Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Secara geografis, letak candi ini berada pada koordinat 110-29’29” bujur timur 7-44’40” lintang selatan, dan berada pada ketinggian 160,793 meter dari permukaan air laut. Dahulu, candi yang berada di sebelah utara Candi Prambanan ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk yang cukup padat. Namun, saat ini sebagian areal di kompleks Candi Sewu telah dikosongkan untuk lokasi Taman Wisata Prambanan-Borobudur yang menjadi satu kawasan dengan Candi Prambanan, Candi Lumbung dan Candi Bubrah.
Candi Sewu merupakan kompleks candi yang berlatar belakang agama Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur, yang dibangun pada sekitar abad VIII Masehi. Berdasar prasasti berangka tahun 714 S atau 792 M yang ditemukan di kompleks Candi Sewu pada tahun 1960, menyebutkan bahwa di tempat itu pernah ada penyempurnaan bangunan suci yang bernama Manjusrigra. Manjusriga yang berarti rumah Manjusri1 diduga adalah nama asli Candi Sewu. Sedangkan, mengenai tahun pendirian dan siapa pendiri bangunan tersebut, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 M tersebut dan prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 M (ditemukan di dekat Candi Lumbung, beberapa ratus meter dari Candi Sewu), dapat diperkirakan bahwa candi ini didirikan pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran, seorang raja besar dari kerajaan Mataram kuna yang memerintah tahun 746-784 M.
Tahun 1901 Candi Sewu “dibersihkan” untuk pertama kalinya oleh Van Erp pada bagian ambang pintu, bilik candi, dan candi perwara deret pertama. Hal ini dilakukan karena pada tahun 1825 Candi Sewu pernah rusak berat akibat batu-batunya dimanfaatkan oleh Belanda untuk membuat benteng. Pemugaran berikutnya terjadi pada tahun 1928 pada Candi Perwara nomor 72, sebagai upaya penyelamatan bangunan dari kehancuran. Sedangkan, pemugaran secara total dilakukan pada tahun 1980/1982 dan 1992/1993 oleh pemerintah dan sekaligus dijadikan sebagai benda cagar budaya.
Data Bangunan
Komplek Candi Sewu berdenah menyerupai bujur sangkar yang di dalamnya terdapat 249 buah bangunan, terdiri atas: satu buah candi induk, delapan buah candi apit, dan 240 buah candi perwara. Berdasarkan hasil temuan pata tahun 1984, komplek Candi Sewu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: halaman pertama (utama), tengah, dan luar. Masing-masing halaman tersebut dibatasi oleh pagar keliling. Berikut ini adalah uraian tentang bagian-bagian tersebut.
Pada halaman pertama terdapat candi induk yang dibatasi oleh pagar keliling berdenah persegi empat (40x41 meter). Bangunan candi induk berbentuk palang bersudut 20 derajat dengan garis tengah 28,9 meter dan tinggi 29,8 meter. Seperti candi-candi yang lain, Candi Sewu terdiri atas tiga bagian, yaitu: kaki, badan dan atap. Sebagian besar bangunan terbuat dari batu andesit, dan hanya inti bangunan yang terbuat dari tatanan batu merah yang membentuk kubus. Struktur bata merah berbentuk kubus ini tidak dapat dilihat dari luar karena letaknya berada di dalam bangunan. Pada kaki candi terdapat sederetan relief yang menggambarkan motif purnakalasa (jambangan bunga) dan arca singa pada setiap sudut pertemuan antara kaki dan struktur tangga. Selain itu, pada sisi luar pipi tangga yang ujungnya berbentuk makara, terdapat relief yang menggambarkan yaksa, kalpawrsa dan jambangan bunga berbentuk sankha.
Badan candi induk dibagi menjadi 13 bagian, yaitu: sebuah bangunan tengah, empat lorong, empat selasar, dan empat penampil. Setiap penampil mempunyai pintu keluar dan pintu penghubung dengan lorong. Sedangkan, setiap lorong mempunyai pintu penghubung dengan selasar di kanan-kirinya. Khusus pada lorong timur terdapat pintu penghubung dengan bilik tengah. Di dalam bilik tengah terdapat sebuah asana lengkap dengan sandaran yang ditempatkan merapat ke dinding barat ruangan. Diduga asana tersebut dahulu diisi arca Manjusri yang tingginya kurang lebih 360 sentimeter. Dan, dalam setiap bilik penampil dahulu diduga berisi enam arca yang diletakkan dalam enam relung, tiga relung berjajar di dinding kanan dan tiga relung berjajar di dinding kiri.
Sedangkan, hiasan-hiasan yang ada pada tubuh candi antara lain: (1) kala makara pada ambang pintu-pintunya; (2) relief dewa yang duduk dalam posisi vajrasana dan kepalanya dikelilingi rangkaian api (siracakra) sebagai lambang kedewaan; (3) relief yang menggambarkan beberapa penari dan pemain gendang; dan (4) guna (makhluk kayangan yang bertubuh cebol) yang terdapat pada setiap sudut bangunan.
Candi induk mempunyai sembilan atap yang terdiri atas empat atap penampil, empat atap lorong, dan satu atap bilik utama, yang semua puncaknya berbentuk stupa. Atap bilik utama merupakan atap yang paling besar dan paling tinggi yang terdiri dari tiga tingkatan. Hiasan-hiasan yang ada pada atap candi antara lain pilaster-pilaster, relung-relung, dan antefik-antefik berhias dewa dan motif tumbuh-tumbuhan.
Pada halaman tengah dan luar terletak Candi Perwara dan Candi Apit. Candi Perwara disusun dalam empat deret membentuk persegi panjang yang sejajar. Deret pertama terdiri 28 bangunan, deret kedua 44 bangunan, deret ketiga 80 bangunan, dan deret keempat terdiri dari 88 bangunan. Seluruh candi perwara yang berada pada deret kedua, ketiga dan keempat berorientasi ke luar (membelakangi candi induk), sedangkan deret ketiga berorientasi ke dalam (menghadap candi induk). Kedudukan Candi Apit yang berjumlah 90 buah terletak diantara Candi Perwara deret pertama dan kedua, masing-masing sepasang di setiap penjuru. Setiap pasang Candi Apit tersebut mengapit jalan yang membelah halaman kedua, tepat pada sumbu-sumbunya. Pada keempat ujung jalan di dekat pagar halaman kedua, masing-masing terdapat sepasang arca Dwarapala ukuran raksasa. Tinggi arca kurang lebih 229,5 cm dan ditempatkan di atas lapik persegi setinggi kurang lebih 111 cm.
Foto:
http://www.bhumisambhara.org
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1998. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Candi Sewu merupakan kompleks candi yang berlatar belakang agama Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur, yang dibangun pada sekitar abad VIII Masehi. Berdasar prasasti berangka tahun 714 S atau 792 M yang ditemukan di kompleks Candi Sewu pada tahun 1960, menyebutkan bahwa di tempat itu pernah ada penyempurnaan bangunan suci yang bernama Manjusrigra. Manjusriga yang berarti rumah Manjusri1 diduga adalah nama asli Candi Sewu. Sedangkan, mengenai tahun pendirian dan siapa pendiri bangunan tersebut, sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, berdasarkan prasasti yang berangka tahun 792 M tersebut dan prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 M (ditemukan di dekat Candi Lumbung, beberapa ratus meter dari Candi Sewu), dapat diperkirakan bahwa candi ini didirikan pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran, seorang raja besar dari kerajaan Mataram kuna yang memerintah tahun 746-784 M.
Tahun 1901 Candi Sewu “dibersihkan” untuk pertama kalinya oleh Van Erp pada bagian ambang pintu, bilik candi, dan candi perwara deret pertama. Hal ini dilakukan karena pada tahun 1825 Candi Sewu pernah rusak berat akibat batu-batunya dimanfaatkan oleh Belanda untuk membuat benteng. Pemugaran berikutnya terjadi pada tahun 1928 pada Candi Perwara nomor 72, sebagai upaya penyelamatan bangunan dari kehancuran. Sedangkan, pemugaran secara total dilakukan pada tahun 1980/1982 dan 1992/1993 oleh pemerintah dan sekaligus dijadikan sebagai benda cagar budaya.
Data Bangunan
Komplek Candi Sewu berdenah menyerupai bujur sangkar yang di dalamnya terdapat 249 buah bangunan, terdiri atas: satu buah candi induk, delapan buah candi apit, dan 240 buah candi perwara. Berdasarkan hasil temuan pata tahun 1984, komplek Candi Sewu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: halaman pertama (utama), tengah, dan luar. Masing-masing halaman tersebut dibatasi oleh pagar keliling. Berikut ini adalah uraian tentang bagian-bagian tersebut.
Pada halaman pertama terdapat candi induk yang dibatasi oleh pagar keliling berdenah persegi empat (40x41 meter). Bangunan candi induk berbentuk palang bersudut 20 derajat dengan garis tengah 28,9 meter dan tinggi 29,8 meter. Seperti candi-candi yang lain, Candi Sewu terdiri atas tiga bagian, yaitu: kaki, badan dan atap. Sebagian besar bangunan terbuat dari batu andesit, dan hanya inti bangunan yang terbuat dari tatanan batu merah yang membentuk kubus. Struktur bata merah berbentuk kubus ini tidak dapat dilihat dari luar karena letaknya berada di dalam bangunan. Pada kaki candi terdapat sederetan relief yang menggambarkan motif purnakalasa (jambangan bunga) dan arca singa pada setiap sudut pertemuan antara kaki dan struktur tangga. Selain itu, pada sisi luar pipi tangga yang ujungnya berbentuk makara, terdapat relief yang menggambarkan yaksa, kalpawrsa dan jambangan bunga berbentuk sankha.
Badan candi induk dibagi menjadi 13 bagian, yaitu: sebuah bangunan tengah, empat lorong, empat selasar, dan empat penampil. Setiap penampil mempunyai pintu keluar dan pintu penghubung dengan lorong. Sedangkan, setiap lorong mempunyai pintu penghubung dengan selasar di kanan-kirinya. Khusus pada lorong timur terdapat pintu penghubung dengan bilik tengah. Di dalam bilik tengah terdapat sebuah asana lengkap dengan sandaran yang ditempatkan merapat ke dinding barat ruangan. Diduga asana tersebut dahulu diisi arca Manjusri yang tingginya kurang lebih 360 sentimeter. Dan, dalam setiap bilik penampil dahulu diduga berisi enam arca yang diletakkan dalam enam relung, tiga relung berjajar di dinding kanan dan tiga relung berjajar di dinding kiri.
Sedangkan, hiasan-hiasan yang ada pada tubuh candi antara lain: (1) kala makara pada ambang pintu-pintunya; (2) relief dewa yang duduk dalam posisi vajrasana dan kepalanya dikelilingi rangkaian api (siracakra) sebagai lambang kedewaan; (3) relief yang menggambarkan beberapa penari dan pemain gendang; dan (4) guna (makhluk kayangan yang bertubuh cebol) yang terdapat pada setiap sudut bangunan.
Candi induk mempunyai sembilan atap yang terdiri atas empat atap penampil, empat atap lorong, dan satu atap bilik utama, yang semua puncaknya berbentuk stupa. Atap bilik utama merupakan atap yang paling besar dan paling tinggi yang terdiri dari tiga tingkatan. Hiasan-hiasan yang ada pada atap candi antara lain pilaster-pilaster, relung-relung, dan antefik-antefik berhias dewa dan motif tumbuh-tumbuhan.
Pada halaman tengah dan luar terletak Candi Perwara dan Candi Apit. Candi Perwara disusun dalam empat deret membentuk persegi panjang yang sejajar. Deret pertama terdiri 28 bangunan, deret kedua 44 bangunan, deret ketiga 80 bangunan, dan deret keempat terdiri dari 88 bangunan. Seluruh candi perwara yang berada pada deret kedua, ketiga dan keempat berorientasi ke luar (membelakangi candi induk), sedangkan deret ketiga berorientasi ke dalam (menghadap candi induk). Kedudukan Candi Apit yang berjumlah 90 buah terletak diantara Candi Perwara deret pertama dan kedua, masing-masing sepasang di setiap penjuru. Setiap pasang Candi Apit tersebut mengapit jalan yang membelah halaman kedua, tepat pada sumbu-sumbunya. Pada keempat ujung jalan di dekat pagar halaman kedua, masing-masing terdapat sepasang arca Dwarapala ukuran raksasa. Tinggi arca kurang lebih 229,5 cm dan ditempatkan di atas lapik persegi setinggi kurang lebih 111 cm.
Foto:
http://www.bhumisambhara.org
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1998. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara IX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.