Asal Usul
Pada masyarakat Bugis-Makassar yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, ada sebuah permainan yang disebut sebagai gallak-gallak. Dari mana dan kapan permainan ini bermula sulit diketahui secara pasti, karena permainan tersebut telah dikenal oleh orang Bugis-Makassar secara turun-temurun.
Gallak-gallak yang merupakan bahasa Makassar berasal dari kata gallak yang berarti “nama gelar tertentu” yang menunjukkan status sosial seseorang dalam masyarakatnya. Stratifikasi sosial masyarakat Bugis-Makassar pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yakni golongan bangsawan (karaeng), golongan orang biasa (tusamara) dan hamba atau budak (ata). Orang-orang yang secara genealogis masih keturunan raja-raja Bugis-Makassar menempati lapisan atas yang disebut sebagai bangsawan (karaeng). Kemudian, orang-orang yang secara genealogis bukan keturunan raja-raja disebut sebagai orang biasa (tusamara). Sedangkan, orang-orang yang menjadi tawanan karena kalah perang disebut sebagai hamba/budak (ata). Dewasa ini mereka hanya mengenal dua golongan dalam stratifikasi sosialnya, yaitu karaeng dan tusamara karena golongan ata sudah lama hilang seiring dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan di daerah Sulawesi Selatan.
Gallak-gallak, dengan demikian, dapat diartikan sebagai suatu permainan pemberian gelar “jadi-jadian” bagi pemain yang berhasil melewati tahap-tahap permainan. Dalam konteks ini, sebuah regu akan menebak anggota regu lawan yang menyembunyikan batu di dalam genggaman tangannya. Apabila tebakan salah, maka si pemain yang menyembunyikan batu tersebut akan melangkah pada garis-garis yang telah ditentukan, hingga melewati seluruh garis menuju sebuah lingkaran untuk mendapatkan gelar galararung (raja/bangsawan).
Pada masa lalu, garis yang dibuat agar dapat mencapai posisi galararung, hanya 3 buah, sesuai dengan tingkatan stratifikasi masyarakat Bugis-Makassar. Namun setelah masa kemerdekaan, dan banyak anak-anak mulai bersekolah di Sekolah Rakyat, maka garis-garis permainan disesuaikan dengan tingkatan Sekolah Rakyat, yaitu 6 buah.
Pemain
Gallak-gallak adalah permainan kelompok. Artinya, permainan ini baru dapat dilakukan jika ada dua kelompok. Jumlah keseluruhan pemainnya 8--14 orang (bergantung dari banyaknya garis tingkatan). Apabila jumlah garis yang dibuat untuk mencapai tingkatan galararung hanya tiga buah, maka untuk satu regu jumlahnya hanya 4 orang (seorang pemimpin (pagallak) dan 3 orang anggota atau tunigallak). Sedangkan, apabila garisnya 6 buah, maka jumlah pemainnya untuk satu regu adalah 7 orang (seorang pagallak dan 6 orang tunigallak). Permainan gallak-gallak ini dapat dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan yang berumur 6--13 tahun.
Tempat Permainan
Luas arena permainan gallak-gallak bergantung dari jumlah pemainnya. Apabila pemainnya 14 orang, maka luas arenanya sekitar 22 x 10 meter. Arena tersebut dibagi menjadi dua bagian, kemudian ditengahnya dibuat sebuah lingkaran sebagai “tempat pengukuhan” pemenang permainan. Sedangkan, di setiap bagian akan dibuat 6 buah garis dengan jarak antargaris sekitar 2 meter (sebagai tingkatan bagi pemain sebelum mendapatkan gelar galararung). Apabila jumlah pemainnya hanya 8 orang, maka luas arena pun hanya sekitar 16 x 10 meter persegi, karena hanya memerlukan 3 buah garis pada setiap bagiannya. Permainan ini biasanya dilakukan pada sore hari di tanah lapang atau pekarangan rumah yang agak luas.
Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini hanyalah sebuah batu sebesar kelereng untuk setiap regu. Dalam permainan, batu tersebut diedarkan oleh pemimpin regu, kemudian diberikan kepada salah seorang anggota regunya, sebelum regu lawan dipersilahkan untuk menebak.
Peraturan Permainan
Permainan yang disebut sebagai gallak-gallak intinya adalah menebak batu yang disembunyikan oleh salah seorang pemain regu lawan. Apabila tidak dapat menebak, maka pemain yang menyembunyikan batu tersebut dipersilahkan untuk melangkah pada garis pertama dari 3 atau 6 garis yang disediakan. Begitu seterusnya, hingga mencapai garis terakhir dan dinyatakan sebagai pemenang. Namun apabila tebakan regu lawan tepat, maka akan terjadi pergantian posisi. Regu penebak akan menjadi regu yang menyembunyikan batu. Sebaliknya, regu yang tadinya menyembunyikan batu menjadi regu penebak. Secara lebih rinci aturan-aturan tersebut adalah: (1) pemimpin regu tidak diperkenankan menggunakan lebih dari satu batu saat mengedarkannya; (2) pada waktu ketua kelompok menunjuk salah seorang pemain (lawan), maka pemain tersebut harus mengangkat kedua tangannya, untuk memperlihatkan ada atau tidak batu di tangannya; (3) pemimpin regu tidak boleh mengedarkan batu lagi pada saat regu lawan sedang menebak; (4) pada saat menebak harus menunjuk satu orang pemain lawan saja, dan tidak boleh dua atau tiga orang pemain sekaligus; (5) pemain yang kebetulan memegang batu dan tidak berhasil ditebak oleh regu lawan, berhak maju sabanyak satu garis; dan (6) pemain hanya boleh maju satu garis demi satu garis dan tidak boleh dua atau tiga garis sekaligus.
Proses Permainan
Setelah lokasi permainan ditentukan, maka peserta akan membagi diri menjadi dua regu dengan jalan musyawarah. Kemudian, setiap regu akan bermusyawarah kembali untuk menentukan salah seorang diantara mereka yang akan menjadi pemimpin regu. Orang yang menjadi pemimpin regu biasanya adalah orang yang “dituakan” dan lebih “berwibawa” ketimbang yang lain, sehingga dapat mengatur anggota regunya.
Kedua pemimpin regu (pagallak) berhadapan dan mengadakan undian dengan cara siut. Siapa yang menang, regunya akan memulai permainan. Setelah itu, masing-masing tunigallak akan berbaris satu atau dua meter dari garis start pertama dengan posisi tangan seperti sedang dalam keadaan “istirahat di tempat”. Sementara, pagallak berdiri di belakang para tunigallak. Bagi regu yang mendapat giliran untuk bermain, pagallak-nya mulai mengedarkan batu kecil pada setiap anggotanya secara berganti-gantian. Pada waktu mengedarkan tersebut, pagallak akan menaruh batu pada seorang pemain sambil terus mengedarkan batu “kosong” hingga regu lawan sukar untuk menebak.
Setelah selesai menaruh batu pada salah seorang anggotanya, pemimpin regu tersebut akan mempersilahkan regu lawan untuk menebak. Regu lawan selanjutnya bermusyawarah, dan setelah selesai, pemimpinnya akan menunjuk salah seorang pemain yang diperkirakan menyembunyikan batu.
Pemain yang ditunjuk kemudian akan mengangkat kedua tangannya ke atas untuk membuktikan ada atau tidaknya batu pada genggaman tangannya. Apabila tidak terbukti, maka pemain tersebut dipersilahkan untuk maju satu langkah (satu garis). dan pemimpin regunya akan kembali mengedarkan batu ke setiap pemain untuk ditebak oleh regu lawan. Demikian seterusnya, hingga seluruh anggota melewati garis-garis yang telah ditetapkan, dan akhirnya berada di dalam lingkaran untuk dikukuhkan sebagai raja. Namun, apabila tebakan regu lawan tepat, maka akan terjadi pergantian posisi, regu pengedar batu akan menjadi regu penebak dan regu penebak akan mengedarkan batu. Regu yang anggotanya paling banyak menduduki posisi raja dinyatakan sebagai pemenang permainan.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan gallak-gallak adalah: kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja sama tercermin dari sikap seluruh anggota regu yang seolah-olah sedang menyembunyikan batu, sehingga lawan sukar menebak. Nilai sportivitas tercermin dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang selama permainan berlangsung. Sikap sportif ini perlu ditunjukkan karena dalam permainan ini para pemain akan berusaha menyembunyikan sebuah batu kecil.
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Permainan Anak-Anak Daerah Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pada masyarakat Bugis-Makassar yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, ada sebuah permainan yang disebut sebagai gallak-gallak. Dari mana dan kapan permainan ini bermula sulit diketahui secara pasti, karena permainan tersebut telah dikenal oleh orang Bugis-Makassar secara turun-temurun.
Gallak-gallak yang merupakan bahasa Makassar berasal dari kata gallak yang berarti “nama gelar tertentu” yang menunjukkan status sosial seseorang dalam masyarakatnya. Stratifikasi sosial masyarakat Bugis-Makassar pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yakni golongan bangsawan (karaeng), golongan orang biasa (tusamara) dan hamba atau budak (ata). Orang-orang yang secara genealogis masih keturunan raja-raja Bugis-Makassar menempati lapisan atas yang disebut sebagai bangsawan (karaeng). Kemudian, orang-orang yang secara genealogis bukan keturunan raja-raja disebut sebagai orang biasa (tusamara). Sedangkan, orang-orang yang menjadi tawanan karena kalah perang disebut sebagai hamba/budak (ata). Dewasa ini mereka hanya mengenal dua golongan dalam stratifikasi sosialnya, yaitu karaeng dan tusamara karena golongan ata sudah lama hilang seiring dengan runtuhnya kerajaan-kerajaan di daerah Sulawesi Selatan.
Gallak-gallak, dengan demikian, dapat diartikan sebagai suatu permainan pemberian gelar “jadi-jadian” bagi pemain yang berhasil melewati tahap-tahap permainan. Dalam konteks ini, sebuah regu akan menebak anggota regu lawan yang menyembunyikan batu di dalam genggaman tangannya. Apabila tebakan salah, maka si pemain yang menyembunyikan batu tersebut akan melangkah pada garis-garis yang telah ditentukan, hingga melewati seluruh garis menuju sebuah lingkaran untuk mendapatkan gelar galararung (raja/bangsawan).
Pada masa lalu, garis yang dibuat agar dapat mencapai posisi galararung, hanya 3 buah, sesuai dengan tingkatan stratifikasi masyarakat Bugis-Makassar. Namun setelah masa kemerdekaan, dan banyak anak-anak mulai bersekolah di Sekolah Rakyat, maka garis-garis permainan disesuaikan dengan tingkatan Sekolah Rakyat, yaitu 6 buah.
Pemain
Gallak-gallak adalah permainan kelompok. Artinya, permainan ini baru dapat dilakukan jika ada dua kelompok. Jumlah keseluruhan pemainnya 8--14 orang (bergantung dari banyaknya garis tingkatan). Apabila jumlah garis yang dibuat untuk mencapai tingkatan galararung hanya tiga buah, maka untuk satu regu jumlahnya hanya 4 orang (seorang pemimpin (pagallak) dan 3 orang anggota atau tunigallak). Sedangkan, apabila garisnya 6 buah, maka jumlah pemainnya untuk satu regu adalah 7 orang (seorang pagallak dan 6 orang tunigallak). Permainan gallak-gallak ini dapat dimainkan oleh anak laki-laki maupun perempuan yang berumur 6--13 tahun.
Tempat Permainan
Luas arena permainan gallak-gallak bergantung dari jumlah pemainnya. Apabila pemainnya 14 orang, maka luas arenanya sekitar 22 x 10 meter. Arena tersebut dibagi menjadi dua bagian, kemudian ditengahnya dibuat sebuah lingkaran sebagai “tempat pengukuhan” pemenang permainan. Sedangkan, di setiap bagian akan dibuat 6 buah garis dengan jarak antargaris sekitar 2 meter (sebagai tingkatan bagi pemain sebelum mendapatkan gelar galararung). Apabila jumlah pemainnya hanya 8 orang, maka luas arena pun hanya sekitar 16 x 10 meter persegi, karena hanya memerlukan 3 buah garis pada setiap bagiannya. Permainan ini biasanya dilakukan pada sore hari di tanah lapang atau pekarangan rumah yang agak luas.
Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan dalam permainan ini hanyalah sebuah batu sebesar kelereng untuk setiap regu. Dalam permainan, batu tersebut diedarkan oleh pemimpin regu, kemudian diberikan kepada salah seorang anggota regunya, sebelum regu lawan dipersilahkan untuk menebak.
Peraturan Permainan
Permainan yang disebut sebagai gallak-gallak intinya adalah menebak batu yang disembunyikan oleh salah seorang pemain regu lawan. Apabila tidak dapat menebak, maka pemain yang menyembunyikan batu tersebut dipersilahkan untuk melangkah pada garis pertama dari 3 atau 6 garis yang disediakan. Begitu seterusnya, hingga mencapai garis terakhir dan dinyatakan sebagai pemenang. Namun apabila tebakan regu lawan tepat, maka akan terjadi pergantian posisi. Regu penebak akan menjadi regu yang menyembunyikan batu. Sebaliknya, regu yang tadinya menyembunyikan batu menjadi regu penebak. Secara lebih rinci aturan-aturan tersebut adalah: (1) pemimpin regu tidak diperkenankan menggunakan lebih dari satu batu saat mengedarkannya; (2) pada waktu ketua kelompok menunjuk salah seorang pemain (lawan), maka pemain tersebut harus mengangkat kedua tangannya, untuk memperlihatkan ada atau tidak batu di tangannya; (3) pemimpin regu tidak boleh mengedarkan batu lagi pada saat regu lawan sedang menebak; (4) pada saat menebak harus menunjuk satu orang pemain lawan saja, dan tidak boleh dua atau tiga orang pemain sekaligus; (5) pemain yang kebetulan memegang batu dan tidak berhasil ditebak oleh regu lawan, berhak maju sabanyak satu garis; dan (6) pemain hanya boleh maju satu garis demi satu garis dan tidak boleh dua atau tiga garis sekaligus.
Proses Permainan
Setelah lokasi permainan ditentukan, maka peserta akan membagi diri menjadi dua regu dengan jalan musyawarah. Kemudian, setiap regu akan bermusyawarah kembali untuk menentukan salah seorang diantara mereka yang akan menjadi pemimpin regu. Orang yang menjadi pemimpin regu biasanya adalah orang yang “dituakan” dan lebih “berwibawa” ketimbang yang lain, sehingga dapat mengatur anggota regunya.
Kedua pemimpin regu (pagallak) berhadapan dan mengadakan undian dengan cara siut. Siapa yang menang, regunya akan memulai permainan. Setelah itu, masing-masing tunigallak akan berbaris satu atau dua meter dari garis start pertama dengan posisi tangan seperti sedang dalam keadaan “istirahat di tempat”. Sementara, pagallak berdiri di belakang para tunigallak. Bagi regu yang mendapat giliran untuk bermain, pagallak-nya mulai mengedarkan batu kecil pada setiap anggotanya secara berganti-gantian. Pada waktu mengedarkan tersebut, pagallak akan menaruh batu pada seorang pemain sambil terus mengedarkan batu “kosong” hingga regu lawan sukar untuk menebak.
Setelah selesai menaruh batu pada salah seorang anggotanya, pemimpin regu tersebut akan mempersilahkan regu lawan untuk menebak. Regu lawan selanjutnya bermusyawarah, dan setelah selesai, pemimpinnya akan menunjuk salah seorang pemain yang diperkirakan menyembunyikan batu.
Pemain yang ditunjuk kemudian akan mengangkat kedua tangannya ke atas untuk membuktikan ada atau tidaknya batu pada genggaman tangannya. Apabila tidak terbukti, maka pemain tersebut dipersilahkan untuk maju satu langkah (satu garis). dan pemimpin regunya akan kembali mengedarkan batu ke setiap pemain untuk ditebak oleh regu lawan. Demikian seterusnya, hingga seluruh anggota melewati garis-garis yang telah ditetapkan, dan akhirnya berada di dalam lingkaran untuk dikukuhkan sebagai raja. Namun, apabila tebakan regu lawan tepat, maka akan terjadi pergantian posisi, regu pengedar batu akan menjadi regu penebak dan regu penebak akan mengedarkan batu. Regu yang anggotanya paling banyak menduduki posisi raja dinyatakan sebagai pemenang permainan.
Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan gallak-gallak adalah: kerja sama dan sportivitas. Nilai kerja sama tercermin dari sikap seluruh anggota regu yang seolah-olah sedang menyembunyikan batu, sehingga lawan sukar menebak. Nilai sportivitas tercermin dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang selama permainan berlangsung. Sikap sportif ini perlu ditunjukkan karena dalam permainan ini para pemain akan berusaha menyembunyikan sebuah batu kecil.
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Permainan Anak-Anak Daerah Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.