Di daerah hutan Gunung Lawu dahulu hidup sepasang suami-isteri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Mereka tinggal dalam sebuah pondok sederhana berdinding kayu dan beratap dedaunan di sekitar lereng gunung tersebut.
Suatu hari Kyai Pasir pergi ke hutan di sekitar Gunung Lawu untuk membuka ladang dan bercocok tanam. Setelah sampai di lokasi yang dianggap cocok Kyai Pasir mulai membersihkan ladang dengan cara menebangi pepohonan dan semak belukar yang ada di tempat itu.
Pada saat hendak menebang sebuah pohon yang berukuran besar, Kyai Pasir terkejut karena melihat ada sebutir telur berada di sekitar akarnya. Diamatinya telur itu sejenak sambil bertanya dalam hati, “mengapa ada telur di tempat ini, padahal tidak ada seekor unggas pun yang berkeliaran”. Tanpa berpikir panjang lagi, Kyai Pasir segera mengambil telur itu untuk dibawa pulang dan diberikan kepada isterinya.
Sesampai di rumah Kyai Pasir langsung memberikan telur itu kepada isterinya untuk dimasak. Sang isteri kemudian merebus dan membelahnya menjadi dua bagian, setengah untuk dirinya dan setengah lagi untuk Kyai Pasir.
Tidak berapa lama setelah memakan habis telur misterius tersebut Kyai Pasir dan Nyai Pasir merasakan tubuhnya tidak nyaman. Badan mereka terasa panas, mata berkunang-kunang, dan keringat dingin mengucur deras. Mereka pun secara refleks langsung berguling-guling di tanah agar rasa sakitnya segera reda. Namun, semakin mereka berguling rasa sakit yang tiba-tiba itu semakin bertambah.
Beberapa menit kemudian, secara gaib tiba-tiba tubuh mereka mulai berubah wujud menjadi seekor naga yang sangat besar, bersungut, dan terlihat sangat menakutkan. Kedua orang yang telah berubah menjadi naga itu tetap berguling kesana-kemari hingga menyebabkan tanah di sekitarnya menjadi berserakan dan membentuk sebuah cekungan besar yang makin lama makin luas dan dalam. Dan, cekungan itu akhirnya menjadi sebuah telaga yang oleh masyarakat sekitar disebut sebagai Telaga Pasir.
Diceritakan kembali oleh Gufron