Guntang (Bali)

Guntang adalah salah satu dari nama instrumen barungan gambelan untuk mengiringi tari Arja. Meskipun sekarang ada kecenderungan tari Arja itu diiringi dengan barungan gong Kebyar, namun untuk memberikan suasana yang khas pada ketradisionalan tari Arja masih tetap dipergunakan barungan gambelan “Geguntangan”. Diberi nama demikian sebab guntang itu merupakan instrumen pokok yang sangat penting di samping instrumen-instrumen lainnya seperti suling, kendang, klenang dan cengceng.

Di samping itu guntang bila dipukul tidak menyuarakan nada tertentu seperti instrumen-instrumen lainnya, baik termasuk laras pelog maupun selendro. Sebab dalam barungan gamblengan geguntangan melodi dipegang oleh suling, sedangkan guntang sebagai pemegang mat dan penanda akhir suatu bagian lagu. Dilihat dari fungsinya guntang ada dua macam, yaitu: pertama guntang kajar atau pemegang mat, bernada tinggi. Kedua guntang wadon berfungsi sebagai kempur atau penanda akhir suatu bagian lagu, yang bernada lebih rendah dari guntang lanang. Pukulan guntang wadon lebih jarang yaitu empat kali pukulan lanang sama dengan satu kali pukulan wadon.

Meskipun tidak mendukung nada tertentu, getaran suaranya yang empuk dan lembut memberikan suasana yang khas baik kepada barungan geguntangan itu sendiri maupun pementasan tari Arjanya. Terutama pada saat instrumen-instrumen lainnya dihentikan sesaat, dan dalam suasana pementasan sedih atau sentimential, maka suara guntang memberi irama sahdu.

Bahan untuk guntang adalah bambu “petung” yang agak besar, lebih besar dari ukuran terbesar bambu untuk membuat gerantang Joged Bungbung. Guntang Lanang mempunyai ukuran panjang silinder dan garis tengah lingkaran penampangnya masing-masing 40 cm dan 10 cm. Sedangkan guntang wadon masing-masing 60 cm dan 15 cm. berbeda dengan gambelan bambu lainnya guntang dibuat dari seruas bambu dengan kedua penampangnya masih tertutup oleh buku-buku ruas.

Tahap pertama dibersihkan dengan air, digosok dengan sabut kelapa dicampur pasir sampai kulitnya halus. Setelah kering, yang mula-mula dikerjakan adalah bagian yang berfungsi sebagai senar. Biasanya bahan untuk senarnya itu tidak diambil dari bahan lain tetapi dari kulitnya sendiri. Caranya yaitu dengan membuat potongan melintang dengan lebar kira-kira dua cm, kemudian diangkat dengan memberikan ganjalan di bagian ujung kanan dan ujung kiri buku ruas bambu. Memotongnya harus hati-hati jangan sampai terlalu dalam hingga membuat lubang pada bambu. Potongan atau irisan yang lebarnya dua cm itu dihaluskan dan dibuat lurus, hingga apabila sudah selesai lebarnya tinggal satu cm saja. Untuk menjaga supaya irisan tersebut tidak terlepas, maka di kedua ujungnya kiri dan kanan, yang berjarak kira-kira lima cm dari batas ruas buku, diikat atau dijepit dengan benda agak keras kemudian dipaku.

Selanjutnya untuk membuat supaya resonansi udara dalam batangan bambu bisa keluar, pada titik yang berjarak setengah bagian panjang bambu dan tepat di bawah senar dibuat irisan lubang bundar bergaris tengah dua cm. Atau irisan itu bisa pula berbentuk segi empat ataupun segitiga. Setelah lubang itu selesati, tepat diatasnya dibuatkan irisan kayu pipih yang berbentuk segilima atau segienam agak memanjang dan ditempelkan pada senar tersebut yang disebut “palayah”. Gunanya adalah untuk mengatur getaran udara yang keluar dari lubang bambu. Disamping berdasarkan ukuran batangan bambu, tinggi rendah suara guntang ditentukan oleh kencang kendornya senar bambu tersebut. Untuk membuat suara guntang lebih mengalun, maka pada tengah-tengah penampang buku ruas guntang di sebelah kiri ditinjau dari posisi waktu kita membunyikannya, dibuat lubang melingkar dengan garis tengah kurang lebih dua cm. Hembusan udaranya diatur oleh telapak tangan kiri.

Alat pemukul atau “panggulanya” dibuat dari batangan bambu atau kayu bundar sepanjang kira-kira 25 cm dan garis tengah penampangnya satu cm. Pada bagian ujungnya yang akan dipukulkan mengenai senar dibalut dengan kain atau benda lunak lainnya. Pukulan tidak boleh mengenai palayah, atau memukul terlalu keras sehingga palayah bersentuhan dengan batang bambu.

Posisi memukul guntang adalah dengan bersila dan memangkunya. Tangan kanan memegang panggul, sedang telapak tangan kiri menempel pada penampang buku ruas sebelah kiri tepat pada lubang tadi.

Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive