Museum Sonobudoyo terletak di bagian utara Alun-alun Utara dari Keraton Yogyakarta. Bangunan museum yang didesain oleh Ir Th Karsten ini berbentuk rumah joglo dengan diilhami arsitektur gaya bangunan Masjid Kasepuhan Cirebon. Pencetus berdirinya Museum Sonobudoyo adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok, yang bernama Java Institut. Pada tanggal 6 November 1935 yayasan yang waktu itu dipimpin oleh Prof. Dr. Huseun Djajaningrat mendirikan Museum Sonobudoyo atas restu dari Ng. D.S.D.I.S. Kanjeng Sultan Hamengku Buwono VIII. Peresmiannya ditandai dengan Candrasengkala “Kayu Winayang Ing Brahma Buddha”.
Sebagai sebuah museum, Sonobudoyo masih berfungsi terus hingga saat ini, walaupun pengelolanya berganti-ganti. Pada saat Jepang berkuasa (1942), Museum Sonobudoyo dikelola oleh pemerintahan Jepang. Kemudian, sejak Jepang kalah hingga tahun 1949 museum ini dikelola oleh Dinas Wiyotoprojo. Tahun 1950-1973 dikelola oleh Inspeksi Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta. Namun, pada tanggal 11 Desember 1974, melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 693/0/1979, Museum Sonobudoyo diambilalih oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan dijadikan sebagai Museum Negeri Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dan, saat ini Museum Negeri Sonobudoyo merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Kebudayaan Provinsi DIY, yang mempunyai fungsi pengelolaan benda museum yang memiliki nilai budaya ilmiah. Sedangkan, tugasnya adalah mengumpulkan, merawat, pengawetan, melaksanakan penelitian, pelayanan pustaka, bimbingan edukatif kultural serta penyajian benda koleksi.
Koleksi Museum Sonobudoyo
Sampai saat ini Museum Sonobudoyo memiliki 42.698 buah koleksi yang dibagi menjadi 10 kategori, yaitu: koleksi geologi, biologi, etnografi, arkeologika, historika, numismatika, filologika, keramologi, seni rupa, dan teknologika.
Benda-benda koleksi Museum Sonobudoyo itu ada yang dipamerkan di luar dan di dalam gedung. Koleksi yang dipamerkan di luar gedung museum umumnya terbuat dari batu yang relatif tahan terhadap cuaca, yang terdiri dari berbagai macam patung dari zaman kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa Tengah dan Jawa Timur, benda-benda kelengkapan upacara, serta bagian dan hiasan candi.
Sedangkan, benda-benda yang dipamerkan di dalam museum adalah benda-benda yang peka terhadap pengaruh cuaca, kotoran, cahaya dan bahkan serangga. Benda-benda itu umumnya dimasukkan ke dalam vitirin, guna melindunginya dari proses kerusakan. Benda-benda yang dipamerkan di dalam museum diantaranya adalah: (1) berbagai macam hasil karya seni yang terbuat dari kayu dan bambu, seperti topeng Jawa dan Bali, wayang golek, puluhan model perahu serta tandu (jempono) yang diantaranya adalah tandu lawak dari zaman Sultan Hamengku Buwono I, tandu Kyai Kudus, Kyai Purbonegoro, dan Kyai Wegono Putro; (2) berbagai macam jenis batik beserta peralatan pembuatnya; dan (3) benda-benda yang terbuat dari perunggu, emas, perak dan besi seperti, patung kuwera, genta dari Kalasan, lampu gantung berbentuk kenari serta seperangkat gamela Jawa dan Cirebon serta senjata (mandau, rencong dan keris). Sebagai catatan, Museum Sonobudoyo menyimpan sekitar 1200-an koleksi keris yang sebagian besar merupakan sumbangan dari Java Institut dan sebuah wesi buddha, yang merupakan bahan baku pembuat keris yang digunakan sekitar tahun 700 Masehi.
Sebagai catatan pula, selain sebagai tempat untuk memamerkan benda-benda sejarah dan purbakala, Museum Negeri Sonobudoyo juga dilengkapi dengan dengan auditorium, laboratorium, preparasi, kantor dan perpustakaan dengan puluhan ribu judul buku, khususnya terbitan sebelum Perang Dunia II dalam berbagai bahasa. Di samping itu dapat pula dijumpai manuskrip (naskah tulisan tangan) berhuruf Jawa dan Arab. (gufron)