Alkisah, pada zaman dahulu di Kesultanan Deli Lama hidup seorang puteri cantik bernama Putri Hijau. Kecantikan sang puteri ini ternyata sampai pula ke telinga Sultan Aceh yang berada di bagian ujung Pulau Sumatera. Sang Sultan kemudian mengajukan lamaran pada Putri Hijau. Namun sayang, lamaran tersebut ditolak oleh saudara Putri Hijau, yakni Mambang Yazid dan Mambang khayali. Penolakan tersebut menimbulkan kemarahan Sultan Aceh dan menyatakan perang melawan Kesultanan Deli Lama.
Konon, saat dalam peperangan itu seorang saudara Putri Hijau menjelma menjadi ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang terus menembaki tentara Aceh. Sisa “pecahan” meriam itu hingga saat ini ada di tiga tempat, yakni di Istana Maimoon, di Desa Sukanalu (Tanah Karo) dan di Deli Tua (Deli Serdang).
Pangeran yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli di satu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lhokseumawe, Aceh.
Singkat cerita, Putri Hijau akhirnya ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca lalu dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan pula sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.
Namun, baru saja upacara dimula, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang laut yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga. Dan, dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
Lagenda ini sampai sekarang masih dikenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Putri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimoon, Medan hingga saat ini.
Diceritakan kembali oleh ali gufron