Tektekan (Bali)

Saat ini tektekan dikenal sebagai suatu bentuk pertunjukan berlakon yang biasanya ceritanya diambil dari Calon Arang. Gambelan pengiringnya terdiri dari alat-alat seperti kendang, cengceng, suling, dantektekan. Yang dimaksud dengan tektekan adalah kentongan yang di Bali disebut “kulkul” yang dibuat dari bambu. Tektekan itulah yang memberikan ciri khas sebagai iringan pentasnya hingga pertunjukan itu sendiri disebut tektekan.

Tektekan sebagai suatu alat gambelan bentuknya sama dengan kulkul, hanya bahannya dari bambu. Kulkul Bali pada umumnya dibuat dari kayu yang dipakai oleh masyarakat tradisional Bali seperti desa adat, banjar, dan pamaksan pura untuk pengumuman atau pemberitahuan tentang sesuatu hal. Dibuat dari batang kayu dalam bermacam-macam ukuran sesuai dengan kepentingannya. Biasanya kulkul untuk kepentingan desa adat mempunyai ukuran yang paling besar dan untuk organisasi-organisasi sosial atau di Bali disebut sekaa kecil lainnya sepert sekaa manyi atau manusi, sekaa semat atau pemburu tupai, sekaa kajang atau pengangkut barang-barang atau hasil bumi, ukurannya kecil. Kadang-kadang bahannya dibuat dari bambu. Untuk memperindah bentuk kulkul itu, ada kalanya di bagian atas atau kepalanya diberi ukiran kepala manusia atau binatang, terutama kulkul-kulkul ukuran besar.

Alat gambelan tektekan ini banyak didapatkan di daerah Kabupaten Tabanan, misalnya yang terkenal adalah dari Desa Kerambitan. Jika diamati dengan seksama masing-masing instrumen tidak menyuarakan nada tertentu seperti berlasar pelog atau selendro. Meskipun demikian antara instrumen satu dengan yang lainnya dibedakan tinggi rendah nadanya. Dalam satu barungan bisa terdiri dari sepuluh buah tektekan atau lebih. Alat pemukulnya dibuat dari batang bambu atau kayu.

Cara membuat alat ini sangat sederhana yaitu hanya dengan membuat lubang berbentuk segi empat memanjang di tengah-tengah batang bambu. Dan sekaligus batangnya sendiri sebagai resonatornya. Bannya dibuat dari jenis-jenis bambu yang agak tebal seperti bambu ampel gesing dan petung.

Sebelum bersungsi sebagai instrumen pengiring tarian tektekan ini mula-mula berfungsi sebagai pelengkap dalam upacara Butha Yadnya, yaitu untuk mengusir roh-roh jahat biasanya dibunyikan pada hari Ngrupuk, yaitu sehari sebelum hari raya Nyepi. Juga sebagai iringan pada saat upacara Macaru, waktu membuang banten (upacara) ke laut.

Jadi, pada mulanya dalam satu barungan tektekan tidak ada kendang, cengeng, kajar dan suling. Hanya ada tektekan kentongan bambu saja. Memukulnya dalam posisi duduk atau berdiri dan kadang-kadang sambil berjalan. Tektekan dibawa dengan cara memegang ujungnya dengan tangan kiri dan kemudian batang bambu dijepit dalam posisi sejajar dengan lengan kiri.

Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive