Oleh Nurul Laili
Secara administratif, Desa Wates dibagi menjadi 6 dusun, yaitu Dusun Umbulrejo, Wonorejo, Kalirejo, Watea, Umbulkluih, dan Selorejo. Areal Desa Wates kurang lebih 2.771 ha, dengan batas wilayah sebelah utara adalah Gunung Pesawar, sebelah selatan dengan Desa Sumberjaya, batas sisi Barat adalah Desa Gunungrejo, dan batas timur adalah Desa Bunut.
Wilayah Desa Wates rata-rata berada pada ketinggian 40-175 m di atas permukaan air laut. Berbagai jenis tanaman budidaya tumbuh subur di daerah ini. Tanaman tersebut, adalah kelapa, kopi, pisang, lada, dan tanaman lahan persawahan. Kegiatan perkebunan kopi dan lada, berdasarkan keterangan penduduk setempat sudah dimulai sejak pemerintahan kolonial (1800-an) dan berakhir tahun 1960-an. Saat ini lahan perkebunan tersebut dikelola oleh penduduk.
Jejak manusia prasejarah di daerah Wates dapat diketahui dari artefak yang dibuatnya. Artefak tersebut adalah:
1. Kapak Perimbas (chopper)
Artefak terbuat dari bahan batu rijang. Metrik artefak 15,6 X 8,1 X 6,2 cm. Ciri utama alat ini adalah pembentukan tajaman melalui pangkasan monofacial. Pangkasan dilakukan sebanyak tiga kali. Tipe kapak merupakan kapak yang sederhana diindikasikan masih terdapatnya korteks di dua muka (sisinya). Keadaan alat halus, kemungkinan pembundaran diakibatkan oleh arus sungai. Adapun bagian tajaman sudah aus, dimungkinkan oleh transformasi sungai yang intens.
2. Kapak Penetak (chopping tool)
Temuan alat jenis ini sebanyak dua buah. Atribut kuat dari alat ini adalah pembentukan tajaman dengan pemangkasan dua muka (bifacial). Kapak Penetak secara morfologi bisa dikategorikan sebagai kapak penetak runcing (pointed chopping-tool). Ukuran alat 9,6 X 2,9 X 3,9 cm. Jumlah pangkasan sebanyak 7 buah. Pemangkasan dilakukan melebar pada masing-masing muka (sisi) yang bertemu pada ujungnya dan membentuk lancipan. Bagian tajaman terlihat ada jejak pakai yang ditandai dengan pecahan berbentuk cekungan. Bentuk tajaman semi oval. Kulit batu hanya pada bagian kecil ventral. Alat ini berbahan batu rijang.
Kapak penetak yang lain, berbahan batuan beku. Ukurannya 10 X 5,8 X 3 cm Pangkasan dilakukan dua kali. Pengamatan pada teknologi alat ini cenderung merupakan kapak penetak sederhana. Tajaman berbentuk lurus. Korteks (kulit batu) terlihat di kedua sisinya.
3. Serut (Scraper)
Alat ini berjumlah dua buah. Keduanya berbahan rijang. Alat ini sudah mengalami pembundaran akibat arus sungai Ratai. Ciri yang menonjol adalah keberadaan retus yang teratur di kedua sisi/lateral. Retus mengikuti kontur tepian dengan berbentuk lurus. Pemangkasan yang dilakukan mempertemukan ujungnya sehingga membentuk lancipan. Alat serut ini disebut juga dengan lancipan.
Pemilihan Desa Wates sebagai tempat aktivitas sangat mungkin apabila dikaitkan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pengamatan lingkungan situs menunjukkan terdapatnya bahan baku yang melimpah, ketersediaan air dari sungai, kontur alam daerah yang dikelilingi barisan pegunungan, dan lahan yang subur merupakan atribut kuat yang dipertimbangkan manusia dalam pemilihan lahan aktivitas.
Sumber:
Nurul Laili (Balai Arkeologi Bandung/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
www.hupelita.com
Secara administratif, Desa Wates dibagi menjadi 6 dusun, yaitu Dusun Umbulrejo, Wonorejo, Kalirejo, Watea, Umbulkluih, dan Selorejo. Areal Desa Wates kurang lebih 2.771 ha, dengan batas wilayah sebelah utara adalah Gunung Pesawar, sebelah selatan dengan Desa Sumberjaya, batas sisi Barat adalah Desa Gunungrejo, dan batas timur adalah Desa Bunut.
Wilayah Desa Wates rata-rata berada pada ketinggian 40-175 m di atas permukaan air laut. Berbagai jenis tanaman budidaya tumbuh subur di daerah ini. Tanaman tersebut, adalah kelapa, kopi, pisang, lada, dan tanaman lahan persawahan. Kegiatan perkebunan kopi dan lada, berdasarkan keterangan penduduk setempat sudah dimulai sejak pemerintahan kolonial (1800-an) dan berakhir tahun 1960-an. Saat ini lahan perkebunan tersebut dikelola oleh penduduk.
Jejak manusia prasejarah di daerah Wates dapat diketahui dari artefak yang dibuatnya. Artefak tersebut adalah:
1. Kapak Perimbas (chopper)
Artefak terbuat dari bahan batu rijang. Metrik artefak 15,6 X 8,1 X 6,2 cm. Ciri utama alat ini adalah pembentukan tajaman melalui pangkasan monofacial. Pangkasan dilakukan sebanyak tiga kali. Tipe kapak merupakan kapak yang sederhana diindikasikan masih terdapatnya korteks di dua muka (sisinya). Keadaan alat halus, kemungkinan pembundaran diakibatkan oleh arus sungai. Adapun bagian tajaman sudah aus, dimungkinkan oleh transformasi sungai yang intens.
2. Kapak Penetak (chopping tool)
Temuan alat jenis ini sebanyak dua buah. Atribut kuat dari alat ini adalah pembentukan tajaman dengan pemangkasan dua muka (bifacial). Kapak Penetak secara morfologi bisa dikategorikan sebagai kapak penetak runcing (pointed chopping-tool). Ukuran alat 9,6 X 2,9 X 3,9 cm. Jumlah pangkasan sebanyak 7 buah. Pemangkasan dilakukan melebar pada masing-masing muka (sisi) yang bertemu pada ujungnya dan membentuk lancipan. Bagian tajaman terlihat ada jejak pakai yang ditandai dengan pecahan berbentuk cekungan. Bentuk tajaman semi oval. Kulit batu hanya pada bagian kecil ventral. Alat ini berbahan batu rijang.
Kapak penetak yang lain, berbahan batuan beku. Ukurannya 10 X 5,8 X 3 cm Pangkasan dilakukan dua kali. Pengamatan pada teknologi alat ini cenderung merupakan kapak penetak sederhana. Tajaman berbentuk lurus. Korteks (kulit batu) terlihat di kedua sisinya.
3. Serut (Scraper)
Alat ini berjumlah dua buah. Keduanya berbahan rijang. Alat ini sudah mengalami pembundaran akibat arus sungai Ratai. Ciri yang menonjol adalah keberadaan retus yang teratur di kedua sisi/lateral. Retus mengikuti kontur tepian dengan berbentuk lurus. Pemangkasan yang dilakukan mempertemukan ujungnya sehingga membentuk lancipan. Alat serut ini disebut juga dengan lancipan.
Pemilihan Desa Wates sebagai tempat aktivitas sangat mungkin apabila dikaitkan dengan kondisi lingkungan sekitar. Pengamatan lingkungan situs menunjukkan terdapatnya bahan baku yang melimpah, ketersediaan air dari sungai, kontur alam daerah yang dikelilingi barisan pegunungan, dan lahan yang subur merupakan atribut kuat yang dipertimbangkan manusia dalam pemilihan lahan aktivitas.
Sumber:
Nurul Laili (Balai Arkeologi Bandung/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
www.hupelita.com