Dikenal sebagai Candi Sajiwan karena didirikan di Desa Sajiwan, + 1 km arah tenggara dari Desa Prambanan. Ke Candi ini dapat ditempuh dengan mudah baik jalan kaki atau kendaraan bermotor. Desa Sajiwan berada di Kecamatan Kebondalem, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah.
Bangun candi berdenah panjang x lebar: 20 m x 20 m dengan arah hadap ke barat, bahannya dari batu andesit. Di sekeliling candi terdiri dari kebun/pekarangan penduduk yang banyak pepohonan perdu: pidang, kelapa dan pepohonan pelindung lainnya. Sepintas memang tidak tampak kalau terdapat candi besar, namun karena sudah dikenal oleh penduduk, tidaklah sulit mencari bangunan itu.
Seperti bangunan candi lainnya, candi Budha Sajiwan terdiri dari kaki candi, tubuh dan atap. Candinya pun sekarang tidak utuh, tetapi untuk dikunjungi sebagai obyek wisata ataupun penelitian ilmiah masih memadai karena memang masih dapat dilihat bentuk bangunan, lukisan-lukisan dan arcanya cukup menarik perhatian.
Di bagian bawah candi tempat beberapa bingkai berhias/relief yang beraneka ragam. Beberapa contoh relief:
1. Motif atau corak hiasan geometris, yaitu hiasan sejenis garis-garis, segi empat dan lain sebagainya. Hiasan garis segi empat diselingi ceplok-ceplok bunga menyerupai satu jenis batik jawa yang disebut motif batik sido mukti/sido luhur. Relief ini terdapat pada dinding luar kaki candi.
2. Terdapat lukisan pohon hayat/pohon penghidupan yang terdiri dari pohon berdaun lebat dengan sulur-sulur mirip sulur pohon beringin, batangnya tumbuh dari pundi-pundi.
Pada kanan kiri pohon terdapat lukisan dua laki-laki sedang duduk. Sikapnya menyerupai orang yang sedang bersemedi/berdoa. Selain itu terdapat pula seorang wanita duduk di belakang seakan-akan sedang mendengarkan lelaki (pendeta) berdoa. Lukisan-lukisan ini terdapat di kedua dinding luar sayap tangga candi.
Pada kedua lukisan gayanya hampir sama, hanya berbeda pada sikap tangan. Pada sayap tangga sisi selatan pendeta sedang berdoa, sedangkan pada sisi utara pendeta sedang menggerakkan tangan kanan dengan membawa suatu benda.
3. Beberapa adegan yang menampilkan tokoh manusia dan tokoh binatang (Tantri) antara lain: kera, singa, burung dan buaya. Lukisan ini terdapat pada dinding luar candi sebagai berikut:
- Seekor kera yang sedang naik ke punggung buaya sedang menyeberang sungai, sekelilingnya banyak ranting pohon.
- Adegan dua binatang, satu harimau dan satu seperti kancil berada di tengah hutan.
- Manusia berkepala singa sedang duduk, tangan kiri dilipat ke perut, tangan kanan memberikan sesuatu isyarat.
- Seorang wanita menunggui ikan-ikan di jambangan ditemani oleh seekor rusa di taman.
- Seorang laki-laki sedang tiduran bersantai ditunggi oleh wanita (mungkin isterinya).
Tubuh candi sebagian masih dalam keadaan agak baik, terdapat pintu candi yang dihiasi dengan makara (hiasan kanan kiri ambang pintu bawah berupa kepala ular), sulur-sulur dan kepala kala di atas pintu.
Di ruang (bilik candi) berfungsi sebagai tempat pemujaan arca Budha Padmapani dan Manjusri. Letak arca di ruang candi terdapat pada relung dinding.
Bagian atap candi induk tidak utuh, tinggal bekas saja.
Pelestarian
Menurut penelitian para ahli, Candi Sajiwan didirikan + pertengahan abad IX Masehi. Bangunan yang sudah sekian ratus tahun umurnya itu rupa-rupanya dipelihara sedemikian rupa sehingga tetap baik keadaannya. Candi mempunyai nilai budaya tinggi baik ditinjau dari segi latar belakang sejarah atau teknis pembuatannya (arsitekturnya).
Bangunan yang ada di sekitarnya seperti Kompleks Candi Sewu, Keraton Ratu Boko, Candi Banyunibo merupakan bukti peninggalan budaya yang masih ada sampai sekarang. Pelestarian bangunan bersejarah meliputi pemeliharaan kondisi fisik bendanya dan lingkungannya (pertamanan, pemagaran dan kebersihan).
Sampai saat ini Candi Sajiwan masih dalam perbaikan/pemugaran bertahap. Suatu kegiatan yang merupakan pelestarian warisan budaya bangsa ikut mencegah terjadinya perusakan peninggalam sejarah dan purbakala.
Pemanfaatan
Bagi kita, pewaris budaya bangsa, sudah selayaknya mempunyai beban dan tanggung jawab menyelamatkan dan memelihara warisan budayanya. Warisan yang banyak mengandung ilmu pengetahuan sangat terbatas jumlahnya karena tidak selalu setiap gerak dan kegiatan manusia atau peristiwa bersejarah dapat terekam bekas-bekasnya berupa benda.
Seandainya toh ada ujud benda, kebanyakan sudah mengalami perubahan saat dibuat, saat dipakai bahkan kemungkinan besar rusak atau musnah ditelan waktu. Tidak mustahil pula jika peninggalan benda sejarah dan purbakala sebagian besar terpendam dalam tanah karena proses waktu/zaman.
Adanya jumlah benda peninggalan yang sangat terbatas selain untuk dilestarikan dapat dimanfaatkan kegunaannya. Sebagai ungkapan sejarah budaya masa lalu, dapat berfungsi memperkuat kepribadian bangsa dan yang sekarang penting adalah sebagai sumber atau objek wisata budaya.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bangun candi berdenah panjang x lebar: 20 m x 20 m dengan arah hadap ke barat, bahannya dari batu andesit. Di sekeliling candi terdiri dari kebun/pekarangan penduduk yang banyak pepohonan perdu: pidang, kelapa dan pepohonan pelindung lainnya. Sepintas memang tidak tampak kalau terdapat candi besar, namun karena sudah dikenal oleh penduduk, tidaklah sulit mencari bangunan itu.
Seperti bangunan candi lainnya, candi Budha Sajiwan terdiri dari kaki candi, tubuh dan atap. Candinya pun sekarang tidak utuh, tetapi untuk dikunjungi sebagai obyek wisata ataupun penelitian ilmiah masih memadai karena memang masih dapat dilihat bentuk bangunan, lukisan-lukisan dan arcanya cukup menarik perhatian.
Di bagian bawah candi tempat beberapa bingkai berhias/relief yang beraneka ragam. Beberapa contoh relief:
1. Motif atau corak hiasan geometris, yaitu hiasan sejenis garis-garis, segi empat dan lain sebagainya. Hiasan garis segi empat diselingi ceplok-ceplok bunga menyerupai satu jenis batik jawa yang disebut motif batik sido mukti/sido luhur. Relief ini terdapat pada dinding luar kaki candi.
2. Terdapat lukisan pohon hayat/pohon penghidupan yang terdiri dari pohon berdaun lebat dengan sulur-sulur mirip sulur pohon beringin, batangnya tumbuh dari pundi-pundi.
Pada kanan kiri pohon terdapat lukisan dua laki-laki sedang duduk. Sikapnya menyerupai orang yang sedang bersemedi/berdoa. Selain itu terdapat pula seorang wanita duduk di belakang seakan-akan sedang mendengarkan lelaki (pendeta) berdoa. Lukisan-lukisan ini terdapat di kedua dinding luar sayap tangga candi.
Pada kedua lukisan gayanya hampir sama, hanya berbeda pada sikap tangan. Pada sayap tangga sisi selatan pendeta sedang berdoa, sedangkan pada sisi utara pendeta sedang menggerakkan tangan kanan dengan membawa suatu benda.
3. Beberapa adegan yang menampilkan tokoh manusia dan tokoh binatang (Tantri) antara lain: kera, singa, burung dan buaya. Lukisan ini terdapat pada dinding luar candi sebagai berikut:
- Seekor kera yang sedang naik ke punggung buaya sedang menyeberang sungai, sekelilingnya banyak ranting pohon.
- Adegan dua binatang, satu harimau dan satu seperti kancil berada di tengah hutan.
- Manusia berkepala singa sedang duduk, tangan kiri dilipat ke perut, tangan kanan memberikan sesuatu isyarat.
- Seorang wanita menunggui ikan-ikan di jambangan ditemani oleh seekor rusa di taman.
- Seorang laki-laki sedang tiduran bersantai ditunggi oleh wanita (mungkin isterinya).
Tubuh candi sebagian masih dalam keadaan agak baik, terdapat pintu candi yang dihiasi dengan makara (hiasan kanan kiri ambang pintu bawah berupa kepala ular), sulur-sulur dan kepala kala di atas pintu.
Di ruang (bilik candi) berfungsi sebagai tempat pemujaan arca Budha Padmapani dan Manjusri. Letak arca di ruang candi terdapat pada relung dinding.
Bagian atap candi induk tidak utuh, tinggal bekas saja.
Pelestarian
Menurut penelitian para ahli, Candi Sajiwan didirikan + pertengahan abad IX Masehi. Bangunan yang sudah sekian ratus tahun umurnya itu rupa-rupanya dipelihara sedemikian rupa sehingga tetap baik keadaannya. Candi mempunyai nilai budaya tinggi baik ditinjau dari segi latar belakang sejarah atau teknis pembuatannya (arsitekturnya).
Bangunan yang ada di sekitarnya seperti Kompleks Candi Sewu, Keraton Ratu Boko, Candi Banyunibo merupakan bukti peninggalan budaya yang masih ada sampai sekarang. Pelestarian bangunan bersejarah meliputi pemeliharaan kondisi fisik bendanya dan lingkungannya (pertamanan, pemagaran dan kebersihan).
Sampai saat ini Candi Sajiwan masih dalam perbaikan/pemugaran bertahap. Suatu kegiatan yang merupakan pelestarian warisan budaya bangsa ikut mencegah terjadinya perusakan peninggalam sejarah dan purbakala.
Pemanfaatan
Bagi kita, pewaris budaya bangsa, sudah selayaknya mempunyai beban dan tanggung jawab menyelamatkan dan memelihara warisan budayanya. Warisan yang banyak mengandung ilmu pengetahuan sangat terbatas jumlahnya karena tidak selalu setiap gerak dan kegiatan manusia atau peristiwa bersejarah dapat terekam bekas-bekasnya berupa benda.
Seandainya toh ada ujud benda, kebanyakan sudah mengalami perubahan saat dibuat, saat dipakai bahkan kemungkinan besar rusak atau musnah ditelan waktu. Tidak mustahil pula jika peninggalan benda sejarah dan purbakala sebagian besar terpendam dalam tanah karena proses waktu/zaman.
Adanya jumlah benda peninggalan yang sangat terbatas selain untuk dilestarikan dapat dimanfaatkan kegunaannya. Sebagai ungkapan sejarah budaya masa lalu, dapat berfungsi memperkuat kepribadian bangsa dan yang sekarang penting adalah sebagai sumber atau objek wisata budaya.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.