Oleh Dahlia Silvana
Masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang kaya akan warisan budaya. Mereka menerima warisan budaya secara tradisional. Artinya, antara satu generasi ke generasi berikutnya tetap terjalin hubungan yang erat dari sejak dahulu hingga sekarang ini. Hubungan itu pula yang pada akhirnya membentuk suatu wadah berupa organisasi tradisional seperti tempel, banjar, dan subak.
Lazimnya sebuah organisasi tradisional di Bali memiliki sebuah Kulkul. Apabila terdengar suara kulkul maka hal itu sebagai pertanda panggilan kepada warga untuk berkumpul. Panggilan tersebut bisa karena kesepakatan sebelumnya atau karena situasi mendadak.
Kulkul adalah alat bunyian yang merupakan umumnya terbuat dari kau dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong." Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sudamala. Beberapa lontar Bali juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, Markandeya Purana, dan Siwa Karma. Keempat naskah kuno Bali ini mengungkapkan pentingnya kayu bermakna pikiran dalam kehidupan manusia yang biasa disebut dengan kulkul. Kayu erat hubungannya dengan manusia, sementara kayu adalah bahan dasar dari kulkul.
Untuk menyebutkan suatu keadaan, umat Hindu Bali menggunakan istilah "ala ayuning dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang baik. Kedua hal ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan. Demikian pula dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap melepaskan sebuah kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusa, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan apabila akan memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nata yaitu tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusa. Kulkul Manusa terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan kulkul manusa lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang. Kulkul Hiasan disebut karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini dianggap sebagai barang anti oleh wisatawan yang datang ke pulau Bali, sering dijadikan oleh-oleh atau buah tangan. Kulkul biasa banyak dijual di toko-toko, di pasar dengan harga relatif murah.
Nilai sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh agama Hindu Bali yang diyakini masyarakat Bali secara umum. Terutama kulkul yang tersimpan di Pura-pura besar di Bali dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Sebuah kulkul layaknya diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut "Bale Kulkul", tepatnya berada pada sudut depan pekarangan pura atau banjar dengan cara menggantungkannya.
Fungsi kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali umumnya melakukan pertemuan rutin warga sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.
Terjadinya gejala alam seperti gerhana bulan akan disambut oleh seluruh banjar dengan membunyikan kulkul. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.
Contoh-contoh yang telah disebutkan menunjukkan warga patuh terhadap aturan banjar. Kepatuhan warga terhadap aturan banjar menunjukkan azas kebersamaan dan kekeluargaan. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal tersebut terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Bahkan dalam pemanggilan para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul. Kulkul diyakini mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh pendukungnya. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
Dahlia Silvana (Dir Tradisi & Kepercayaan/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
Sumber: www.hupelita.com
Masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang kaya akan warisan budaya. Mereka menerima warisan budaya secara tradisional. Artinya, antara satu generasi ke generasi berikutnya tetap terjalin hubungan yang erat dari sejak dahulu hingga sekarang ini. Hubungan itu pula yang pada akhirnya membentuk suatu wadah berupa organisasi tradisional seperti tempel, banjar, dan subak.
Lazimnya sebuah organisasi tradisional di Bali memiliki sebuah Kulkul. Apabila terdengar suara kulkul maka hal itu sebagai pertanda panggilan kepada warga untuk berkumpul. Panggilan tersebut bisa karena kesepakatan sebelumnya atau karena situasi mendadak.
Kulkul adalah alat bunyian yang merupakan umumnya terbuat dari kau dan benda peninggalan para leluhur. Selain di Bali Kulkul yang lazimnya disebut dengan kentongan hampir terdapat di seluruh pelosok kepulauan Indonesia. Kulkul dijadikan alat komunikasi tradisional oleh masyarakat Indonesia. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kulkul lebih populer dengan nama "Tongtong." Sedangkan pada zaman Jawa-Hindu kulkul disebut "Slit-drum" yaitu berupa tabuhan dengan lubang memanjang yang terbuat dari bahan perunggu.
Pada masyarakat Bali, istilah kulkul ditemukan dalam syair Jawa-Hindu Sudamala. Beberapa lontar Bali juga menyebutkan keberadaan kulkul seperti Awig-awig Desa Sarwaada, Markandeya Purana, dan Siwa Karma. Keempat naskah kuno Bali ini mengungkapkan pentingnya kayu bermakna pikiran dalam kehidupan manusia yang biasa disebut dengan kulkul. Kayu erat hubungannya dengan manusia, sementara kayu adalah bahan dasar dari kulkul.
Untuk menyebutkan suatu keadaan, umat Hindu Bali menggunakan istilah "ala ayuning dewasa" artinya dewasa yang baik dan dewasa yang kurang baik. Kedua hal ini sulit dipisahkan bahkan selalu berdampingan. Demikian pula dalam pembuatan sebuah kulkul dari kayu biasa menjadi sebuah alat bunyian bernilai sakral dan keramat, harus mengalami pemrosesan yang cukup panjang. Dimulai dari mencari bahan, menebang kayu sampai kepada proses pembuatannya harus melalui serentetan upacara. Para pembuat kulkul harus melakukan tahap-tahap upacara guna mencari dewasa yang baik dan menghindari dewasa yang kurang baik, dari awal hingga akhir pembuatan kulkul. Sampai kepada tahap melepaskan sebuah kulkul juga harus melalui sebuah upacara. Apabila tahapan upacara sudah dilaksanakan maka kulkul telah memiliki kekuatan magis dan dianggap sebagai benda suci serta keramat.
Ada empat jenis kulkul yang dikenal masyarakat Bali yaitu Kulkul Dewa, Kulkul Bhuta, Kulkul Manusa, dan Kulkul Hiasan. Kulkul Dewa adalah kulkul yang digunakan saat upacara Dewa Yadnya. Kulkul Dewa dibunyikan apabila akan memanggil para dewa. Ritme yang dibunyikan sangat lambat dengan dua nata yaitu tung.... tit.... tung.... tit.... tung.... tit dan seterusnya. Kulkul Bhuta adalah kulkul yang digunakan saat upacara Bhuta Yadnya. Kulkul Bhuta dibunyikan apabila akan memanggil para Bhuta Kala guna menetralisir alam semesta sehingga keadaan alam menjadi aman dan tenteram. Kulkul Manusa adalah kulkul yang digunakan untuk kegiatan manusia, baik itu rutin maupun mendadak. Di kedua kegiatan inilah saat membunyikan Kulkul Manusa. Kulkul Manusa terbagi atas tiga yaitu Kulkul Tempekan, Kulkul Sekeha-sekeha, dan Kulkul Siskamling. Ritme yang dibunyikan kulkul manusa lambat dan pendek, sedangkan pada kegiatan mendadak terdengar cepat dan panjang. Kulkul Hiasan disebut karena kulkul ini diberi hiasan-hiasan untuk menambah keindahannya. Biasanya kulkul ini dianggap sebagai barang anti oleh wisatawan yang datang ke pulau Bali, sering dijadikan oleh-oleh atau buah tangan. Kulkul biasa banyak dijual di toko-toko, di pasar dengan harga relatif murah.
Nilai sakral sebuah kulkul ini didukung sepenuhnya oleh agama Hindu Bali yang diyakini masyarakat Bali secara umum. Terutama kulkul yang tersimpan di Pura-pura besar di Bali dianggap sebagai wujud nyata beryadnya sehingga apabila terjadi penyimpangan dalam penggunaannya maka segera upacara penyucian dilakukan. Sebuah kulkul layaknya diletakkan pada sebuah bangunan yang disebut "Bale Kulkul", tepatnya berada pada sudut depan pekarangan pura atau banjar dengan cara menggantungkannya.
Fungsi kulkul berkaitan erat dengan kegiatan banjar. Banjar-banjar di Bali umumnya melakukan pertemuan rutin warga sebulan sekali. Menjelang hari pertemuan, didahului dengan memukul kulkul dengan sebuah alat pemukul dari kayu. Suara kulkul akan terdengar sampai ke pelosok banjar. Suara tersebut merupakan panggilan kepada warga untuk segera berkumpul di tempat yang sudah disepakati bersama.
Selain untuk pertemuan rutin, bunyi kulkul juga mengandung arti untuk pengerahan tenaga kerja. Ada pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan, dan ada pula yang sifatnya mendadak. Gotong royong membersihkan desa, mempersiapkan upacara di pura, dan mencuci barang-barang suci adalah bentuk-bentuk pengerahan tenaga kerja yang sudah direncanakan. Diawali dengan terdengarnya suara kulkul, warga pun segera berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas membersihkan desa. Sedangkan pengerahan tenaga kerja yang sifatnya mendadak umumnya menanggulangi kejadian yang tiba-tiba menimpa banjar. Kejadian itu dapat berupa kebakaran, banjir, orang mengamuk, dan pencuri. Bunyi kulkul terdengar cepat dan panjang. Ini sebagai isyarat supaya warga segera datang atau berjaga-jaga karena ada bahaya mengancam.
Terjadinya gejala alam seperti gerhana bulan akan disambut oleh seluruh banjar dengan membunyikan kulkul. Masyarakat Bali berkeyakinan bahwa gerhana bulan terjadi karena bulan dimangsa oleh Kalarau. Bunyi kulkul yang menggema di seluruh Bali akan menghilangkan konsentrasi Kalarau sehingga ia akan melepaskan bulan kembali.
Contoh-contoh yang telah disebutkan menunjukkan warga patuh terhadap aturan banjar. Kepatuhan warga terhadap aturan banjar menunjukkan azas kebersamaan dan kekeluargaan. Di dalamnya terkandung nilai semangat gotong royong yang mendorong warga untuk menciptakan keharmonisan dan keselarasan dalam lingkungan banjar.
Hal tersebut terkait erat dengan peranan kulkul dalam masyarakat Bali. Dapat dikatakan hampir seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat Bali mengikutsertakan kulkul. Bahkan dalam pemanggilan para Dewa dan Bhuta Kala didahului dengan membunyikan kulkul. Kulkul diyakini mengandung kekuatan magis dan dianggap keramat oleh pendukungnya. Kulkul adalah alat komunikasi tradisional, antara manusia dengan dewa, manusia dengan penguasa alam, dan manusia dengan sesamanya. Kulkul diyakini juga dapat meningkatkan rasa kesatuan dan persatuan. Hal ini terlihat dari rasa kebersamaan dan kekeluargaan seluruh warga ketika mendengar bunyi kulkul. Oleh sebab itu, keberadaan kulkul pada masyarakat Bali perlu dilestarikan karena sangat membantu jalannya pelaksanaan pembangunan.
Dahlia Silvana (Dir Tradisi & Kepercayaan/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
Sumber: www.hupelita.com