Nala dan Damayanti

Kisah percintaan dua makhluk yang penuh dengan nilai-nilai kehidupan. Ceritera kuno sangat terkenal bagian kitab Mahabarata ini berbentuk tembang, kaya nilai-nilai luhur, keagamaan, etika. Kesetiaan, estetika, baik tokoh Nala maupun Damayanti adalam tipe manusia idaman.

Damayanti Wanita IdealNaskah kuno yang terdapat hampir di semua daerah dalam berbagai bahasa daerah merupakan produk cipta sastra Nusantara. Di antara naskah-naskah tersebut banyak yang mempunyai nilai luhur bagi bangsa.

Damayanti adalah nama salah seorang tokoh dalam kisah yang terdapat dalam naskah kuno Mahabarata. Salah satu bentuk penceriteraannya ditulis pada lontar dalam bahasa Bali. Nama lengkap gubahan yang dibicarakan dalam tulisan ini ialah geguritan Nala Damayanti yang selanjutnya disingkat GND. Nala juga merupakan nama salah seorang tokoh dalam ceritera tersebut, sedangkan geguritan artinya tembang atau puisi. GND dirangkai dalam 341 pupuh yang terinci sebagai berikut:
- durma : 40
- Sinom : 82
- Ginanti : 38
- Ginada : 95
- Pangkur : 19
- Pucung : 8
- Mijil : 8
- Dandang : 12
- Samarandana : 16
- Kumambang : 16
- Demung : 6
- Adri : 1

GND mempunyai nilai-nilai etika, estetika dan keagamaan. Sebelum kita meninjau nilai-nilai tersebut di bawah ini penulis sajikan sinopsisnya.

Nala seorang raja perjaka di negeri Nisada, sedangkan Damayanti puteri raja di negeri Widarba. Walaupun belum pernah bertemu mereka saling jatuh cinta karena saling menerima informasi dari seekor burung ajaib. Perangai Damayanti selalu kelihatan murung sejak jath cinta tersebut. Hal ini diketahui oleh ayahnya, namun demikian, ketika ia ditanya penyebab kemurungannya ia selalu menutup diri bahwa tidak terjadi sesuatu perubahan pada dirinya.

Karena raja Widarba tersebut mengetahui bahwa kesusahan puterinya disebabkan oleh perasaan cintanya, maka raja menyelenggarakan sayembara untuk memilih calon menantunya. Pengumuman sayembara tersebut terdapat pula sampai ke kedewataan dan menyebabkan empat dewa (Indra, Agni, Waruna dan Yama) ikut dalam sayembara tersebut. Utusan para dewa ke negeri Widarba justeru Prabu Nala. Meskipun berat hati karena melihat sendiri kecantikan Damayanti disampaikan pula pesan para dewa tersebut. Hal ini karena rasa hormat Sang Nala kepada pra dewa. Pada saat sayembara dilaksanakan para dewa peserta menyamar diri berupa Sang Nala. Hal ini tentunya membingungkan Damayanti. Dalam keadaan demikian Damayanti bersujud memohon kepada dewata agar ia mendapat petunjuk mengetahui Sang Nala yang sebenarnya. Dikabulkanlah permononan tersebut, Damayanti pun mengalungkan bunga pada Sang Nala sebagai tanda pilihannya. Hiduplah mereka sebagai suami isteri yang dikaruniai dua anak, laki-laki dan perempuan di negeri Nisada.

Kebahagiaan Nala dan Damayanti segera berantakan setelah jiwa Nala dirasuki gandarwa bernama Kali yang iri hati karena terlambat mengikuti sayembara pemilihan suami bagi Damayanti. Prabu Nala yang kerasukan Kali tersebut berkeinginan menggebu-gebu untuk bermain judi menantang kakak kandungnya Pusparapati. Tantangannya yang mempertaruhkan kerajaan pun dilayani. Kalahlah Sang Nala dalam perjudian tersebut. Hal ini harus ditebusnya dengan mengembara di hutan belantara. Damayanti dengan setia mengikuti suaminya. Tidak tega melihat kesedihan isterinya, Nala pun meninggalkannya di hutan ketika isterinya tidur nyenyak. Dengan terlunta-lunta Damayanti mengikuti pedagang ke negeri Cedi yang akhirnya raja Cedi menyerahkan Damayanti ke Widarba.

Prabu Nala yang terlunta-lunta di hutan menemukan seekor ular besar yang sedang terbakar. Ditolonglah ular tersebut olehnya. Sebagai imbalan ulat tersebut membunuh Kali yang ada dalam tubuh Nala dengan cara menggigit bibir Sang Nala hingga sumbing. Dalam keadaan sumbing Sang Nala disarankan untuk melamar kerja sebagai kusir bagi raja Retu Parna di negeri Ayodia dengan menyamar diri dengan nama Bauka.

Di Widarba sedang diselenggarakan sayembara untuk memilih suami bagi Damayanti. Ini sebenarnya suatu suasat Damayanti untuk menemukan kembal suaminya Sang Nala. Dalam perjalanan untuk mengikuti sayembara tersebut Bauka mengajari Retu Parna pengetahuan mengendalikan kereta, sedangkan Retu Parna mengajari Bauka ilmu berjudi. Dalam sayembara itu Damayanti sebenarnya sudah yakin bahwa Bauka yang sumbing itu sebenarnya suaminya, Nala.

Aturan sayembara pun tetap berjalan. Pertanyaan-pertanyaan dalam sayembara yang mengarah pada pencarian suaminya tentulah hanya dapat dijawab oleh Bauka. Yakinlah Damayanti bahwa Bauka adalah suaminya. Bauka segera mengubah rupa dirinya seperti semula setelah mohon pertolongan sang ular besar yang pernah ditolongnya. Hiduplah kembali Sang Nala dengan isteri dan anaknya.

Karena Nala yakin bahwa kepandaiannya berjudi cukup tangguh, maka diajaklah Damayanti dan anak-anaknya ke Nisada untuk menantang kakak kandung Pusparapati guna memperoleh kerajaannya kembali. Keinginannya pun terkabul.

marilah kita tinjau nilai-nilai yang ada di dalamnya.

Pertama, nilai etika
Tokoh utama Damayanti selalu menampilkan nilai-nilai luhur dalam bertindak, berkata dan berpikir. Hal tersebut dapat kita tinjau pada hal-hal berikut. Ketika Damayanti dirundung kesedihan karena jatuh cinta kepada Nala ia ditanya oleh ayahnya, tetapi hal ini dijawabnya dengan, “Dalam diri ananda tidak terjadi sesuatu”. Hal ini karena hormatnya kepada orangtuanya. Rasa hormat kepada orangtuanya juga diperlihatkan oleh Damayanti ketika ia yakin bahwa Bauka adalah suaminya yang menyamar diri, tetapi Damayanti masih mohon pertimbangan ayahnya. Pertimbangan orangtuanya diperlukannya sebab Damayanti mengingat kedudukannya sebagai seorang wanita, bangsawan lagi. Agaknya tidak pantas bagi seorang wanita mendatangi dan merayu laki-laki. Kalau ini dilakukan oleh Damayanti tanpa pertimbangan orangtuanya tentulah akan menjatuhkan martabatnya sebagai seorang wanita. Hal semacam itu hanya dilakukan oleh gundik. Damayanti adalah isteri yang setia. Hal ini ternyata dengan usahanya yang gigih untuk mendapatkan suaminya kembali. Walaupun ia ditinggalkan begitu saja di hutan belantara, tetapi ia tidak dendam kepada suaminya, bahkan berusaha mencari jejak suaminya.

Nilai etika yang lain diperlihatkan juga oleh sikap raja Widarba, ayahanda Damayanti yang sebenarnya merasa dilampaui oleh anaknya dengan mengadakan sayembara untuk kedua kalinya. Walaupun dalam hatinya marah, tetapi kemarahan itu tidak diperlihatkan kepada para tamunya. Hal ini perlu dijaga karena ia sebagai tuan rumah. Beliau bahkan dengan sangat hormat menyilakan tamunya untuk beristirahat di balai-balai yang telah disediakan.

Kedua, nilai kesetiaan
Nilai ini terlihat pada sumpah Damayanti yang tidak akan bersuami jika tidak bersuami Nala. Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa Damayanti seorang teguh dalam pendirian. Meski kesepian sekalipun Damayanti tetap setiap kepada suaminya. Terlihat pada sikapnya ketika di hutan dalam keadaan sepi ia dirayu oleh pemburu yang telah menolongnya. Ia tetap menolak, bahkan mengutuk agar pemburu itu cepat menemui ajalnya. Pada kesempatan itu pula ia menyatakan bahwa dirinya hanya dapat dikuasai oleh Nala. Suaminya seorang.

Ketika Damayanti harus memilih lima Nala yang kembar ternyata mampu menguasai dirinya, sehingga mampu memohon petunjuk dewata agar ia dapat menentukan yang benar.

Nilai kesetiaan yang diperlihatkan pada sikap Sang Nala yang bersedia mengorbankan perasaannya demi tugas yang diemban. Hal ini terdapat dalam bagian ketika Nala harus menyampaikan pesan para dewa yang akan mengikuti sayembara agar Damayanti memilih di antara mereka. Hal ini dilakukan oleh Nala dengan sungguh-sungguh karena ia sudah terlanjur sanggup melaksanakan tugas tersebut. Sebenarnya godaan para dewata tersebut hanyalah untuk menguji kesetiaan pasangan Nala dan Damayanti. Suka dua percintaan kedua makhluk Tuhan ini terjalin dalam romantisme yang estetis, ini merupakan salah satu nilai tersendiri.

Ke tiga, nilai keagamaan
Prabu Nala dapat dirasuki oleh Gandarwa Kali disebabkan oleh keteledoran dalam melaksanakan upacara suci. Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang melupakan kewajiban agamanya akan mudah dikuasai oleh nafsu.

Ketika Prabu Nala terlunta-lunta di hutan belantara menemukan seekor naga sedang terbakar yang kemudian ditolongnya. Akibat pertolongannya itu ia memperoleh kesaktian. Hal ini menyiratkan bahwa perbuatan baik akan memperoleh pahala.

Nilai keagamaan yang lain diperhatikan pada guritan yang menceriterakan kesedihan Damayanti. Ketika itu ia mendapat nasihat dari pertapa agar jangan berkecil hati dan agar jangan berhenti berdoa. Hal ini menunjukkan bahwa hanya Tuhanlah tempat kita memohon petunjuk. Hanya orang yang tawakal yang akan dikasihi oleh Tuhan.

Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan bahwa tokoh Nala dan Damayanti adalah tokoh pria dan wanita ideal sepanjang masa dan sekarang pun masih banyak sifat yang dapat kita teladani.

Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1992. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive