Oleh Mardiyuwono
(Sesepuh Sumarah Purbo)
I. Pengantar
Budaya spiritual yang berakar dari Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Paguyuban Sumarah Purbo tidak hanya sekedar budaya, namun juga merupakan suatu keyakinan yang dianut oleh warganya dalam melakukan manembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan menghayati keberadaan alam semesta serta cara mengetahui dirinya sendiri.
Ajaran Sumarah Purbo juga sebagai pedoman atau tuntunan yang menitik beratkan pada perilaku budi luhur, sehingga diharapkan mampu menuntut warganya untuk mencari kehidupan yang “Benar yang Pener.”
Artinya kehidupan yang penuh dengan keselarasan sesama makhluk hidup dilingkungannya masing-masing sehingga terjalin hubungan yang harmonis baik secara spiritual maupun sosial untuk menuju kehidupan yang “Ayom Ayem”.
Adapun perngertian ajaran Sumarah Purbo belum semuanya kami tuangkan dalam tulisan ini karena ada beberapa hal yang sifatnya “SINENGKER”, sehingga dikhawatirkan salah dalam menafsirkan serta melakukannya.
Namun tidak menutup kemungkinan apabila para pembaca ingin mengetahui ajaran Sumarah Purbo secara detail, kiranya dapat menghubungi kepada sesepuh paguyuban, sehingga bisa dengan jelas dalam mengetahui bahkan menghayati/mendalami ajaran Sumarah Purbo.
Harapan kami pengantar ringkas ini dapat dipahami dan semoga kita semua selalu diberikan yang terbaik oleh Tuhan Yang Maha Esa dalam Memayu Hayuning Bawono.
II. Riwayat Berdirinya Sumarah Purbo dan Perkembangannya
Pendiri Sumarah Purbo adalah Bapak Sukisman (Almarhum), lahir pada tahun 1901, di Desa Demakijo, D.I. Yogyakarta. Meninggal dunia pada hari Minggu Pahing, tanggal 29 Agustus 1982, + jam 16.50 di Dusun Kwalangan, Wijirejo, Pandak, Bantul, D.I. Yogyakarta. (Merupakan rumah terakhir beliau) selanjutnya pada Hari Senin Pon, 30 Agustu 1982, + jam 15.000 almarhum dimakamkan di Kuburan Umum (Ngasem) Dusun Mangir Lor, Sendangsari, Pajangan, Bantul, D.I. Yogyakarta.
Semasa hidupnya beliau sejak kecil sudah gemar melakukan laku spiritual untuk mencari rahasia hidup agar dapat mengetahui kehidupan yang sebenarnya.
Kakek beliau yang bernama Demang Cakra Dikrama juga membimbing dan mendukung apa yang dilakukan almarhum Bapak Sukisman, terutama dalam laku “Kungkum” dan laku-laku lainnya yang bersifat maneges.
Kemudian pada tanggal 16 Juni 1929/M (9 Sura 1860/EHE).
Hari Minggu Kliwon (tengah alam) yang bertepatan dengan hari lahirnya, beliau melakukan “Kungkum” di tempuran Sungai Bedhog dan Sungai Progo tepatnya di tempuran “Ngancar” perbatasan Dusun Mangir dan Siyangan, Bantul D.I. Yogyakarta.
Waktu kungkum itulah beliau mendapatkan bisikan gaib yang isinya tentang Pangeran Ingkang Murbo ing Dumadi, alam semesta dan kehidupan manusia dengan segala pengertiannya.
Setelah mendapatkan bisikan gaib, beliau makin “Gemlbeng” (mantap) untuk melakukan laku-laku spiritual. Sejalan dengan perkembangan waktu, banyak saudara, keluarga, bahkan orang disekitarnya yang berminat untuk mengikuti ajaran yang diberikan Bapak Sukisman. Oleh karena itu beliau memandang perlu dibentuknya suatu wadah.
Wadah tersebut kemudian dinamakan Paguyuban Sumarah Purbo. Nama yang dipilih bukan hanya sekedar nama, namun mengandung maksud dan arti yang sangat dalam yaitu : SUMARAH artinya Pasrah, PURBO artinya Murbo Hamasesa, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Dengan semikian Sumarah Purbo mempunyai arti dan maksud, pasrah diri secara totalitas kepada Tuhan Yang Maha Esa.
III. Ajaran Tentang Ketuhanan Yang Maha Esa
- Menurut Ajaran Sumarah Purbo sebelum adanya Jagad Gumelar/Alam Semesta, disana ada alam yang disebut alam sunyi sepi dan disanalah pula ada Dzad yang tertahta. Dan selanjutnya Dzat ini disebut PANGERAN INGKANG MURBO ING DUMADI, yang merupakan sumber dari semua kehidupan, karena Dzat ini disebut Pangeran Ingkang Murbo Ing Dumadi. Lalu apa, siapa, dan bagaimana serta dimana keberadaannya. Jadi pengertian Tuhan Yang Maha Esa itu tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran manusia. Tuhan itu ada di Alam Suwung, Tuhan itu ada di dalam ketiadaan, adoh tanpo wangenan cedhak tanpa senggolan, tapi mutlak adanya. Ini bisa dibuktikan dengan segala ciptaan-Nya, yaitu alam semesta beserta segala macam isinya.
- Sifat Tuhan Yan Maha Esa. Tuhan itu tidak berwarna dan tidak berwujud, tapi mutlak adanya. Diantara sifat Tuhan, Pangeran ingkang asifat suci. Karena tanpa menggunakan unsur suci, yaitu sukmo sejati manusia tidak dapat berhubungan dengan-Nya. Dan masih banyak sekali sifat-sifat Tuhan yang lainnya.
IV. Ajaran tentang Alam Semesta
a. Asal Mula Alam
Sebelum Tuhan menciptakan jagad gumelar beserta segala isinya, termasuk di dalamnya manusia dan segenap isinya, terlebih dahulu Tuhan Yang Maha Esa menciptakan sarinya angin, ujudnya Putih yang disebut Mayonggo Seto, kemudian menciptakan sarinya air, ujudnya Kuning yang disebut Wakhoddiyat, lalu menciptakan sarinya api, ujudnya Merah yang disebut Toh Hapi, lalu menciptakan sarinya lebu, ujudnya Hitam dan disebut Makdum Saripin, dan terakhir diciptakan suasana yang menyatukan keempat unsur di atas dan akhirnya menjadi Alam Semesta.
b. Kekuatan-kekuatan yang Ada pada Alam Semesta
Alam semesta ini disebut ‘Jagad Gede’ sedangkan manusia disebut ‘Jagad Cilik’. Bisa dikatakan demikian karena kekuatan yang ada pada tubuh manusia, yaitu sari-sarinya Anasir, Angin, Air, Api, dan Bumi.
Kekuatan-kekuatan ini apabila tidak dikendalikan akan menimbulkan suasana yang rumit.
c. Manfaat Alam bagi Manusia
Manfaat semesta beserta segala isinya adalah perwujudan dari tulisan atau bukti nyata keberadaan Ke-Maha Kuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia bisa hidup sehat secara lahir dan batin apabila bisa menyatu dan menghargai dengan keberadaan alam serta lingkungannya.
V. Ajaran Tentang Manusia
a. Asal Usul Manusia
Menurut ajaran Sumarah Purbo, manusia berasal dari ciptaan Tuhan Yang Maha Suci, Tuhan menciptakan manusia tanpa bahan apapun namun hanya dengan kuasanya saja. Semula manusia belum berwujud grosbodi (raga), tetapi masih berujud sinar dan tinggal di alam Gaib. Baru kemudian Tuhan menitiskan benih manusia, saat itulah manusia ditetapkan Tuhan dengan adanya Anasir yang disebut Jasmaniyah.
b. Struktur Manusia
Manusia berasal dari sarinya Anasir Alam yang pokok yaitu: Angin, Air, Api, dan Bumi. Sebagai cinta kasih Tuhan Yang Maha Esa kepada Manusia maka Tuhan memberikan “Pletikking Pangeran” yang berada di tengah-tengah pribadi manusia yang disebut sukma. Jadi manusia terdiri dari tiga unsur yaitu: Badaniyah, Jiwaniyah, dan Sukmaniyah.
VI. Pelaksanaan Penghayatan
Sumarah Purbo sesuai dengan pengertiannya adalah penyerahan diri kepada kekuasaan Gusti Ingkang Murbo Ing Dumadi, maka dasar ajaran Sumarah Purbo hanya satu yaitu PASRAH dengan Tuhan Yang Maha Esa. Untuk melakukan PASRAH dilaksanakan beberapa upacara yang bersifat spiritual sebagai berikut.
1. Nikah Sukma
Yaitu menyatukan diri (raga) dengan saudara (sedulur Papat Limo Pancer).
2. Pasrah
Yaitu penggodokan oleh Kekuatan Gaib dari Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada malam hari.
3. Membuktikan adanya sedulur Papat Limo Pancer
4. Pembabaran atau pengesahan
5. Diajarkan tata cara samadi atau suduj kepada Pangeran atau Tuhan Yang Maha Esa.
6. Laku-laku kebaikan dan Topobroto.
VII. Sarana Penghayatan
Perilaku penghayatan dalam ajaran “Sumarah Purbo” tercakup dalam Seratan Winadi yang mengandung banyak segi. Adapun pengertian tentang Seratan Winadi atau tulisan Rahasia ini bukan bentuk manembah dan bukan sarana mutlak untuk manembah, Seratan Winadi berujud Jenang Lima Warna, Kendhi Pratolo diisi air putih tawar dan Daun Dadap Srep, Lampu Sundul Langit (lampu dari minyak kelapa) dan Bunga Mawar dan Mlati, serta Mori Putih. Perlu kami tegaskan disini bahwasannya kelengkapan fisik material tersebut bukan merupakan sesajen, namun merupakan rerangken, yang maknanya serta maksud tujuannya jelas-jelas berbeda dengan apa yang disebut oleh sementara orang atau golongan sesajen.
VIII. Ajaran Budi Luhur
Ajaran Sumarah Purbo memberi bimbingan kepada warganya untuk menjadi manusia yang Luhur Budi secara lahir dan batin, serta mampu mengetahui rahasia hdupnya. Diharapkan pula mampu menangkap kehendak Tuhan Melalui tanda-tanda jaman. Lebih-lebih hidup berdampingan dengan semua elemen masyarakat, dan tunduk pada aturan Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila beserta UUD 1945
IX. Penutup
Demikian tulisan ringkas Ajaran Sumarah Purbo ini kami sampaikan tentunya masih banyak yang belum kami tuangkan karena keterbatasan segalanya. Maka kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Sesepuh
Mardiyuwono
Sumber:
Makalah disampaikan dalam Dialog Budaya Spiritual DIY di Wisma PU Yogyakarta, 29-30 Juni 2009 yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.