Nama Upacara
Upacaya yang dimaksud adalah upacara puputan yaitu upacara yang dilaksanakan pada waktu seorang bayi terlepas ari-arinya dari sendi usus perut atau istilahhnya coplok/puput.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan upacara Puputan adalah untuk memberi nama pada bayi yang baru terlepas ari-arinya
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Puputan dilaksanakan pada waktu ari-ari bayi terlepas dari sendi usus perut, biasanya sesudah 5 (5) atau tujuh (7) hari dari bayi lahir.
Waktunya biasanya pada malam hari, tepatnya pukul 24.00 WIB.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Tempat penyelenggaraan upacara Puputan di rumah pasangan yang memiliki bayi atau di rumah orang tua dari salah satu pasangan yang memiliki bayi tersebut.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Para undangan hadir sejak sore hari. Pada malam harinya, bayi diberi nama oleh orang tuanya dengan dilagukan memakai pupuh. Kidung dibawakan oleh juru tembang beserta rombongannya.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak yang terlibat dalam upacara adalah orang tua bayi, bayi yang baru puput, juru tembang beserta rombongan, serta hadirin apakah itu masih kerabat atau tetangga.
Jalannya Upacara
Para undangan datang sejak sore hari. Sambil menunggu malam tiba, tepatnya pukul 24.00 WIB, mereka dihibur dengan pertunjukan pentas seni budaya daerah yang bersangkutan dengan seni macapat. Seni macapat adalah suatu tembang pupuh yang bernarasi legenda atau babad suatu daerah seperti Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Dermayon, atau ceritera Nabi Yusuf. Buku-buku ceritera babad atau ceritera nabi yang dibentuk dalam sebuah tembang pupuh macapat disebut buku lontar. Juru tembang bersama rombongannyalah yang menyanyikan ceritera dari buku lontar.
Pada pukul 24.00 WIB, bayi dibawa ke tempat undangan berkumpul untuk diserahkan kepada pimpinan juru tembang. Pada saat itulah orang tua bayi memberi nama pada bayi tersebut. Selanjutnya bayi dikidung secara khusus agar bayi tersebut dijauhkan dari berbagai macam penyakit dan semoga Allah memberkahinya.
Selesai dikidung, bayi dibawa kembali ke tempat tidur bersama ibunya, upacara selesai. Seusai upacara, ada sebagian undangan yang pulang, biasanya yang pagi harinya berdinas, sebagian lain tetap di tempat. Mereka yang masih di tempat melakukan melekan sampai pagi sambil berbincang-bincang atau mendengarkan juru tembang menyampaikan ceriteranya.
Sumber:
Galba, Sindu, Ria Intani. dkk. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Upacaya yang dimaksud adalah upacara puputan yaitu upacara yang dilaksanakan pada waktu seorang bayi terlepas ari-arinya dari sendi usus perut atau istilahhnya coplok/puput.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan upacara Puputan adalah untuk memberi nama pada bayi yang baru terlepas ari-arinya
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Puputan dilaksanakan pada waktu ari-ari bayi terlepas dari sendi usus perut, biasanya sesudah 5 (5) atau tujuh (7) hari dari bayi lahir.
Waktunya biasanya pada malam hari, tepatnya pukul 24.00 WIB.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Tempat penyelenggaraan upacara Puputan di rumah pasangan yang memiliki bayi atau di rumah orang tua dari salah satu pasangan yang memiliki bayi tersebut.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Para undangan hadir sejak sore hari. Pada malam harinya, bayi diberi nama oleh orang tuanya dengan dilagukan memakai pupuh. Kidung dibawakan oleh juru tembang beserta rombongannya.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak yang terlibat dalam upacara adalah orang tua bayi, bayi yang baru puput, juru tembang beserta rombongan, serta hadirin apakah itu masih kerabat atau tetangga.
Jalannya Upacara
Para undangan datang sejak sore hari. Sambil menunggu malam tiba, tepatnya pukul 24.00 WIB, mereka dihibur dengan pertunjukan pentas seni budaya daerah yang bersangkutan dengan seni macapat. Seni macapat adalah suatu tembang pupuh yang bernarasi legenda atau babad suatu daerah seperti Babad Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babad Dermayon, atau ceritera Nabi Yusuf. Buku-buku ceritera babad atau ceritera nabi yang dibentuk dalam sebuah tembang pupuh macapat disebut buku lontar. Juru tembang bersama rombongannyalah yang menyanyikan ceritera dari buku lontar.
Pada pukul 24.00 WIB, bayi dibawa ke tempat undangan berkumpul untuk diserahkan kepada pimpinan juru tembang. Pada saat itulah orang tua bayi memberi nama pada bayi tersebut. Selanjutnya bayi dikidung secara khusus agar bayi tersebut dijauhkan dari berbagai macam penyakit dan semoga Allah memberkahinya.
Selesai dikidung, bayi dibawa kembali ke tempat tidur bersama ibunya, upacara selesai. Seusai upacara, ada sebagian undangan yang pulang, biasanya yang pagi harinya berdinas, sebagian lain tetap di tempat. Mereka yang masih di tempat melakukan melekan sampai pagi sambil berbincang-bincang atau mendengarkan juru tembang menyampaikan ceriteranya.
Sumber:
Galba, Sindu, Ria Intani. dkk. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.