Pasar Ngasem (Daerah Istimewa Yogyakarta)

Pengantar
Daya tarik sektor pariwisata di Yogyakarta bukan hanya ada pada Keraton, Malioboro, atau bangunan-bangunan tua bersejarah yang tersebar di wilayahnya saja, tetapi juga pada tempat-tempat yang digunakan oleh masyarakatnya dalam beraktivitas sehari-hari. Salah satu dari sekian banyak tempat beraktivitas masyarakat Yogyakarta yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata adalah Pasar Ngasem. Pasar Ngasem adalah pasar tradisional yang khusus menjual hewan peliharaan, terutama burung. Pasar ini terletak di Kampung Ngasem dan Kampung Taman, Kecamatan Kraton, sekitar 400 meter arah barat dari Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Konon, kawasan Pasar Ngasem dahulu merupakan danau yang sering digunakan Sultan Hamengku Buwono II berpelesir sambil melihat-lihat keindahan keraton dari luar benteng. Namun, lama-kelamaan danau tempat berpelesir Sultan tersebut beralih fungsi menjadi perkampungan dan di tengah-tengah kampung tersebut menjadi sebuah pasar yang khusus menjual burung.

Awal berdirinya Pasar Ngasem tidak diketahui secara pasti, namun sebuah foto kondisi pasar tahun 1809 yang dimuat dalam situs www.tembi.org telah membuktikan bahwa keberadaan pasar ini sudah ada jauh sebelum foto itu diambil. Pendirian pasar burung ini kemungkinan besar berhubungan dengan kedudukan burung atau kukila bagi masyarakat Jawa, khususnya di kalangan para priyayinya. Dalam masyarakat Jawa, burung[1] tidak hanya sekedar sebagai hewan peliharaan melainkan juga berfungsi sebagai simbol bagi status seseorang. Kedudukan satwa yang dapat terbang dan berkicau indah ini hampir disamakan dengan kedudukan turangga (kuda), curiga (keris), wisma, dan wanita yang merupakan syarat untuk menjadi seorang priyayi. Hal ini membuat seorang priyayi Jawa belum merasa menjadi priyayi yang sesungguhnya apabila ia belum mempunyai kelima “benda” tersebut.

Sekitar tahun 1960-an Pasar Ngasem berkembang menjadi semakin luas dengan dipindahkannya pasar burung yang berada di wilayah Pasar Beringharjo. Pemindahan pasar burung dari Beringharjo ini membuat Pasar Ngasem semakin identik sebagai sebuah pasar burung, sehingga tidak mengherankan bila banyak turis mancanegara yang menyebutnya sebagai bird market. Sebagai catatan, sebenarnya Pasar Ngasem tidak hanya menjual burung saja, melainkan juga hewan-hewan peliharaan lainnya. Namun, karena kegiatan jual-beli burung yang lebih menonjol, maka pasar ini lebih dikenal sebagai pasar burung.

Kondisi Pasar
Pasar Ngasem memiliki luas sekitar 6.000 meter persegi yang ditempati oleh sekitar 150 kios. Kios-kios yang berada pada bagian depan pasar hampir seluruhnya menjual pakan (makanan) burung, sangkar burung dan berbagai kelengkapan hobi memelihara burung. Pada bagian barat pasar dapat dijumpai kios-kios yang menjual ikan hias dan perlengkapan pemeliharaannya serta beberapa kios yang menyediakan jasa untuk set up pemeliharaan ikan laut. Jenis ikan hias yang dijual bervariasi, mulai dari yang berukuran kecil dengan harga Rp.1.000,00 per ekor hingga ikan-ikan yang harganya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu, seperti arwana dan louhan.

Pada bagian timur pasar (seluas 2.000 meter persegi) dapat dijumpai kios-kios yang menjual berbagai macam jenis burung, pakan burung, dan sangkar burung. Burung-burung yang dijual di kios-kios tersebut bukan hanya burung lokal, seperti perkutut, kutilang, kepodang, emprit, prenjak, jalak, parkit, betet, derkuku, burung hantu, elang, cucakrowo, kenari, ciblek dan beo saja. Burung-burung hasil penangkaran yang berasal dari luar negeri pun ada, seperti poksay Cina, gelatik silver dari Kanada dan lain sebagainya. Bahkan, sesekali ada juga yang menjual burung langka yang dilindungi oleh pemerintah. Namun, karena sanksi yang diberikan oleh pemerintah bagi pedagang yang menjual burung langka agak berat yaitu penyitaan burung, maka banyak pedagang yang tidak berani menjualnya.

Sebagai catatan, para pedagang burung di Pasar Ngasem ini umumnya telah mengetahui jenis burung apa saja yang dilarang diperjual-belikan secara bebas. Di dinding Kantor Pasar Ngasem sudah lama ditempelkan gambar dan nama burung yang dilindungi undang-undang dan di pintu masuk pasar juga dicantumkan undang-undang yang melarang jual beli satwa yang dilindungi. Selain menjual ikan dan burung, beberapa pedagang di Pasar Ngasem juga menjual berbagai jenis hewan peliharaan lainnya seperti kelinci, marmut, anjing, kucing, musang, monyet, ayam, penyu, biawak, tokek, iguana dan bahkan ular.

Di pasar ini juga menyediakan jajanan pasar, seperti jenang gempol (terbuat dari tepung beras yang dipadu dengan kuah dari santan dan sirup gula jawa), getuk, lupis, thiwul, dan gatot. Selain itu, ada pula warung-warung makan yang menjual soto dan nasi rames yang letaknya bersebelahan dengan kios penjual burung. (ali gufron)

Sumber:

[1] Burung yang menjadi simbol status kepriyayian masyarakat Jawa waktu itu hanyalah terbatas pada burung perkutut.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive