Situs Tanjung Luari

SITUS Tanjung Luari merupakan wilayah administratif Desa Luari, Kecamatan Tobelo, Propinsi Maluku Utara, yang secara geografis terletak pada 21o 06' - 21o 08' Timur Jakarta (East Batavia) dan 1o 47' - 1o 49' Lintang Selatan. Bentang alam wilayah Tobelo termasuk pada satuan morfologi bergelombang lemah (2-8%) dan satuan morfologi bergelombang kuat (8-16%), dengan kenampakan Stadia Daerah Muda. Sungai Luloto, Sungai Muye, Sungai Ruko dan sungai-sungai kecil lainnya, memperlihatkan Pola Aliran Sungai Radier, serta tersusun oleh batuan sedimen, batuan beku dan aluvial.

Beberapa ahli menganggap Pulau Halmahera memiliki peranan penting dalam masa prasejarah, sebab merupakan daerah lintas yang sangat strategis bagi perpindahan penduduk Asia Tenggara ke Micronesia dan Melanesia. Sehingga Richard Shulter Jr. telah mengemukakan hipotesa bahwa Halmahera adalah merupakan kunci untuk dapat menetapkan lokasi tanah asal (home-land) dari penduduk yang berbahasa Austronesia.

Peneliti asing lainnya, seperti Prof Dr W.G. Solheim II dan Dr Peter Belwood lebih memfokuskan pada gerabah masa prasejarah yang ada kaitannya dengan gerabah yang ditemukan di situs-situs di kawasan Pasifik.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, meneliti di Halmahera dan sekitarnya sejak tahun 1976 hingga 1997, dengan hasilnya berupa naskah kuno dan bahan epigrafi yang umumnya merupakan warisan peninggalan kerajaan Ternate dan Tidore. Selain itu, juga terdapat situs gua (Cave-site) dan situs terbuka (open-site). Situs gua banyak ditemukan di Pulau Waidoba yang berbentuk gua-gua payung (rock-shelter). Artefaknya berupa beliung persegi, belincung, kapak lonjong, gerabah (polos dan berhias), dan artefak paleolitik (kapak perimbas). Situs terbuka terdapat di Taneti dan Doro, Tanjung Luari dan Kampung Awer, dengan beliung persegi, kapak lonjong dan gerabah sebagai temuannya.

Batu Paha
Disebut sebagai "batu paha" (istilah penduduk setempat) karena pada kedua bidang dari papan batu tersebut benar-benar dipahat.

Batu paha yang tidak lain adalah papan batu (Slabstone), ditemukan di dalam kebun desa pada gigir sebuah bukit berjarak kurang lebih 100 meter ke arah barat dari jalan raya yang menghubungkan Tobelo dengan Galela. Sewaktu ditemukan papan batu berukir tersebut berjumlah 2 buah yang satu dengan yang lainnya berjarak kurang lebih 10-15 meter. Satu keping papan batu yang terletak agak di bawah di gigir bukit tertahan oleh tanaman pohon lamtoro bergambar muka manusia berbentuk relief timbul. Satu keping papan batu lainnya terletak agak ke atas di gigir bukit, bergambar pusar (istilah setempat). Dipahat ke dalam dengan titik bulat yang oleh penduduk disebut sebagai pusar dipahat menonjol di tengah "lubang." Pada waktu keping papan batu yang bergambar relief muka manusia dibalik, pada bidang yang sebaliknya terdapat ukiran lubang mata dan alis mata yang dipahat ke dalam. Bentuk alis mata diukir berbentuk melengkung seperti bentuk pedang bengkok orang Mongolia (Tartar). Pada bidang sebaliknya dari keping papan batu yang bergambar "pusar" ketika dibalik terdapat gambar relief sebagian mulut manusia. Setelah kedua papan batu itu direkonstruksi, ternyata merupakan satu kesatuan, walaupun seperempat bagian tidak ditemukan, dengan ukuran 402 x 190 x 40 cm yang terbuat dari batuan beku andesit.

Sewaktu foto dan gambar batu paha atau papan batu, diperlihatkan kepada Prof Dr R.P. Soejono, diperoleh penjelasan, bahwa benda tersebut merupakan produk dari masa tradisi perunggu. Pendapat senada juga disampaikan oleh Dr Haris Sukendar, yang menyatakan bahwa ciri-ciri ukiran atau pahatan dari masa tradisi masa perunggu adalah garis mulut diukir berupa bulatan, mata digambar membulat, alis dipahat berbentuk seperti pedang bengkok atau berbentuk bulan sabit.

Dengan adanya penjelasan tersebut, telah memunculkan pertanyaan, bahwa apakah leluhur orang Maluku pada masa perunggu sudah pandai membuat pahatan pada papan batu, ataukah para leluhur orang Maluku pada masa itu, sudah mempunyai kontak dengan masyarakat dari luar Maluku, seperti yang terjadi dengan benda-benda perunggu misalnya nekara (kettle drum) yang ditemukan di Pulau Kei, Luang, dan Leti di Maluku Tenggara, yang merupakan produk dari daerah sekitar Dongson di Vietnam sana.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, selayaknya dilakukan penelitian yang lebih intensif, baik di wilayah Tobelo pada khususnya, maupun di wilayah Halmahera pada umumnya.

Sumber:
M. Fadhlan S. Intan (Pusat Penelitian Arkeologi/Proyek Pemanfaatan Kebudayaan)
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive