Di daerah Cianjur-Selatan, tepatnya di Kecamatan Kadupandak ada satu jenis kesenian tradisional yang bernama rampak kohkol. Kesenian ini juga sering disebut sebagai bedug kidulan atau dulag kidulan karena berada dan dari kidul (selatan). Tumbuh dan berkembangnya Kohkol (kentungan) dan bedug adalah dua alat bunyi yang selalu ada di setiap mesjid dan langgar (surau). Fungsi kedua alat bunyi tersebut adalah sebagai alat komunikasi untuk memberitahukan kepada masyarakat, khususnya para muslim (penganut agama Isalam) tentang waktu sholat wajib (subuh, dluhur, ashar, magrib, dan isya). Selain itu, juga untuk memberitahu saatnya sholat Jumat. Bunyi kohkol dan atau bedug yang bertepatan dengan saatnya sholat subuh disebut “bedug subuh”; bertepatan dengan saatnya sholat dluhur disebut “bedug lohor”; bertepatan dengan saatnya sholat ashar disebut “bedug ashar”. Kemudian, yang bertepatan dengan saatnya sholat magrib disebut “bedug magrig”. Dan, yang bertepatan dengan saatnya sholat isya disebut “bedug isya”.
Di luar bunyi kohkol dan atau bedug yang berkaitan dengan waktu sholat wajib, ada juga yang berkaitan dengan aktivitas lainnya dalam kehidupan keagamaan, seperti: keramas (membersihkan rambut menjelang berpuasa di bulan ramadhan), tadarus, sahur, fitrah, lebaran, dan takbir. Bedug yang menandakan bahwa masa keramas telah tiba saatnya disebut “bedug keramas”. Bedug yang menandakan bahwa saat-saat mengaji (membaca Al Quran) di malam hari telah tiba disebut “bedug tadarus”. Bedug yang menandakan bahwa saat-saat sahur telah tiba disebut “bedug sahur”. Bedug yang menandakan bahwa sudah saatnya berfitrah disebut “bedug fitrah”. Kemudian, bedug yang menandakan bahwa lebaran telah tiba disebut “bedug lebaran”. Dan, bedug yang dilakukan pada malam takbir disebut “bedug takbir”. Bagi masyarakat setempat berbagai bunyi bedug dan atau kohkol itu merupakan sesuatu yang tidak asing lagi. Berbagai bunyi-bunyian itulah yang kemudian melahirkan satu kesenian yang oleh mereka disebut sebagai “rampak kohkol”. Ini artinya, nama tersebut diambil dari alat musik yang digunakan.
Ada satu nama yang sangat erat kaitannya dengan tumbuh dan berkembangnya kesenian ini, yaitu Haji Buhtani. Ia adalah seorang ulama Kadupandak (sekitar awal tahun 30-an). Ulama ini tidak hanya menguasai ilmu agama (Islam), tetapi juga mempunyai kelebihan dibidang lain, yaitu kesenian. Dengan perkataan lain, ia adalah seorang ulama yang berjiwa seni. Sebagai orang yang “nyeni”, ia melihat bahwa bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh kohkol dan atau bedug dapat dikembangkan sehingga sesuatu yang “baru”. Pemikiran itu akhirnya membuahkan satu jenis kesenian yang kemudian dikenal sebagai “rampak kohkol” atau “bedug kidulan”. Kesenian yang diciptakannya itu kemudian diajarkan kepada murid-muridnya yang kesemuanya warga Kadupandak. Dan, orang-orang yang pernah menjadi muridnya –dari angkatan pertama sampai angkatan ketiga—adalah sebagai berikut.
Angkatan Pertama
Orang-orang yang termasuk dalam angkatan pertama adalah: (1) Sadeli (71 tahun) yang sekarang berada di Bandung; (2) Haji. Pahrul (71 tahun) yang tidak lain adalah anak Haji Buhtani. Sekarang ia ada di Kampung Gelarpadang, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak. Di sana ia menjadi sesepuh (penasehat) dalam kesenian rampak kohkol; (3) Kokasih (68 tahun) yang juga anaknya Haji Buhtani. Sebagaimana kakaknya, ia juga berada di Bandung; (4) Ambeh (almarhum), (5) Duloh (almarhum), (6) Holil (66 tahun) yang sekarang menetap di Kampung Karanganyar, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; dan (7) Domi (almarhum).
Angkatan Kedua
Orang-orang yang termasuk dalam angkatan kedua adalah: Baun Gozali (61 tahun) yang saat ini berda di Bandung. Ia adalah orang pertama yang mementaskan rampak kohkol di Bandung; (2) Endang (51 tahun) yang berada di Kampung Karanganyar, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; (3) Rukma (51 tahun) yang berada di Kampung Gelarpadang, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; (4) Oot (51 tahun) yang berada di Kampung Condong, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; (5) Jajan (49 tahun) yang berada di Kampung Karanganyar, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; (6) Utom (56 tahun) yang juga berada di Kampung Karanganyar, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak; dan (7) Odir (61 tahun) yang berada di Kampung Bebedahan, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak.
Angkatan Ketiga
Orang-orang yang termasuk dalam angkatan ketiga adalah: (1) Hobir, (2) Saprudin, (3) Bahir, (4) Acep, (5) Adud, (6) Ojar, dan (7) Munawar. Mereka semuanya berada di Kampung Karanganyar, Desa Cijati, Kecamatan Kadupandak.
2. Peralatan
Peralatan kesenian yang disebut sebagai rampak kohkol ini terdiri atas: 1 buah bedug beserta pemukulnya , 4 buah kohkol yang ukurannya satu dengan lainnya berbeda (dari besar ke kecil) beserta pemukulnya, dan 1 buah kecrek. yang terbuat dari sebatang bambu yang dihancurkan. Bedug terbuat dari batang pohon yang cukup besar kemudian bagian tengahnya dilubangi (menyerupai pipa) dan salah satu ujungnya diberi kulit sapi. Kohkol terbuat dari batang pohon (sawo) yang dibuat sedemikian rupa, sehingga berbentuk kentungan. Sedangkan, kecrek terbuat dari sebatang bambu yang dihancurkan, sehingga jika dikenakan sesuatu akan mengeluarkan suara.
3. Pemain dan Busana
Pemain rampak kohkol berjumlah 6 orang dengan rincian: seorang berperan sebagai pemukul bedug, 4 oarang sebagai pemukul kohkol, dan 1 orang sebagai pemukul kecrek. Ke-6 pemain tersebut semuanya lelaki. Dalam suatu pementasan mereka mengenakan pakain seragam yang berupa: celana sotong yang berwarna hitam, baju kampret yang berwarna hitam, selendang halsdoek (handuk), Kopeah (peci), sarung polekat, dan gamparan (alas kaki yang terbuat dari kayu dan karet).
4. Pementasan
Kesenian tradisional rampak kohkol dipegergelarkan (dipentaskan) pada berbagai kesempatan, seperti: memeriahkan saat-saat ber- Idulfitri (berlebaran), saat-saat seseorang berhajat (perkawinan dan atau khitanan), dan saat-saat berhari nasional, khususnya memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia (ber-17 Agustusan). Jika pergelaran hanya di tempat tertentu (tidak berkeliling atau arak-arakan), maka kohkol dan bedug digantung pada bambu dan atau kayu yang dibentuk menyerupai gawang. Namun, jika arak-arakan, seperti mengarak anak yang dihkitan atau pawai dalam rangka tujuh belasan, maka kohkol dan bedug digantungkan pada sebatang bambu atau kayu, kemudian dipikul oleh dua orang (seorang ada di ujung yang satu sementara lainnya ada di ujung yang satunya lagi). Cukup berat memang; akan tetapi karena disertai dengan hati yang senang, bangga, dan ikhlas, maka kohkol dan bedug tidak begitu terasa.
5. Lagu-lagu
Lagu-lagu yang dilantunkan dalam kesenian rampak kohkol tidak hanya lagu-lagu tradisional, seperti: gubyangan, angin-anginan, buncisan, tonggeret, terbangan, dan barabayan. Akan tetapi, juga lagu-lagu kreasi baru seperti: rereogan, kempul cambluk, bojengan, dan jampang.
6. Fungsi
Kohkol dan bedug adalah dua jenis alat yang tidak asing lagi bagi masyarakat muslim yang ada di Indonesia, termasuk masyarakat Kadupandak yang ada di daerah Cianjur-Selatan. Sebelum menjadi sebuah kesenian yang disebut sebagai rampak kohkol, kedua jenis alat tersebut berfungsi sebagai pemberitahuan, khususnya kepada para penganut agama Islam, bahwa saat-saat untuk melakukan aktivitas keagamaan telah tiba, seperti: waktu sholat wajib, Di luar bunyi kohkol dan atau bedug yang berkaitan dengan waktu sholat wajib, keramas, tadarus, sahur, fitrah, lebaran, dan takbir. Namun, sejak menjadi sebuah kesenian fungsinya semata-mata hanya sebagai hiburan. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa kohkol dan bedug tidak lagi berfungsi sebagai pemberitahuan aktivitas keagamaan. Fungsi itu masih tetap ada dan terpelihara dengan baik. Dengan perkataan lain, fungsi kohkol dan bedug pada masyarakat Kadupandak tidak hanya sekedar sebagai pemberitahuan tentang saat-saat aktivitas keagamaan (kohkol dan bedug yang ada di surau dan mesjid), tetapi juga sebagai hiburan, khususnya ketika menjadi sebuah kesenian. Lepas dari berbagai fungsi itu yang jelas kesenian yang ditumbuh-kembangkan oleh suatu masyarakat sekaligus berfungsi sebagai identitas masyarakat yang bersangkutan. Ini bermakna bahwa kesenian tradisional rampak kohkol merupakan salah satu unsur jatidiri masyarakat Kadupandak yang berada di daerah Cianjur-Selatan.
7. Nilai Budaya
Seni sebagai ekspresi jiwa manusia sudah barang mengandung nilai estetika, termasuk kesenian tradisional rampak kohkol yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Kadupandak. Namun demikian, jika dicermati secara mendalam rampak kohkol tidak hanya mengandung nilai esteika semata, tetapi ada nilai-nilai lain yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain adalah kerjasama, kekompakan, ketertiban, ketekunan, dan kerja keras. Nilai kerjasama terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para pendahulunya. Dalam hal ini adalah rampak kohkol. Nilai kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan secara lancar. Nilai kerja keras dan ketekunan tidak hanya tercermin dari penguasaan dan teknik pemukulan kohkol dan bedug, tetapi juga ketika arak-arakan. Sebab, baik kohkol maupun bedug yang beratnya lumayan harus dipikul. (ali gufron)
Sumber:
Galba, Sindu. 2007. “Kesenian Tradisional Masyarakat Cianjur”.
Tim Seksi Kebudayaan.2002. Deskripsi Seni Tradisional Reak. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur.
Tim Seksi Kebudayaan.2002. Deskripsi Seni Tradisional Reak. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur.