Nama Upacara
Salah satu fase kehidupan manusia adalah fase kelahiran. Sebelum sampai pada fase kehalihan didahului dengan adanya kehamilan. Dalam masa kehamilan yang berlangsung selama sembilan bulan, khusus bagi kehamilan pertama, ada bulan-bulan tertentu yang oleh masyarakat dianggap perlu untuk dilakukan upacara. Upacara yang dimaksud adalah Upacara Memitu/Tingkeban. Istilah memitu berasal dari kata mitu atau pitu (bahasa Jawa) yang artinya tujuh. Maksudnya di sini adalah upacara yang dilaksanakan pada masa kehamilan menginjak tujuh (7) bulan.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan dilaksanakannya upacara ini yaitu bersyukur kepada Tuhan karena rumah tangganya dibarokahi dengan diberi keturunan. Selain itu adalah memohon agar diberi keselamatan baik bagi si ibu maupun jabang bayi pada saat melahirkan nanti. Disamping juga memohon agar si jabang bayi lahir dengan tanpa cacat dan menjadi anak yang baik, dan membawa pengaruh sejahtera kelak hidup di dunia.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Pelaksanaan upacara memitu/tingkeban yaitu pada waktu usia kandungan tujuh bulan. Tepatnya dilaksanakan pada salah satu tanggal berikut yaitu: tanggal 7, 17 atau 27, disesuaikan dengan kesiapan yang bersangkutan.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Tempat penyelenggaraan upacara adalah di rumah pasangan yang bersangkutan atau di rumah orang tua salah satu pasangan. Lokasinya biasanya di luar rumah di tempat yang agak leluasa agar bisa dilihat oleh para tamu.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Upacara Memitu/Tingkeban dipimpin oleh seorang lebe atau sesepuh dari kaum alim ulama setempat. Pimpinan upacara biasanya membacakan doa syukuran dan membacakan surat Lukman, sekaligus menutupnya dengan doa Al Barokah.
Sedangkan upacara mandi dipimpin oleh dukun bayi atau paraji.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak utama yang terlibat upacara adalah ibu yang sedang hamil tersebut dengan suaminya, orang tua kedua belah pihak, kerabat dari kedua belah pihak, lebe atau sesepuh yang akan memimpin upacara, dan dukun bayi atau paraji yang memimpin upacara mandi. Pihak lainnya adalah tetangga dan handai taulan dari kedua belah pihak.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Persiapan pokok untuk melaksanakan upacara Memitu/Tingkeban adalah mempersiapkan sesaji, jarik tujuh (7) lembar, dan kelapa muda.
Sesaji yang dimaksud adalah:
- Tumpeng jeneng
- Nasi wuduk
- Juwadah pasar
- Rujak parud, rujak asem, rujak pisang, rujak selasih
- Aneka buah dan umbi, dan tebu wulung
Jalannya Upacara
Sesajen tersebut di atas dihajatkan kepada para undangan. Setelah itu para undangan pulang, sambil pulang para undangan menghampiri ibu yang sedang diupacarai di tempat ia akan dimandikan oleh kaum ibu, biasanya yang sudah sepuh atau sesepuhnya.
Setelah para undangan pulang, ibu yang sedang hamil tersebut dimandikan sambil berganti ‘jarik’ kain panjang sebanyak tujuh (7) kali. Pada saat penggantian jarik yang ketujuh, kelapa muda yang telah digambari wayang dijatuhkan oleh dukun paraji/dukun bayi melalui jarik dan harus ditangkap oleh suami ibu yang hamil sebelum jatuh ke tanah.
Sumber:
Galba, Sindu, Ria Intani. dkk. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.
Salah satu fase kehidupan manusia adalah fase kelahiran. Sebelum sampai pada fase kehalihan didahului dengan adanya kehamilan. Dalam masa kehamilan yang berlangsung selama sembilan bulan, khusus bagi kehamilan pertama, ada bulan-bulan tertentu yang oleh masyarakat dianggap perlu untuk dilakukan upacara. Upacara yang dimaksud adalah Upacara Memitu/Tingkeban. Istilah memitu berasal dari kata mitu atau pitu (bahasa Jawa) yang artinya tujuh. Maksudnya di sini adalah upacara yang dilaksanakan pada masa kehamilan menginjak tujuh (7) bulan.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan dilaksanakannya upacara ini yaitu bersyukur kepada Tuhan karena rumah tangganya dibarokahi dengan diberi keturunan. Selain itu adalah memohon agar diberi keselamatan baik bagi si ibu maupun jabang bayi pada saat melahirkan nanti. Disamping juga memohon agar si jabang bayi lahir dengan tanpa cacat dan menjadi anak yang baik, dan membawa pengaruh sejahtera kelak hidup di dunia.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Pelaksanaan upacara memitu/tingkeban yaitu pada waktu usia kandungan tujuh bulan. Tepatnya dilaksanakan pada salah satu tanggal berikut yaitu: tanggal 7, 17 atau 27, disesuaikan dengan kesiapan yang bersangkutan.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Tempat penyelenggaraan upacara adalah di rumah pasangan yang bersangkutan atau di rumah orang tua salah satu pasangan. Lokasinya biasanya di luar rumah di tempat yang agak leluasa agar bisa dilihat oleh para tamu.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Upacara Memitu/Tingkeban dipimpin oleh seorang lebe atau sesepuh dari kaum alim ulama setempat. Pimpinan upacara biasanya membacakan doa syukuran dan membacakan surat Lukman, sekaligus menutupnya dengan doa Al Barokah.
Sedangkan upacara mandi dipimpin oleh dukun bayi atau paraji.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Upacara
Pihak utama yang terlibat upacara adalah ibu yang sedang hamil tersebut dengan suaminya, orang tua kedua belah pihak, kerabat dari kedua belah pihak, lebe atau sesepuh yang akan memimpin upacara, dan dukun bayi atau paraji yang memimpin upacara mandi. Pihak lainnya adalah tetangga dan handai taulan dari kedua belah pihak.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Persiapan pokok untuk melaksanakan upacara Memitu/Tingkeban adalah mempersiapkan sesaji, jarik tujuh (7) lembar, dan kelapa muda.
Sesaji yang dimaksud adalah:
- Tumpeng jeneng
- Nasi wuduk
- Juwadah pasar
- Rujak parud, rujak asem, rujak pisang, rujak selasih
- Aneka buah dan umbi, dan tebu wulung
Jalannya Upacara
Sesajen tersebut di atas dihajatkan kepada para undangan. Setelah itu para undangan pulang, sambil pulang para undangan menghampiri ibu yang sedang diupacarai di tempat ia akan dimandikan oleh kaum ibu, biasanya yang sudah sepuh atau sesepuhnya.
Setelah para undangan pulang, ibu yang sedang hamil tersebut dimandikan sambil berganti ‘jarik’ kain panjang sebanyak tujuh (7) kali. Pada saat penggantian jarik yang ketujuh, kelapa muda yang telah digambari wayang dijatuhkan oleh dukun paraji/dukun bayi melalui jarik dan harus ditangkap oleh suami ibu yang hamil sebelum jatuh ke tanah.
Sumber:
Galba, Sindu, Ria Intani. dkk. 2004. Budaya Tradisional pada Masyarakat Indramayu. Bandung: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.