedia.org). Karir militernya semakin meningkat sebagai Kapten (1945-1954) setelah Indonesia merdeka dengan berbagai jabatan, di antaranya: Komandan Daerah/Ketua Pimpinan PKRIAPLITKR (1945), Kepala Sekolah Kader Tentara Sumsel dan Jambi (1946), Kepala Pendidikan Latihan Staf Sub Komandemen Sumsel (1946), Dan Depot Yon Pendidikan/Kepala Pendidikan Latihan Dividi Garuda II (1946-1947), Dan Yon 32/XV merangkap Dan Mobilisasi Rakyat Sektor IV (1947), Dan Ogan/Kom Area Gerilya merangkap Dan Yon 24/XV (1947-1948), Dan OKL Area Gerilya (1948-1950) merangkap Wadan N’I TP SK (1949-1950), Kepala Pen/Instr Depot Yon 26 (1950), Dan Yon XII AIBSS (1950), Dan Yon 206 merangkap Dan Sub Teritorial Lampung (1950-1952), dan Dan Komando Garnizoen Palembang (1952-1953) (Wardoyo, 2008: 51-54).

Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, khususnya di daerah Sumatera Selatan, Musannif berjuang mempertahankan kemerdekaan RI di sekitar wilayah Martapura, Muara Dua, dan Ogan Komering Ulu. Jejak perjuangannya saat ini terpampang di Monumen Ampera (Monpera) yang berada di Jalan Merdeka, Kota Palembang. Palembang.tribunnews.com mencatat di Monpera terdapat diorama dan kisah perjuangan sejumlah tokoh nasional yang pernah mempertahankan wilayah Sumsel dari penjajah. Khusus untuk Musannif Ryacudu, selain diorama juga ada cuplikan sejumlah gambar dan fotonya saat bergerilya membantu masyarakat di daerah Kotaway dan Muara Dua.

Ketika pangkat meningkat Mayor (1954-1957), Musannif menjadi Dan KMB Palembang (1952-1957) merangkap Dan RL/Sub Teritorial 5 TT:II (1957-1958). Pangkat Letkol menjabat sebagai Ass I Irjen Terpra (1960-1963). Selain itu dia juga sempat melanjutkan pendidikan formal di SMA (1956-1962), kursus Pamen TT Shikang II Palembang (1954), dan Kursus C/SSKAD Bandung (1958-1959). Pangkat Kolonel (1962-1965) menjabat sebagai Pangdam XII/TJPR PANGKODAHAN Kalbar (1963-1964) dan Ketua Presidium Universitas Negeri PTK (1963). Saat naik menjadi Brigjen (1965-1967) menjabat sebagai Wakil Pang/Kas Komandan IT (1967-1970). Dan, pangkat terakhir sebagai Mayjen (1967-1975) dan menjadi Pjs. Kas. KOWILHAN IV/Sulawesi (1970) serta PATI Sekretaris Pribadi Kasad (1970).

Selama menduduki berbagai jabatan tersebut, Musannif mendapat sejumlah penugasan, di antaranya: Operasi Penumpasan DI/TII (Garut – Tasikmalaya 1951-1952), Operasi Penumpasan DI/TII (Aceh Tenggara 1945-1955), Operasi Penugasan PRRI/Permesta (Jambi 1958), Bantuan Operasi Teritorial Irjen Terpra (Perbatasan Jateng-Jabar 1960-1961), Bantuan Operasi Teritorial Ekonomi-Pemerintahan dalam rangka Pembebasan Irian Barat/Trikora (Perbatasan Irian Barat 1961-1963), Operasi Dwikora (Kalbar-Kaltara 1963-1966), Operasi Penumpasan PGRS-PARAKU (Perbatasan Kalbar-Serawak 1967), Operasi Penumpasan G30SPKI (Kalbar 1965-1967), dan Operasi Penumpasan Gerombolan Irian Barat (1967-1969) (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).

Berbagai penugasan tadi, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan menyisakan sejumlah kisah tersendiri. Misalnya, saat pasukannya yang waktu itu mempertahankan daerah Lampung dari agresi militer Belanda terdesak mundur hingga ke Tanjung Sejarow di Sumatera Selatan, dia malah bertemu dengan pujaan hati bernama R.A. Zuhariah. Dari perkawinan dengan R.A. Zuhariah, Musannif dikaruniai sembilan orang anak, yaitu: Ryamizard, Ryamuazzamsyah, Nursandrya, Heryati Zuraida, Syamsyurya, Krisna Murthy, Daan Rizal, Rya Irawan, dan Iriana Trimurty. Khusus untuk Iriana, namanya diambil dari pulau (Irian) tempat Musannif mengemban tugas membantu Operasi Teritorial Ekonomi Pemerintahan di perbatasan Irian Barat (Wardoyo, 2008).

Saat diterjunkan ke Kalimantan dalam Operasi Dwikora (1963-1966) untuk mempertahankan provinsi-provinsi yang ingin digabungkan oleh Malaysia dengan Brunei, Sabah, dan Serawak, Musannif mulai dilirik dan disukai oleh Presiden Soekarno. Dari sini dia menjadi loyalis Soekarno. Oleh karena dianggap sebagai orang berpengaruh, namanya pun lantas dicatut Letkol Inf Untug untuk dikatikan dengan Dewan Revolusi 1965. Akibatnya dia dianggap terlibat dan akan ditindak oleh Soeharto yang mengambil alih kekuasaan Soekarno (Probo, 2014). Namun karier Musannif dapat diselamatkan setelah membantah terlibat dan malah ikut memipin Operasi Penumpasan G-30-S PKI 1865-1967 di Kalimantan Barat.

Dalam operasi tersebut, menurut Aju (2011) Musannif yang menjabat sebagai Pangdam XII/Tanjungpura tanpa koordinasi dan persetujuan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia membacakan pengumuman pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) di Radio Republik Indonesia regional Pontianak pada tanggal 4 Oktober 1965. Pembubaran ini didasarkan atas hasil rapat petinggi sipil dan militer di Pontianak tanggal 2 Oktober 1965. Konsekuensinya, seluruh fasilitas PKI termasuk milik organisasi Chung Hua Khung Hui dibekukan dan disita.

Sebagai catatan, selain kisah perjalanan yang keras dan berliku-liku tadi, sepanjang berkarier di kemiliteran Musannif juga mendapat sejumlah tanda jasa, di antaranya: Bintang Dharma, Bintang Gerilya, Bintang Kartika Eka Paksi, Bintang Sewindu, Sat. Bakti, Sat Kesetiaan 24 Tahun, Sat. PKI, Sat. PKII, Sat. Gom V, Sat. Gom VI, Sat. Gom VII, Sat. Gom VIII, Sat. Sapta Marga, Sat. Satya Dharma, Sat Wira Dharma, Sat. Penegak, Sat. Dwidya Sistha, dan Sat. Raksasa Dharma (kodam-ii-sriwijaya.mil.id).

Lepas dari dunia kemiliteran Musannif mendalami ke sisi religiusitasnya dengan menjadi pengurus Masjid Istiqlal Jakarta. Musannif tutup usia pada tahun 1987 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Untuk mengenang jasa, setiap hari pahlawan di Bumi Ramik Ragom (Way Kanan) Pemda setempat mengadakan acara Napak Tilas Musannif Ryacudu yang diikuti oleh seluruh siswa Sekolah Menengah Atas, kalangan birokrat, dan lapisan masayarakat lainnya guna menularkan semangat nasionalisme pada para pemuda penerus bangsa (Ramadhoni, 2017). (gufron)

Foto: https://id.wikipedia.org/wiki/Musannif_Ryacudu
Sumber:
Ramadhoni, Ismi. 2017. “Riwayat Singkat Jenderal Jak Bumi Mesir Ilir, Way Kanan Lampung”, diakses dari https://rosimonline.blogspot.co.id/2017/01/riwayat-singkat-jenderal-jak-bumi-mesir.html, tanggal 20 Mei 2018.

Heri Wardoyo, dkk. 2008. 100 Tokoh Terkemuka Lampung, 100 Tahun Kebangkitan Nasional. Bandar Lampung: Lampung Post.Hlm. 51-54.

Kurniawati, Putri. 2016. “Musannif Ryacudu Bedah Buku Mayjen Musannif Ryacudu, Prajurit Perang dari Way Kanan, Raden Adipati: Beliau Teladan Utama Masyarakat Way Kanan”, diakses dari https://www.kupastuntas.co/2016/08/04/bedah-buku-mayjen-musannif-ryacudu-prajurit-perang-way-kanan-raden-adipati-beliau-teladan-utama-masyarakat-way-kanan/, tanggal 20 Mei 2018.

“Tiyuh Mayjen Ryacudu”, diakses dari http://buaypemukabangsaraja.blogspot.co.id/2010/12/ tiyuh -mayjen-ryacudu.html, tanggal 20 Mei 2018.

“Jejak Perjuangan Ryacudu di Monpera”, diakses dari http://palembang.tribunnews.com/17/ 11/2008/jejak-perjuangan-ryacudu-di-monpera, tanggal 22 Mei 2018.

“Sesepuh Musannif Ryacudu”, diakses dari http://www.kodam-ii-sriwijaya.mil.id/index.php? module=content&id=65, tanggal 22 Mei 2018.

Probo, Bayu. 2014. “Ryamizard, Putra Loyalis Soekarno, Menantu Wapres Era Soeharto”, diakses dari http://www.satuharapan.com/read-detail/read/ryamizard-putra-loyalis-soekarno-menantu-wapres-era-soeharto, tanggal 24 Mei 2018.

Aju. 2011. “Mayjen TNI Musanif Ryacudu, Bertindak Sebelum Instruksi Datang”, diakses dari http://www.kalbariana.web.id/mayjen-tni-musanif-ryacudu-bertindak-sebelum-instruksi-datang/, tanggal 24 Mei 2018.

Kabupaten Lampung Tengah

Letak dan Keadaan Alam
Lampung Tengah adalah salah satu kabupaten yang secara administratif termasuk dalam provinsi Lampung dengan batas geografis sebelah utara dengan Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Utara; sebelah timur dengan Kabupaten Tanggamus; sebelah selatan dengan Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Timur, dan Kota Metro; dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 4.789,82 km² dengan titik koordinat 40° 30’ – 40° 15’ Lintang Selatan dan 104° 35’ – 105° 50’ Bujur Timur.

Kabupaten Lampung Tengah terdiri atas 28 Kecamatan yang mencakup 16 kelurahan serta 298 pekon (desa). Ke-15 kecamatan itu beserta luasnya adalah sebagai berikut: (1) Kecamatan Padang Ratu beribukota di Haduyang Ratu terdiri atas 15 pekon seluas 204,44 km2 (4,27%); (2) Kecamatan Selagai Lingga beribukota di Negri Katon terdiri atas 14 pekon seluas 308,52 km2 (6,44%); (3) Kecamatan Pubian beribukota di Negri Kepayungan terdiri atas 20 pekon seluas 173,88 km2 (3,63%); (4) Kecamatan Anak Tuha beribukota di Negara Aji Tua terdiri atas 12 pekon seluas 161,64 km2 (3,37%); (5) Kecamatan Anak Ratu Aji beribukota di Gedung Sari terdiri atas 6 pekon seluas 68,39 km2 (1,43%); (6) Kecamatan Kali Rejo beribukota di Kelirejo terdiri atas 16 pekon dan 1 kelurahan seluas 101,31 km2 (2,12%); (7) Kecamatan Sendang Agung beribukota di Sendang Agung terdiri atas 9 pekon seluas 108,89 km2 (2,27%); (8) Kecamatan Bangun Rejo beribukota di Bangun Rejo terdiri atas 16 pekon dan 1 kelurahan seluas 132,63 km2 (2,77%); (9) Kecamatan Gunung Sugih beribukota di Gunung Sugih terdiri atas 13 pekon dan 2 kelurahan seluas 130,12 km2 (2,72%); (10) Kecamatan Bekri beribukota di Kusumadadi terdiri atas 8 pekon seluas 95,51 km2 (1,95%); (11) Kecamatan Bumi Ratu Nuban beribukota di Bulusari terdiri atas 10 pekon seluas 65,14 km2 (1,36%); (12) Kecamatan Trimurjo beribukota di Simbarwaringin terdiri tas 14 pekon seluas 68,43 km2 (1,43%); (13) Kecamatan Punggur beribukota di Tanggul Angin terdiri atas 7 pekon dan 2 kelurahan seluas 118,45 km2 (2,47%); (14) Kecamatan Kota Gajah beribukota di Kota Gajah terdiri atas 4 pekon dan 3 kelurahan seluas 68,05 km2 (1,42%); (15) Kecamatan Seputih Raman beribukota di Rukti Harjo terdiri atas 14 pekon seluas 146,65 km2 (3,06%); (16) Kecamatan Terbanggi Besar beribukota di Terbanggi Besar terdiri atas 6 pekon dan 4 kelurahan seluas 208,65 km2 (4,36%); (17) Kecamatan Seputih Agung beribukota di Dono Arum terdiri atas 10 pekon seluas 122,27 km2 (2,55%); (18) Kecamatan Pengubuan beribukota di Tanjung Ratu Ilir terdiri atas 7 pekon dan 1 kelurahan seluas 210,72 km2 (4,40%); (19) Kecamatan Terusan Nunyai beribukota di Gunung Batin Ilir terdiri atas 5 pekon dan 2 kelurahan seluas 302,05 km2 (6,31%); (20) Kecamatan Mataram beribukota di Kurnia Mataram terdiri atas 12 pekon seluas 120,02 km2 (2,51%); (21) Kecamatan Bandar Mataram beribukota di Jati Datar terdiri atas 12 pekon seluas 1.055,28 km2 (22,03%); (22) Kecamatan Seputih Banyak beribukota di Tanjung Harapan terdiri atas 13 pekon seluas 145,92 km2 (3,05%); (23) Kecamatan Way Seputih beribukota di Suko Binangun terdiri atas 6 pekon seluas 77,84 km2 (1,63%); (24) Kecamatan Rumbia beribukota di Reno Basuki terdiri atas 9 pekon seluas 106,09 km2 (2,21%); (25) Kecamatan Bumi Nabung beribukota di Bumi Nabung Ilir terdiri atas 7 pekon seluas 108,94 km2 (2,27%); (26) Kecamatan Putra Rumbia beribukota di Binakarya Utama terdiri atas 10 pekon seluas 95,02 km2 (1,98%); (27) Kecamatan Seputih Surabaya beribukota di Gaya Baru Satu terdiri atas 13 pekon seluas 144,60 km2 (3,02%); dan (28) Kecamatan Bandar Surabaya beribukota di Surabaya Ilir terdiri atas 10 pekon dengan luas 142,39 km2 (2,97%) (BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2017).

Topografi Kabupaten Lampung Tengah bervariasi mulai dari dataran rendah hingga tinggi (perbukitan dan pegunungan). Dataran rendah yang ketinggiannya 0,1-100 meter dari permukaan air laut menempati hampir seluruh wilayah. Oleh karena itu tidak heran apabila Lampung Tengah dialiri oleh belasan buah sungai, di antaranya: Way Waya, Way Ketaya, Kali Pasir, Way Besi, Kali Maeas, Way Tipo, Way Seputih, Way Pengubuan, Way Tetayan, Way Pubian, Kali Punggur, Way Sekampung, Way Raman, Way Bening, Way Keliwang, Way Buring, Way Pengubuan, dan Way Pengaduan. Sedangkan dataran di atas 1.001 meter dari permukaan air laut hanya di sekitar Gunung Anak (1614 meter), dan Gunung Tangkitangan (1.613 meter).

Iklim yang menyelimuti daerahnya sama seperti daerah lain di Indonesia, yaitu tropis yang ditandai oleh adanya dua musim, penghujan dan kemarau. Musim penghujan biasanya dimulai pada Oktober - Maret, sedangkan musim kemarau biasanya dimulai pada bulan April - September. Curah hujannya rata-rata 2.500-3.000 milimeter per tahun. Sedangkan, temperaturnya rata-rata 20-30 Celcius. Sesuai dengan iklimnya yang tropis maka flora yang ada di sana pada umumnya sama dengan daerah-daerah lain di Indonesia, seperti: jati, kelapa, bambu, tanaman buah (seperti rambutan, manggis, duku, kopi, dan durian), padi, dan tanaman palawija (jagung, kedelai, singkong, dan mentimun). Fauna yang ada di wilayah kabupaten ini seperti yang biasa diternakan oleh masyarakat di Indonesia pada umumnya.

Pemerintahan
Pada masa pemerintahan Belanda, Lampung Tengah merupakan Onder Afdeling Sukadana yang dikepalai seorang Controleur berkebangsaan Belanda dan dibantu Demang bangsa pribumi. Afdeling ini terdiri dari tiga distrik, yaitu: Onder Distrik Sukadana (Marga Sukadana, Marga Tiga, Marga Nuban, dan Marga Unyai Way Seputih), Onder Distrik Labuhan Meringgai (Marga Sekampung Ilir, Sekampung Udik, dan Marga Subing Labuhan), dan Onder Distrik Gunung Sugih (Marga Unyi, Subing, Anak Tuha, serta Marga Pubian).

Ketika Jepang berkuasa Lampung Tengah menjadi wilayah Bun Shu Metro yang terbagi dalam beberapa Gun Shu, marga-marga, dan kampung-kampung. Setelah Indonesia merdeka, melalui Peraturan Peralihan pasal 2 UUD 1945 Bun Shu Metro berubah menjadi Kabupaten Lampung Tengah dengan bupati pertama Burhanuddin (1945-1948). Pada masa ini sistem pemerintahan masih berdasarkan marga-marga sebelum dikeluarkannya Undang-undang Darurat No.4 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Sumatera Selatan mulai diberlakukan.

Dalam Undang-undang tersebut salah satunya memuat sistem pemerintahan negeri yang dipimpin oleh Kepala Negeri pilihan Dewan Negeri dan Kepala Kampung. Kepala Negeri membawai sembilan Negeri, yaitu Tirmurjo, Metro, Pekalongan, Tribawono, Sekampung, Sukadana, Labuhan Meringgai, Way Seputih, dan Seputih Barat. Namun, karena sistem pemerintahan negeri dirasa kurang sesuai, pada tahun 1972 Gubernur Lampung mengeluarkan kebijakan menghapusnya secara bertahap dengan cara tidak lagi mengangkat kepala negeri setelah habis masa jabatan. Dan, dengan berakhirnya pemerintahan negeri, berlakulah Undang-undang No.5 tahun 1979 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Desa.

Pada masa Orde Baru, wilayah Kabupaten Lampung Tengah meliputi satu kota administratif, dua buah lembaga pembantu bupati, 24 kecamatan, dan 504 desa/kelurahan. Kemudian ditambah dengan Kecamatan Terusan Nunyai (pemekaran Kecamatan Terbanggi Besar) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 46 tahun 1999. Selanjutnya, masih di tahun yang sama berdasar UU RI Nomor 12 Tahun 1999 diadakan pemekaran sehingga wilayah Kabupaten Lampung Tengah semula memiliki luas 9.189,50 km² menjadi hanya sekitar 4.789,82 km² (id.wikipedia.org).

Hasil pemekaran berupa terbentuknya kabupaten baru yaitu Lampung Timur. Selain itu, ibukota kabupaten yang semula berada di Metro harus dipindahkan ke wilayah Gunung sugih karena Metro menjadi sebuah kotamadya. Selanjutnya Lampung Tengah hanya memiliki 13 buah kecamatan karena sebagian di antaranya masuk dalam wilayah Kabupaten Lampung Timur, yaitu: Sukadana, Metro Kibang, Pekalongan, Way Jepara, Labuhan Meringgai, Batanghari, Sekampung, Jabung, Purbolinggo, dan Raman Utara.

Sedangkan kecamatan yang masih tetap berada dalam wilayah Lampung Tengah adalah: Gunung Sugih, Terbanggi Besar, Seputih Mataram, Punggur, Seputih Raman, Seputih Banyak, Rumbia, Seputih Surabaya, Trimurjo, Padang Ratu, Bangun Rejo, Kali Rejo, dan Terusan Mumyai. Sebagian kecamatan tadi dimekarkan lagi berdasar Perda Kabupaten Lampung Tengah No. 10 tahun 2001 menjadi 13 kecamatan baru, yaitu: Bumi Ratu Nuban, Bekri, Seputih Agung, Way Pengubuan, Bandar Mataram, Pubian, Selagai Lingga, Anak Tuha, Sendang Agung, Kota Gajah, Bumi Nabung, Way Seputih, dan Bandar Surabaya. Selanjutnya berdasarkan Perda Kabupaten Lampung Tengah No. 6 Tahun 2005 dibentuk Kecamatan Anak Ratu Aji dan terakhir berdasar Perda No. 15 Tahun 2006 dibentuk Kecamatan Putra Rumbia (id.wikipedia.org)

Sebagaimana wilayah lain di Indonesia, Kabupaten Lampung Tengah juga memiliki lambang daerah. Adapun bentuknya menyerupai perisai bersudut lima berwarna dasar hijau yang menggambarkan alat untuk mempertahankan cita-cita dan perjuangan serta Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Segilima juga bermakna sebagai lima prinsip masyarakat Lampung yaitu piil pesengiri, sakai sambayan, nemui nyimah, nengah nyapur, dan bejuluk beadek. Sedangkan warna dasar hijau melambangkan kesuburan dan kedamaian.

Di dalam lambang terdapat gambar-gambar sebagai berikut: (a) bendera merah putih yang melambangkan Kabupaten Lampung Tengah adalah bagian tak terpisahkan dari Wilayah Kesatuan Republik Indonesia; (b) empat buah payung agung melambangkan kehormatan, pengayom, dan budaya masyarakat Lampung Tengah. Setiap payung memiliki warna dengan makna khusus. Warna merah melambangkan keberanian keperwiraan dan patriotisma. Warna kuning bermakna keagungan, kekuasaan, dan kejayaan, warna putih melambangkan kesucian dan kebersihan jiwa; dan warna hitam melambangkan kekuatan serta keabadian; (c) kursi pepadun bermotif hewan dan tumbuhan memaknakan kehormatan dalam adat serta kedaulatan rakyat yang menjadi hak setiap warga; (d) pita putih bertuliskan Jurai Siwo melambangkan identitas kebudayaan masyarakat Lampung Tengah yang terdiri atas sembilan marga; dan (e) 17 butir padi serta 8 buah kapas melambangkan kemakmuran dan semangat dalam mengisi kemerdekaan (www.kemendagri.go.id).
Selain itu, Kabupaten Lampung Tengah juga memiliki visi yaitu sebagai lumbung pangan yang aman, maju, adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Sedangkan misinya yang dikutip dari scribd.com adalah: meningkatkan keamanan, ketertiban, keadilan, dan keberagaman budaya; membangun dan meningkatkan infrastruktur strategis berbasis pengembangan wilayah yang terpadu; membangun ekonomi kerakyatan berbasis agribisnis dan ekonomi kreatif dengan melibatkan partisipasi industri; meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan sesuai potensi dan kearifan lokal; mengelola fungsi sumberdaya alam dan lingkungan berbasis pertanian berkelanjutan; dan menyelenggarakan tata kelola pemerintahan yang baik dan prorakyat.

Kependudukan
Penduduk Lampung Tengah berdasarkan data dari BPS Kabupaten Lampung Tengah (sensus tahun 2016) berjumlah 1.250.486 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 339.317. Jika dilihat berdasarkan jenis kelaminnya, maka jumlah penduduk laki-lakinya mencapai 636.688 jiwa dan penduduk berjenis kelamin perempuan mencapai 613.798 jiwa. Para penduduk ini tersebar di 28 kecamatan, yaitu: Padang Ratu dihuni oleh 49.464 jiwa, terdiri dari laki-laki 25.274 jiwa dan perempuan 24.190 jiwa; Selagai Lingga dihuni oleh 33.328 jiwa (laki-laki 17.151 jiwa dan perempuan 16.177 jiwa); Pubian 42.123 jiwa (laki-laki 21.498 jiwa dan perempuan 20.625); Anak Tuha 37.558 jiwa (laki-laki 19.065 jiwa dan perempuan 18.493 jiwa); Anak Ratu Aji 16.017 jiwa (laki-laki 8.213 jiwa dan perempuan 7.804 jiwa); Kalirejo 66.921 jiwa (laki-laki 34.179 jiwa dan perempuan 32.742 jiwa); Sendang Agung 37.592 jiwa (laki-laki 19.293 jiwa dan perempuan 18.299 jiwa); Bangun Rejo 57.291 jiwa (laki-laki 29.086 jiwa dan perempuan 28.205 jiwa); Gunung Sugih 67.470 jiwa (laki-laki 34.214 jiwa dan perempuan 33.256 jiwa); Bekri 26.901 jiwa (laki-laki 13.602 jiwa dan perempuan 13.299 jiwa); Bumi Ratu Nuban 31.048 jiwa (laki-laki 15.882 jiwa dan perempuan 15.166 jiwa); Trimurjo 51.414 jiwa (laki-laki 25.238 jiwa dan perempuan 26.176 jiwa); Punggur 38.960 jiwa (laki-laki 19.830 jiwa dan perempuan 19.130 jiwa); Kota Gajah 33.638 jiwa (laki-laki 17.015 jiwa dan perempuan 16.623 jiwa); Seputih Raman 48.749 jiwa (laki-laki 24.511 jiwa dan perempuan 24.238 jiwa); Terbanggi Besar 119.127 jiwa (laki-laki 59.808 jiwa dan perempuan 59.319 jiwa); Seputih Agung 49.777 jiwa (laki-laki 25.198 jiwa dan perempuan 24.579 jiwa); Way Pengubuan 42.803 jiwa (laki-laki 21.558 jiwa dan perempuan 21.245 jiwa); Terusan Nuyai 44.349 jiwa (laki-laki 22.537 jiwa dan perempuan 21.812 jiwa); Seputih Mataram 48.030 jiwa (laki-laki 24.418 jiwa dan perempuan 23.612 jiwa); Bandar Mataram 77.572 jiwa (laki-laki 40.515 jiwa dan perempuan 37.057 jiwa); Seputih Banyak 45.058 jiwa (laki-laki 22.812 jiwa dan perempuan 22.246 jiwa); Way Seputih 18.395 jiwa (laki-laki 9.337 jiwa dan perempuan 9.058 jiwa); Rumbia 35.641 jiwa (laki-laki 18.326 jiwa dan perempuan 17.315 jiwa); Bumi Nabung 32.102 jiwa (laki-laki 16.451 jiwa dan perempuan 15.651 jiwa); Putra Rumbia 18.274 jiwa (laki-laki 9.417 jiwa dan perempuan 8.857 jiwa); Seputih Surabaha 46.730 jiwa (laki-laki 23.809 jiwa dan perempuan 22.921 jiwa); serta Kecamatan Bandar Surabaya dihuni oleh 34.154 jiwa yang terdiri atas 17.513 orang laki-laki dan 16.641 orang perempuan.

Jika dilihat berdasarkan golongan usia, penduduk yang berusia 0-4 tahun ada 115.351 jiwa, kemudian yang berusia 5-9 tahun ada 113.913 jiwa, berusia 10-14 tahun ada 109 620 jiwa, berusia 15-19 tahun ada 102 821 jiwa, berusia 20-24 tahun ada 94 563 jiwa, berusia 25-29 tahun ada 97 643 jiwa, berusia 30-34 tahun ada 102 137 jiwa, berusia 35-39 tahun ada 101 493 jiwa, berusia 40-44 tahun ada 92 841 jiwa, berusia 45-49 tahun ada 82 833 jiwa, berusia 50-54 tahun ada 69 139 jiwa, berusia 55-59 tahun ada 54 242 jiwa, berusia 60-64 tahun ada 39 512 jiwa, berusia 65-69 ada 27 741 jiwa, berusia 70-74 ada 21 193 jiwa, dan yang berusia 75 tahun ke atas ada 25 444 jiwa dari jumlah total penduduk. Ini menunjukkan bahwa penduduk Lampung Tengah sebagian besar berusia produktif.

Pendidikan dan Kesehatan
Sebagai sebuah kabupaten, Lampung Tengah tentu saja memiliki sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Adapun sarana pendidikan yang terdapat di kabupaten ini berdasar data dari referensi.data.kemdikbud.go.id, adalah: 678 buah Sekolah Dasar dengan jumlah siswa sebanyak 121.068 orang dan 9.529 tenaga pengajar; dan 79 buah Sekolah Menengah Pertama dengan jumlah siswa sebanyak 28.281 orang dan 3.045 orang tenaga pengajar; 21 buah sekolah menengah atas dengan jumlah siswa sebanyak 8.775 orang dan 978 orang tenaga pengajar; 8 buah sekolah menengah kejuruan dengan jumlah siswa 3.642 orang dan 380 orang tenaga pengajar; 176 Madrasah Diniah dengan jumlah siswa sebanyak 10.698 orang dan 565 orang tenaga pengajar; 73 buah Madrasah Ibtidaiyah dengan jumlah siswa sebanyak 9.141 orang dan 907 orang tenaga pengajar; dan 87 buah Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa sebanyak 16.748 orang dan 73 1677 orang tenaga pengajar.

Sementara untuk sarana kesehatan terdapat 8 buah rumah sakit, 1 buah rumah bersalin, 38 buah puskesmas, 408 buah Posyandu, dan 26 buah balai kesehatan. Berdasarkan data yang tercatat pada Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah tahun 2017 tercatat 1.406 tenaga kesehatan, terdiri atas: 126 dokter umum, 26 dokter gigi, 82 dokter spesialis, 424 tenaga keperawatan, 705 tenaga kebidanan, 12 tenaga kefarmasian, dan 31 orang tenaga kesehatan lainnya (BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2017).

Perekonomian
Letak Kabupaten Lampung Tengah yang relatif jauh dari ibukota provinsi (Bandarlampung) membuat perekonomian mayoritas penduduknya masih mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Menurut data dari BPS Kabupaten Lampung Tengah tahun 2016, hanya sebagian kecil lahan saja yang digunakan sebagai areal perumahan. Selebihnya, merupakan lahan pertanian, perladangan, dan kolam, dengan rincian: padi sawah seluas 80.814 ha, padi irigasi teknis seluas 56.659 ha, jagung seluas 49.580 ha, kedelai seluas 303 ha, kacang tanah seluas 661 ha, kacang hijau seluas 236 ha, ubi kayu seluas 60.716 ha, ubi jalar seluas 289 ha, petsai seluas 56 ha, kacang panjang seluas 538 ha, cabe besar seluas 642 ha, cabe rawit seluas 148 ha, tomat seluas 184 ha, kangkung seluas 532 ha, bayam seluas 463 ha, terung seluas 475 ha dan mentimun seluas 388 ha.

Sosial Budaya
Saat ini penduduk Lampung Tengah terdiri dari berbagai etnik, di antaranya: Lampung, Jawa, Sunda, Bali, dan lain sebagainya. Beragamnya etnik tersebut tidak lepas dari peran pemerintah dalam rangka pemerataan pembangunan demi tercapainya asimilasi dan integrasi bangsa. Desaterbanggibesarlampungtengah.blogspot.com mencatat, ketika Indonesia baru merdeka (selama tahun 1952 hingga 1970) pada 24 objek transmigrasi daerah Lampung telah ditempatkan sebanyak 53.607 KK atau 221.181 jiwa. Empat objek di antaranya berada di Kabupaten Lampung Tengah dengan jatah penempatan sebanyak 6.189 KK atau 26.538 jiwa.

Mereka umumnya menempati tanah-tanah marga milik penduduk lokal ataupun lahan bekas kolonisasi pemerintah Hindia Belanda yang diserahkan kepada Direktorat Transmigrasi. Selanjutnya, areal transmigrasi tersebut diserahkan kembali pada pemerintah daerah bersangkutan untuk dilakukan pembinaan dan pengembangannya. Hasilnya, seiring peningkatan, penyebaran dan pemerataan penduduk, terbentuklah keanekaragaman sukubangsa di Provinsi Lampung, termasuk di Kabupaten Lampung Tengah.

Di Lampung Tengah, selain penduduk asli, sebagian wilayahnya dihuni oleh transmigran yang berasal dari bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Mereka mayoritas beragama Islam dan sebagian lagi Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Kemudian ada pula sukubangsa Sunda (Jawa Barat) walau jumlahnya tidak sebanyak sukubangsa Jawa. Sementara transmigran yang berasal dari luar Pulau Jawa mayoritas adalah orang Bali yang mendiami beberapa kecamatan di wilayah bagian timur. Penduduk pendatang lain yang ikut pula menetap berasal dari sukubangsa Bugis dan Makassar. Mereka umumnya bermukim di sekitar pesisir pantai, terutama di Kecamatan Bandar Surabaya. Terakhir, adalah orang-orang yang datang dari Pulau Sumatera sendiri, seperti Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.

Dengan adanya bermacam sukubangsa tadi tentu saja kehidupan sosial budaya di Kabupaten Lampung Tengah relatif beragam. Setiap sukubangsa selalu membawa unsur-unsur kebudayaannya sehingga membentuk semacam Indonesia mini. Hal yang mencolok dari keragaman tadi, selain bahasa, juga pada kesenian tradisional yang kerap ditampilkan pada acara-acara tertentu (perkawinan, sunatan, dan upacara daur hidup lainnya).

Sementara masyarakat asli Lampung sendiri (bukan transmigran atau pendatang) terbagi dalam dua adat besar yaitu Saibatin dan Pepadun. Penduduk yang beradat Saibatin umumnya tinggal di sepanjang pesisir selatan hingga barat provinsi ini, sedangkan penduduk beradat Pepadun bermukim di daerah pedalaman sebelah barat Bukit Barisan. Masyarakat adat Saibatin atau disebut juga Peminggir (karena bermukim di pinggir pantai) terdiri atas Paksi Pak (Buay Belunguh, Buay Pernong, Buay Bejalan Di Way, Buay Nyerupa, Buay Lapah) dan Komering-Kayuagung. Mereka mendiami sebelas wilayah adat, yaitu: Kalianda, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Belalau, Liwa, dan Ranau.

Sedangkan masyarakat pendukung adat Pepadun menurut seandanan.wordpress.com, terdiri atas: (1) Abung Siwo Mego (Unyai, Unyi, Subing, Uban, Anak Tuha, Kunang, Beliyuk, Selagi, dan Nyerupa) yang mendiami tujuh wilayah adat, yaitu Kotabumi, Seputih Timur, Sukadana, Labuhan Meringgai, Jabung, Gunung Sugih, dan Terbanggi; (2) Mego Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, dan Puyang Tegamoan) yang mendiami empat wilayah adat, yaitu Menggala, Mesuji, Panaragan, dan Wiralaga; (3) Pubian Teluk Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca atau Suku Tambapupus, Minak Handak, dan Hulu atau Suku Bukujadi) yang mendiami delapan wilayah adat, yaitu Tanjungkarang, Balau, Bukujadi, Tegineneng, Seputih Barat, Padang Ratu, Gedungtataan, dan Pugung; (4) Sungkai-Way Kanan Buay Lima atau lima keturunan Raja Tijang Jungur, terdiri dari Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, dan Barasakti. Mereka mendiami sembilan wilayah adat, yaitu Negeri Besar, Ketapang, Pakuan Ratu, Sungkay, Bunga Mayang, Belambangan Umpu, Baradatu, Bahuga, dan Kasui.

Berdasarkan pembagian marga dan wilayah adat tersebut, maka dapat dikatakan masyarakat Lampung Tengah sebagian besar adalah pendukung adat Pepadum. Sebagai sebuah kesatuan adat, orang Pepadun tentu mengembangkan kebudayaan tersendiri sebagai pedoman bagi kehidupan bersama. Misalnya, dalam sistem kekerabatan mereka menganut prinsip patrilineal yang mengikuti garis keturunan dari kaum laki-laki. Oleh karena itu, dalam sebuah keluarga kedudukan adat tertinggi berada pada anak laki-laki tertua dari keturunan tertua yang disebut Penyimbang. Seseorang yang memperoleh gelar dan status sebagai penyimbang akan sangat dihormati dalam masyarakatnya karena menjadi penentu dalam setiap proses pengambilan keputusan adat. Sementara kesatuan hidup masyarakatnya tercermin dalam ikatan kekerabatan yang menganut sistem keluarga luas (extended family). Ikatan kekerabatan didasarkan pada hubungan keturunan (ikatan darah), ikatan perkawinan, ikatan mewarei (pengangkatan saudara), dan ikatan berdasarkan pengangkatan anak (adopsi).

Mereka juga memiliki falsafah hidup yang disebut sebagai piil pesenggiri dengan elemen budaya juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambayan. Adapun artinya menurut lampungtengah.go.id, Juluk adek adalah pemberian gelar kepada seseorang ditetapkan berdasarkan kesepakatan keluarga satu kebuwaiyan (seketurunan) dengan pertimbangan antara lain, status atau kedudukan yang bersangkutan dalam keluarga batih, mengacu pada gelar atau nama dalam keturunan dua atau tiga tingkat ke atas (secara genealogis). Juluk adek merupakan hak bagi anggota masyarakat Lampung, oleh karena itu juluk adek merupakan identitas utama yang melekat pada pribadi yang bersangkutan. Juluk adek merupakan azas identitas dan sebagai sumber motivasi bagi anggota masyarakat Lampung untuk dapat berkarya lebih produktif.

Nemui nyimah, secara harafiah diartikan sebagai sikap pemurah, terbuka, suka memberi, dan menerima dalam arti material sesuai dengan kemampuan. Nemui nyimah merupakan ungkapan azas kekeluargaan untuk menciptakan suatu sikap keakraban dan kerukunan serta silaturahmi. Nemui nyimah merupakan kewajiban bagi suatu keluarga dan masyarakat Lampung pada umumnya, dan khususnya masyarakat hukum adat Lampung Saibatin untuk tetap menjaga silaturahmi, di mana ikatan keluarga secara genealogis selalu tetap terpelihara dengan prinsip keterbukaan, kepantasan, dan kewajaran. Unsur nemui nyimah pada hakekatnya didasari rasa keikhlasan dari lubuk hati terdalam, untuk menciptakan kerukunan hidup berkeluarga serta bermasyarakat. Bentuk konkrit nemui nyimah dalam konteks kehidupan masyarakat dewasa ini, lebih tepat diterjemahkan sebagai sikap keperdulian sosial dan rasa kesetiakawanan. Suatu keluarga yang memiliki keperdulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, tentunya akan berpandangan luas, berpandangan jauh ke depan, dengan motivasi kerja keras, jujur, dan tidak merugikan orang lain.

Nengah nyappur, menggambarkan bahwa anggota masyarakat Lampung mengutamakan rasa kekeluargaan dan didukung dengan sikap suka bergaul serta bersahabat dengan siapa saja, tanpa membedakan suku bangsa, agama, status sosial, asal-usul, dan golongan. Sikap suka bergaul dan bersahabat menumbuhkan semangat suka bekerja sama, tenggang rasa (toleransi) yang tinggi antar sesamanya. Sikap toleransi akan menumbuhkan sikap ingin tahu, mau mendengarkan nasehat orang lain, memacu semangat kreativitas dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Oleh karena itu kesimpulan dari sikap nengah nyappur menunjuk kepada nilai musyawarah untuk mufakat. Sikap nengah nyappur melambangkan sikap nalar yang baik, tertib, dan sekaligus merupakan embrio dari kesungguhan untuk meningkatkan pengetahuan serta sikap adaptif terhadap perubahan. Melihat kondisi kehidupan masyarakat Lampung Selatan yang pluralistik, maka dapat dipahami bahwa penduduk daerah ini telah menjalankan prinsip hidup nengah nyappur secara wajar dan positif. Dengan demikian berarti masyarakat Lampung pada umumnya dituntut kemampuannya untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang wajar, yakni dalam arti sopan dalam sikap perbuatan serta santun dalam tutur kata. Makna yang lebih dalam adalah harus siap mendengarkan, menganalisis, dan harus siap menyampaikan informasi dengan tertib dan bermakna.

Sakai sambayan, berarti tolong menolong dan gotong royong, yakni memahami makna kebersamaan atau guyub. Sakai sambayan pada hakekatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi dan solidaritas yang tinggi terhadap berbagai kegiatan sosial pada umumnya. Sebagai masyarakat Lampung akan merasa kurang terpandang, apabila tidak mampu berpartisipasi dalam suatu kegiatan kemasyarakatan. Perilaku ini menggambarkan sikap toleransi kebersamaan, sehingga seseorang akan memberikan apa saja secara suka rela apabila pemberian tersebut memiliki nilai manfaat bagi orang atau anggota masyarakat lain yang membutuhkan. Mengenai hukum adat yang berisi keharusan, kebolehan, dan larangan (cempala), dalam pergaulan sehari-hari senantiasa dituangkan dalam perilaku sopan santun, berdasarkan kelaziman dan kebiasaan secara turun temurun. Kelaziman dan kebiasaan ini pada hakekatnya menggambarkan bahwa masyarakat adat Lampung Saibatin mempunyai tatanan kehidupan sosial yang teratur. Prinsip hidup yang terkandung dalam cempala merupakan pedoman dalam pelaksanaan pengawasan terhadap sikap perilaku, yang melahirkan nilai kebaikan konkrit dan terbentuknya tatanan hukum sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat. Tata nilai budaya masyarakat hukum adat Lampung Saibatin sebagaimana diuraikan di atas, pada dasarnya merupakan kebutuhan hidup dasar bagi seluruh anggota masyarakat setempat, agar tetap survive secara wajar dalam membina kehidupan dan penghidupannya, yang tercermin dalam tata kelakuan sehari-hari baik secara pribadi, ataupun bersama dengan anggota kelompok masyarakat maupun bermasyarakat secara luas. (ali gufron)

Sumber:
"Sejarah Lampung Tengah", diakses dari http://www.lampungtengah.go.id/lamteng/index. php?option=displaypage&Itemid=130&op=page&SubMenu=, tanggal 15 Agustus 2017.

"Desa Terbanggi Besar Lampung Tengah", diakses dari http://desaterbanggibesarlampung tengah.blogspot.com/p/gambaran-umum.html, tanggal 17 Agustus 2017.

BPS Kabupaten Lampung Tengah. 2017. Lampung Tengah Dalam Angka 2017. Gunung Sugih, Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Tengah.

"Kebupaten Lampung Tengah", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_ Lampung_Tengah, tanggal 30 Juni 2018.

"Profil Daerah Kabupaten Lampung Tengah" diakses dari http://www.kemendagri. go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/18/name/lampung/detail/1802/lampung-tengah, tanggal 25 Juni 2018.

"Visi dan Misi Lampung Tengah", diakses dari https://www.scribd.com/document/ 339273689/Visi-Dan-Misi-Lampung-Tengah, tanggal 25 Juni 2018.

Hadikusuma, Hilman. 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Bandung: Mandar Maju.

"Jumlah Data Satuan Pendidikan (Sekolah) per Kabupaten Kota: Kab. Lampung Tengah:", diakses dari http://referensi.data.kemdikbud.go.id/index11.php?kode=120200&level=2, tanggal 24 Juni 2018.

"Adat Masyarakat Lampung", diakses dari http://seandanan.wordpress.com/ada/, tanggal 3 September 2017.

Gabing

Dalam dunia tumbuhan kelapa (cocos nucifera) termasuk marga cocos dari suku aren-arenan (arecaceae). Tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) ini bercirikan batang tidak bercabang, daun menyirip dan berakar serabut. Oleh masyarakat Indonesia pohon kelapa dianggap serbaguna karena hampir seluruh bagiannya mulai dari pucuk hingga akar dapat dimanfaatkan.

Bagian daun misalnya, dapat sebagai bahan atap rumah sementara batang daun untuk dijadikan sapu lidi dan tusuk sate. Buah kelapa dapat dapat dijadikan bahan makanan, obat dan minuman. Sementara kulit buahnya (sabut) dapat menjadi alas kaki dan pembersih peralatan dapur. Bagian batok dapat menjadi bahan bakar (arang) dan bahan kerajinan tangan. Akarnya pun juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan bernilai seni. Sedangkan batangnya dapat berfungsi sebagai bahan pembuat rumah, kayu bakar, dan lain sebagainya.

Khusus di daerah Lampung, batang kelapa yang masih sangat muda dapat pula dibuat menjadi masakan yang disebut gabing. Gabing disajikan berkuah menyerupai opor karena salah satu racikannya menggunakan bumbu opor. Adapun bahan lain, di antaranya: santan, cabe rawit, udang, dan cempokak. Sedangkan cara mengolahnya diawali dengan mengiris tipis batang kelapa muda dengan ukuran sesuai selera. Selanjutnya rebus irisan tadi hingga empuk lalu angkat dan tiriskan. Kemudian rebus irisan dalam campuran bumbu opor, satan, cabe rawit, udang, dan cempokak. Bila telah matang gabing siap disajikan.

Foto: https://triplampungku.blogspot.com/2017/07/nikmatnya-gulai-gabing-yang-menggoda.html

Engkak

Engkak merupakan salah satu jenis kuih-muih yang populer di daerah Sumatera Selatan dan Lampung. Kue lembut-manis berbentuk persegi empat berbahan ketan ini dibuat secara berlapis menggunakan loyang atau cetakan. Engkak dibuat dari berbagai macam bahan, yaitu tepung ketan putih, gula pasir, telur ayam, santan kelapa, susu kental manis, dan mentega. Adapun cara membuatnya diawali dengan mencampur telur dan gula dalam baskom lalu dikocok hingga mengembang. Selanjutnya campuran telur dan gula tadi ditambah dengan tepung ketan putih, santan, dan susu kaleng. Bila adonan telah tercampur merata, langkah berikutnya adalah menuangnya ke dalam loyang yang telah diolesi mentega untuk dipanggang. Penuangan adonan tidak dilakukan sekaligus, melainkan selapis demi selapis dengan suhu panggangan yang berbeda-beda. Dan, bila telah masak dan didinginkan, kue engkak pun siap disajikan.

Kakumbut

Kakumbut atau kandung adalah selendang yang dililitkan sebagai ikat kepala bagi kaum perempuan dewasa atau tua di daerah Lampung. Selain berfungsi sebagai penahan panas matahari kakumbut juga berfungsi sebagai kelengkapan pakaian resmi saat menghadiri acara adat atau gawi adat. Kakumbut terkadang juga digunakan oleh kaum ibu sebagai alat untuk menggendong bayi.

Getas

Getas adalah sebutan orang Lampung bagi alat penuai padi pada saat dipanen tiba. Getas dibuat dari kayu (papan) tipis setebal sekitar 5 cm dengan lebar 5 cm dan panjang 13 cm, sepotong bambu sebesar ibu jari dengan panjang sekitar 13 cm yang nantinya dipasang di bagian belakang sebagai pegangan dan sebilah besi tipis sebagai mata getasnya. Di daerah Lampung para petani umumnya memperoleh getas dengan cara membelinya di pasar atau di toko-toko yang menjual alat pertanian.

Terumpah

Terumpah atau gappar adalah sebutan orang Lampung bagi alat pelapis kaki untuk berjalan yang dibuat dari kayu atau papan tebal. Cara membuat terumpah adalah dengan memotong atau membelah kayu yang telah dipersiapkan. Kemudian diberi lekukan sesuai dengan telapak kaki dan dipatok pada bagian depan untuk jepitan jari kaki. Terumpah saat ini jarang dipakai oleh orang Lampung karena fungsinya berangsur-angsur tergantikan oleh sandal yang diproduksi pabrik.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive