Salah satu jenis tari daerah Banyuwangi yang diangkat dari motif pergaulan awal muda-mudi sebelum melangkah menuju saling mengenal antara satu dengan yang lain, didahului sikap tukar pandang karena hati yang telah saling terkena.
Tarian termasuk jenis tari pergaulan muda-mudi ini mengambil ide dasar dari salah satu gending Gandrung Banyuwangi Ngranjang Gula yang mengandung arti tradisi basanan bahasa Usinga Banyuwangi, berakhir dengan pengertian “erek-erekan”.
Ngranjang Gula dimaksudkan semacam keranjang dari anyaman daun nipah untuk tempat gula Jawa dari pohon aren biasa disebut “gula kerekan”. Dari ungkapan “gula kerekan” inilah kiranya lahir ungkapan “erek-erekan” yang berarti suatu tindak perbuatan kalangan muda-mudi daerahnya bersikap saling memandang saling melirik, saling mengamati dan saling ingin bertemu antara pasangan muda-mudi sebelum kenal intim.
Secara umum penyajian tari ini dengan ide garap puncak gending dan musik khas daerah Banyuwangi, antara lain pada gending Gandrung Gurit Mangir, Ngranjang Gula, Seblang, Senggol-senggolan, dan sebagainya, dengan motif romantis berikut iringan musik aransemen khas daerahnya.
Demikian penyajian tari “erek-erekan” dari basanan Using Banyuwangi “Ngranjang gula wis wayahe erek-erekan”.
Angklung Banyuwangi
Akhirnya dari kehidupan tani semacam ini, antara lain terlahir salah satu alat musik daerah dari bahan bambu yang secara evolusi menjadi anklung daerah yang kita kenal sekarang melalui perkembangannya dari Angklung Paglak. Keberadaan Angklung Paglak berasal dari kehidupan sehari-hari masyarakat tani di sawah. Semua Angklung ini biasa dibunyikan di dangau di tengah sawah disaat padi sedang menguning agar terbebas dari santapan burung.
Dalam perkembangan lebih lanjut Angklung Paglak mengalami perubahan, dilengkapi dengan beberapa peralatan tradisi yang lain sehingga mampu membawakan gending-gending daerah Banyuwangi yang dapat dinikmati. Menjadi lebih lengkap setelah masuknya peralatan gamelan yang terbuat dari besi dalam bentuk wilahan termasuk gong, kendang dan lain-lain, yang sekarang kita kenal sebagai Angklung Daerah Banyuwangi. Musik daerah ini dapat pula disajikan sebagai pengiring tarian dan lagu daerah sampai sekarang.
Fungsi Angklung
Kesenian Banyuwangi khususnya Angklung Bayuwangi, sampai sekarang menjadi favorit masyarakatnya, baik masyarakat Using sendiri maupun masyarakat Banyuwangi pendatang karena kesenian ini mampu memenuhi selera masyarakat dan memberikan hiburan segar.
Di wilayah Kabupaten Banyuwangi, suatu keluarga yang punya hajat khitanan, pernikahan, ulang tahun ataupun kegiatan lain yang memerlukan hiburan, maka kesenian ini dapat difungsikan. Dalam perkembangannya sampai sekarang, Angklung Banyuwangi diangkat sebagai grup misi kesenian ke luar daerah, baik dalam bentuk lomba, festival maupun pagelaran biasa untuk hiburan. Dapar dirasakan berbagai jenis kesenian daerah termasuk tari kreasi daerah Banyuwangi, dapat dimanfaatkan untuk keperluan kegiatan di masyarakat.
Sebutan “erek-erekan” dari bahasa Using “erek” yang berarti “berperilaku seperti sikap dua ayam jantan sebelum berlaga”, belum mendekat dan belum bersentuhan, dengan jarak tertentu, saling pandang dan siaga. Perilaku demikian sebagai lukisan seorang jejakan terhadap seorang gadis yang belum saling mengenal, tetapi sudah sama terkena hatinya, saling berusaha berkenalan, saling mengereki, mendekat dan akhirnya terkabul kenal dan intim. Dengan sebutan “erek-erekan” dikandung maksud tarian yang melukiskan pasangan muda-mudi saling ingin mengenal dan memadu kasih, dengan iringan musik dan vokal daerah Banyuwangi.
Ide garap tari merupakan kombinasi beberapa puncak tari gandrung, sudah tentu dengan variasi dan penggarapan kreatif berikut vokal, dinamika, ritme musik pengiring secara harmonis. Dengan demikian ide garap pun meliputi puncak-puncak gending Banyuwangi, tarian gandrung Banyuwangi, musik daerah dengan versi gandrung menggunakan peralatan Angklung Banyuwangi bervariasi dengan waktu penyajian tidak lebih dari 10 menit.
Gerak tari dan urutannya
Penyajian gerak tari meliputi gerak tari daerah Banyuwangi dengan gerak tari gandrung, seblang, tari berpasangan, tradisi grindoan, tarian syahdu, gerak silat dan sebagainya.
Penggarapan gerak tari disusun sedemikian rupa menjadi gerak tari yang harmonis didukung dengan pola lantai termasuk ekspresi penari.
Urutan penyajian tariannya sebagai berikut: Tayongan sirik-sirigan, Gredoan, Gayoh lintang, Lemar-lemer, Tangar-tangar, Welas asih, Iming-iming, Pendadaran, Pencakan, Suko-suko. Eret-eretan, Awe-awe, Keloron-loron, Gebyar-layar.
Musik pengiring
Musik pengiringnya adalah Angklung Banyuwangi dengan aransemen khas Banyuwangi termasuk penggantian tempo dan dinamika musik tradisi daerah. Untuk peningkatan keindahan aransemennya, maka ditambah dengan patrol bambu, kluncing, biola dan sinden gandrung.
Urutan penyajian aranseman musik gending: Gemyar Blambangan, Sirigan, Jaranan, Ngranjang gula, Limar-limer, Tangar-tangar, Lemah bum/pasir, Iming-iming, Pencakan, Jogetan, eret-eredan. Selenan, Gurit mangir.
Tata busana
Penyajian busana tari secara umum penggambaran pasangan Jebeng-Thulik dengan perkembangan modofikasi untuk keindahan.
Secara singkat motif busananya:
Musik pengiring adalah musik Angklung Banyuwangi dengan vokal sinden gandrung membawakan lagu atau gending seperti di bawah ini, namun tidak secara utuh.
Sinden gandrung dengan vokalnya.
a. Mocoan/uro-uro
b. Ngranjang gula:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tarian termasuk jenis tari pergaulan muda-mudi ini mengambil ide dasar dari salah satu gending Gandrung Banyuwangi Ngranjang Gula yang mengandung arti tradisi basanan bahasa Usinga Banyuwangi, berakhir dengan pengertian “erek-erekan”.
Ngranjang Gula dimaksudkan semacam keranjang dari anyaman daun nipah untuk tempat gula Jawa dari pohon aren biasa disebut “gula kerekan”. Dari ungkapan “gula kerekan” inilah kiranya lahir ungkapan “erek-erekan” yang berarti suatu tindak perbuatan kalangan muda-mudi daerahnya bersikap saling memandang saling melirik, saling mengamati dan saling ingin bertemu antara pasangan muda-mudi sebelum kenal intim.
Secara umum penyajian tari ini dengan ide garap puncak gending dan musik khas daerah Banyuwangi, antara lain pada gending Gandrung Gurit Mangir, Ngranjang Gula, Seblang, Senggol-senggolan, dan sebagainya, dengan motif romantis berikut iringan musik aransemen khas daerahnya.
Demikian penyajian tari “erek-erekan” dari basanan Using Banyuwangi “Ngranjang gula wis wayahe erek-erekan”.
Angklung Banyuwangi
Akhirnya dari kehidupan tani semacam ini, antara lain terlahir salah satu alat musik daerah dari bahan bambu yang secara evolusi menjadi anklung daerah yang kita kenal sekarang melalui perkembangannya dari Angklung Paglak. Keberadaan Angklung Paglak berasal dari kehidupan sehari-hari masyarakat tani di sawah. Semua Angklung ini biasa dibunyikan di dangau di tengah sawah disaat padi sedang menguning agar terbebas dari santapan burung.
Dalam perkembangan lebih lanjut Angklung Paglak mengalami perubahan, dilengkapi dengan beberapa peralatan tradisi yang lain sehingga mampu membawakan gending-gending daerah Banyuwangi yang dapat dinikmati. Menjadi lebih lengkap setelah masuknya peralatan gamelan yang terbuat dari besi dalam bentuk wilahan termasuk gong, kendang dan lain-lain, yang sekarang kita kenal sebagai Angklung Daerah Banyuwangi. Musik daerah ini dapat pula disajikan sebagai pengiring tarian dan lagu daerah sampai sekarang.
Fungsi Angklung
Kesenian Banyuwangi khususnya Angklung Bayuwangi, sampai sekarang menjadi favorit masyarakatnya, baik masyarakat Using sendiri maupun masyarakat Banyuwangi pendatang karena kesenian ini mampu memenuhi selera masyarakat dan memberikan hiburan segar.
Di wilayah Kabupaten Banyuwangi, suatu keluarga yang punya hajat khitanan, pernikahan, ulang tahun ataupun kegiatan lain yang memerlukan hiburan, maka kesenian ini dapat difungsikan. Dalam perkembangannya sampai sekarang, Angklung Banyuwangi diangkat sebagai grup misi kesenian ke luar daerah, baik dalam bentuk lomba, festival maupun pagelaran biasa untuk hiburan. Dapar dirasakan berbagai jenis kesenian daerah termasuk tari kreasi daerah Banyuwangi, dapat dimanfaatkan untuk keperluan kegiatan di masyarakat.
Sebutan “erek-erekan” dari bahasa Using “erek” yang berarti “berperilaku seperti sikap dua ayam jantan sebelum berlaga”, belum mendekat dan belum bersentuhan, dengan jarak tertentu, saling pandang dan siaga. Perilaku demikian sebagai lukisan seorang jejakan terhadap seorang gadis yang belum saling mengenal, tetapi sudah sama terkena hatinya, saling berusaha berkenalan, saling mengereki, mendekat dan akhirnya terkabul kenal dan intim. Dengan sebutan “erek-erekan” dikandung maksud tarian yang melukiskan pasangan muda-mudi saling ingin mengenal dan memadu kasih, dengan iringan musik dan vokal daerah Banyuwangi.
Ide garap tari merupakan kombinasi beberapa puncak tari gandrung, sudah tentu dengan variasi dan penggarapan kreatif berikut vokal, dinamika, ritme musik pengiring secara harmonis. Dengan demikian ide garap pun meliputi puncak-puncak gending Banyuwangi, tarian gandrung Banyuwangi, musik daerah dengan versi gandrung menggunakan peralatan Angklung Banyuwangi bervariasi dengan waktu penyajian tidak lebih dari 10 menit.
Gerak tari dan urutannya
Penyajian gerak tari meliputi gerak tari daerah Banyuwangi dengan gerak tari gandrung, seblang, tari berpasangan, tradisi grindoan, tarian syahdu, gerak silat dan sebagainya.
Penggarapan gerak tari disusun sedemikian rupa menjadi gerak tari yang harmonis didukung dengan pola lantai termasuk ekspresi penari.
Urutan penyajian tariannya sebagai berikut: Tayongan sirik-sirigan, Gredoan, Gayoh lintang, Lemar-lemer, Tangar-tangar, Welas asih, Iming-iming, Pendadaran, Pencakan, Suko-suko. Eret-eretan, Awe-awe, Keloron-loron, Gebyar-layar.
Musik pengiring
Musik pengiringnya adalah Angklung Banyuwangi dengan aransemen khas Banyuwangi termasuk penggantian tempo dan dinamika musik tradisi daerah. Untuk peningkatan keindahan aransemennya, maka ditambah dengan patrol bambu, kluncing, biola dan sinden gandrung.
Urutan penyajian aranseman musik gending: Gemyar Blambangan, Sirigan, Jaranan, Ngranjang gula, Limar-limer, Tangar-tangar, Lemah bum/pasir, Iming-iming, Pencakan, Jogetan, eret-eredan. Selenan, Gurit mangir.
Tata busana
Penyajian busana tari secara umum penggambaran pasangan Jebeng-Thulik dengan perkembangan modofikasi untuk keindahan.
Secara singkat motif busananya:
- Penari puteri mengenakan: a. asesoris jamangan di kepala, di atas rambut; b. hiasan bunga di rambut; c. sanggul rambut biasa dihias bunga; d. kebaya lengan panjang dengan baju dalam warna kontras; e. sabuk dengan pending pada bagian perut; f. kain panjang dengan kain penutup asesoris bagian atasnya.
- Penari pria mengenakan: a. ikat kepala modifikasi; b. baju lengan panjang potong gulon berikut baju dalam dengan warna kontras; c. sabuk dengan pending pada perut; d. mengenakan celana panjang dengan kain penutup bagian atas.
- Didahului musik pengiring selagi pembukaan.
- Pada pentas ukuran menyesuaikan dengan iringan musik Angklung Banyuwangi.
- Masuk ke pentas lima penari puteri kemudian lima penari pria dari arah pintu.
- Diselang penyajian vokal yang memberikan gambaran penyajian atraksinya.
- Pembentukan komposisi dengan gerakan tari menarik dengan dinamika musik pengiring.
- Berakhir, kembali ke luar pentas dalam bentuk berpasangan yang semula belum saling mengenal.
Musik pengiring adalah musik Angklung Banyuwangi dengan vokal sinden gandrung membawakan lagu atau gending seperti di bawah ini, namun tidak secara utuh.
Sinden gandrung dengan vokalnya.
a. Mocoan/uro-uro
b. Ngranjang gula:
- Ngranjang gula wis wayahe erek-erekan yadoh paman wis auju kelendi.
- Kayu cendak kang pinunjang soko kelibakan awak kulo yhadhoh kakang wis aju kelendi.
- Kayu dowo kang pinunjang lambang sander-sanderan yoro awak kulo yadhuh kakang aju kelendi.
- Esuk-esuk aja megawe ngombe kopi yoro kancanono besuk besuk sopo kang duwe kadung kanti yoro antenono.
- Abang-abang biru-biru deleng langet katon megane seng madang-madang sing turu-turu raino bengi katon rupane.
- kelambi cemeng, selono cemeng dikumbah mosok lunturo emak seng-seneng bapak seng seneng dijegah mosok wurungo.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.