Ada genting menanti putus, ada retak menanti pecah, ada biang menanti tebuk
(Ada genteng menanti putus, ada retak menanti pecah, ada biang menanti tebuk)
Segala sesuatu yang akan terjadi diawali dengan berbagai tanda. Agar segala sesuatu yang akan terjadi atau terjadi tidak menimbulkan hal-hal yang diinginkan (merugikan dan atau menyengsarakan), maka perlu adanga sikap kehati-hatian. Dan, sesuatu yang bisa saja terjadi yang pada gilirannya bisa merugikan atau menyengsarakan, digambarkan dengan genteng yang retak dan biang akan tebuk. Ini artinya sebuah peringatan agar seseorang harus hati-hati. Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam seloka ini adalah nilai kehati-hatian.
Adat diisi, lembago dituang
(Adat diisi lembaga dituang)
Adat adalah sesuatu yang telah disepakati dan dilakukan secara turun-temurun (dari satu generasi ke generasi berikutnya). Ia berisi aturan-aturan, norma-norma, dan nilai-nilai yang menjadi acuan dalam suatu masyarakat yang berfungsi agar kehidupan masyarakat yang bersangkutan selaras, serasi, dan harmonis. Melanggar adat berarti menyimpang dari aturan-aturan, norma-norma, dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat dimana yang bersangkutan menjadi warganya. Dan, penyimpangan itu akan dikenakan sanksi, baik yang ringan maupun berat, bergantung pada pelanggarannya. Demi tegaknya adat-istiadat, maka ditumbuhkembangkan seloka yang berbunyi sebagaimana tersebut di atas. Intinya adalah agar adat-istiadat wajib ditaati. Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam seloka ini adalah nilai kewajiban (melaksanakan adat-istiadat yang ditumbuhkan dan dikembangkan oleh suatu masyarakat. Dalam hal ini adalah masyarakat Melayu-Jambi.
Adat seadat ico pakai lain-lain
Adat-istiadat dalam arti luas adalah kebudayaan. Dalam sebuah kebudayaan ada variasi geografis yang pada gilirannya membuat adanya persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Melayu sebagai suatu kebudayaan pada hakekatnya satu (serumpun). Akan tetapi, karena faktor geografis akhirnya membuat Melayu yang tampaknya satu (sama) itu sebenarnya ada perbedaan-perbedaan. Melayu-Riau tidak sama persis dengan Melayu-Riau Kepulauan, tidak sama persis dengan Melayu-Kampar, tidak sama persis dengan Melayu-Jambi, dan seterusnya. Hal itu antara lain tercermin dari bahasa dan pakaian adat perkawinannya. Ini bermakna bahwa antara Melayu yang satu dengan lainnya mempunyai adat-istiadat tersendiri, walaupun rohnya sama (Islam). Dengan demikian, seloka ini mengandung nilai keberagaman kemelayuan.
Alam nan barajo
Masyarakat Melayu-Jambi mengenal adanya dua alam, yakni alam nyata (dunia) dan alam gaib (akherat). Alam dunia bersifat fana, sedangkan alam akherat bersifat kekal (abadi). Alam yang dimaksudkan dalam seloka ini adalah alam pertama. Masyarakat di mana pun membutuhkan pimpinan demi keteraturan mayarakat itu sendiri. Dan, seorang pemimpin digambarkan sebagai raja. Namun, bukan raja yang zalim melainkan raja yang arif dan bijaksana. Selako ini, dengan demikian, mempunyai nilai kepemimpinan. Dalam hal ini adalah kepemimpinan yang arif dan bijaksana.
Alim sekitab cerdik secendikio, batino semalu jantan basopan
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dalam satu komunitas tertentu. Walaupun masyarakat yang ideal hanya merupakan utopia, namun setiap masyarakat pada dasarnya tidak menginginkan adanya kekacauan. Mereka menginginkan adanya kehidupan yang tenteram, damai, dan sejahtera. Untuk mewujudkan hal itu, faktor kebersamaan menjadi sangat penting. Berkenaan dengan itu, hubungan yang selaras, serasi, harmonis antarindividu sesuai dengan peranan sesorang dalam masyarakat yang bersangkutan perlu dihayati untuk kemudian diamalkan. Dengan perkataan lain, setiap individu dalam suatu masyarakat mesti menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai peranan yang diembannya, sehingga hubungan antarindividu terjalin dengan baik. Hubungan yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi digambarkan sebagai “Alim sekitab cerdik secendikio, batino semalu jantan basopan”. Nilai yang terkandung dalam seloka ini, dengan demikian, adalah nilai kebersamaan. Dalam hal ini adalah kebersamaan sebagai anggota dalam suatu masyarakat.
Anak bebapak
Sistem kepemimpinan dalam suatu masyarakat ada yang berdasarkan demokrasi dan ada pula genealogis (faktor keturunan yang berdasarkan darah). Dalam masyarakat Jambi jika ada orang tuanya menjadi pemimpin, kemudian anak yang menggantikannya, maka hal itu disebut sebagai anak bebapak. Sehubungan dengan itu, nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah nilai keturunan.
Anak bujang sulung menggerah, tapeso sekali belum
Budaya Melayu, termasuk Melayu-Jambi, banyak dicoraki oleh ajaran-ajaran agama Islam. Demikian kentalnya Islam mewarnai budaya Melayu sehingga Melayu sering diidentikkan dengan Islam. Itu tercermin dari ungkapan yang berbunyi “Orang Melayu adalah orang yang beragama Islam, berbahasa Melayu, dan beradat-istiadat Melayu”. Ungkapan “Anak bujang sulung menggerah, tapeso sekali belum” juga ada kaitannya dengan pengaruh Islam karena ungkapan tersebut berarti akil baligh, yaitu suatu masa dimana seorang anak, baik laki-laki maupun perempuan, sudah diwajibkan untuk melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam. Meskipun demikian, bukan berarti yang bersangkutan telah menjadi dewasa. Nilai yang terkandung dalam ungkapan itu, dengan demikian, adalah kewajiban. Dalam hal ini adalah kewajiban untuk menjalankan ajaran-ajaran agama Islam.
Anak idak lagi sekato bapaknyo, penakan idak lagi sekato pemamaknyo
Dalam keluarga Melayu, termasuk Melayu-Jambi, ketika anak masih kecil (belum dewasa atau menikah) adalah menjadi tanggungjawab orang tuanya dan atau kerabatnya. Akan tetapi, ketika ia telah dewasa dan atau menikah, tidak lagi menjadi tanggungjawab orang dan atau kerabatnya. Dan, jika itu terjadi, maka keadaan seperti itu diungkapan sebagai “Anak idak lagi sekato bapaknyo, penakan idak lagi sekato pemamaknyo” Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kemandirian.
Angin betiup melambai dan hujan turun membasahi rintik
Segala sesuatu bisa saja terjadi secara rekayasa maupun alam. Jika suatu peristiwa bakal terjadi secara alami (pasti), maka hal itu diungkapkan sebagai “Angin betiup melambai dan hujan turun membasahi rintik”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kepastian.
Arang abis besi binasa
Suatu kegiatan atau pekerjaan pada dasarnya dapat dibedakan atau dikategorikan menjadi dua, yaitu bermanfaat dan tidak bermanfaat. Seseorang yang melakukan pekerjaan yang tidak bermanfaat diungkapkan sebagai “Arang abis besi binasa”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kesia-siaan.
Ayam berinduk anak banyak, serai berumpun banyak batang
Fungsi sebuah keluarga, tidak hanya pendidikan, melindungi anggota keluarga yang sudah jompo, dan ekonomi semata, tetapi juga reproduksi (mengembangkan keturunan). Untuk fungsi yang disebutkan terakhir ini berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan keturunan. Dan, jika sebuah keluarga mempunyai banyak keturunan, maka keluarga tersebut diungkapkan sebagai “Ayam berinduk anak banyak, serai berumpun banyak batang”. Di masa kini keluarga besar tampaknya tidak sesuai lagi dengan zaman. Namun, di masa lalu, ketika tenaga kerja sangat langka dan dibutuhkan, maka keluarga besar menjadi penting. Berkenaan dengan itu, maka ungkapan ini (pada masa lalu) mengandung nilai ekonomi.
Ayam berinduk serai serumpun
Artinya: ada panutan.
Sebuah masyarakat, di mana pun, membutuhkan seseorang yang dapat mempersatukan anggotanya. Tanpa itu sebuah masyarakat menjadi bercerai-berai, sehingga kehidupan bersama yang sejahtera tidak mereka peroleh. Jika dalam sebuah masyarakat ada seseorang yang dapat menjadi panutan, maka hal itu diungkapkan sebagai “Ayam berinduk serai serumpun”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah ketauladan.
Ayam hitam terbang malam, hinggap dirumpun pandan, ngokok bunyinyo
Masyarakat di mana pun berada, termasuk masyarakat etnik Melayu-Jambi, pasti akan menumbuhkembangkan hukum sebagai sarana untuk menertibkan anggotanya. Seseorang yang diduga melakukan pelanggaran bukan berarti bersalah. Karena itu, untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang akan ditentukan di pengadilan. Jadi, sebelum pengadilan menentukan bersalah, maka yang bersangkutan belum dapat dikatakan bersalah. Keadaan seperti ini sering disebut sebagai asas praduga tidak bersalah. Masyarakat etnik Melayu-Jambi mengungkapkan hal itu sebagai “Ayam hitam terbang malam, hinggap dirumpun pandan, ngokok bunyinyo”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kearifan.
Bajalan sampai kebateh, belajar sampai kepulau
Setiap orang mempunyai cita-cita. Ada yang sederhana dan ada pula yang setinggi langit. Jika apa yang dicita-citakan oleh seseorang tercapai, maka ketercapaian cita-cita itu diungkapkan sebagai “Bajalan sampai kebateh, belajar sampai kepulau”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah keberhasilan.
Bak dalam dengan ketitir, angguk seangguk segayo tidak
Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam bermasyarakat. Jika dalam suatu perbincangan terdapat orang berbeda pendapat, maka orang yang bersangkutan disebut sebagai “bak dalam dengan ketitir, angguk seangguk segayo tidak”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan, dengan demikian, adalah keberagaman.
Bak kerakap tumbuh dibatu, hidup segan matipun tak mau
Setiap orang menginginkan hidup yang sejahtera. Namun demikian, ada kalanya kehidupan yang diinginkan itu jauh dari kenyataannya, walaupun berbagai usaha telah dilakukannya. Jika hal seperti itu menimpa seseorang, maka orang yang bersangkutan dinungkapkan bak kerakap tumbuh dibatu, hidup segan matipun tak mau. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kepasrahan.
Bakilek ikan dalam aek tentu jantan betino
Manusia adalah makluk sosial. Artinya, seseorang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, manusia harus tolong-menolong. Tolong-menolong yang saling menguntungkan oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai bakilek ikan dalam aek tentu jantan betino. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah tolong-menolong.
Bak napuh, diujung tanduk, ilang sikok beganti sikok
Suatu komunitas atau masyarakat dapat diibaratkan sebagai perahu yang memerlukan seorang nahkoda yang dapat mengantar ke suatu tujuan yang diinginkan. Dengan perkataan lain, sebuah masyarakat memerlukan seorang pimpinan yang dapat menyejahterakannya. Jika seorang pemimpin memang sudah harus diganti, maka penggantinya juga seorang (bukan lebih dari satu orang). Pergantian pemimpin seperti itu oleh masyarakat Jambi disebut bak napuh, diujung tanduk, ilang sikok beganti sikok. Nilai yang terkandung dalam ungkpan ini adalah kesinambungan.
Bak tali bepintal tigo, bak emas dengan suaso
Sesuatu yang sudah menjadi pasangannya oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan bak tali bepintal tigo, bak emas dengan suaso. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keserasian.
Bakaul tempat nan keramat, batanyo pada tempat nan tau
Kehidupan manusia tidak lepas dari permasalahan dan ketidaktahuan. Jika seseorang mempunyai masalah dan atau ketidaktahuan, kemudian orang tersebut menanyakan kepada orang yang dapat memecahkannya atau mengetahuinya, maka hal itu oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai bakaul tempat nan keramat, batanyo pada tempat nan tau. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketepatan.
Batanyo lepas tidak batanyo lepas arak
Dalam kehidupan seringkali ada seseorang yang enggan bertanya. Padahal, orang tesebut dalam kenyataannya tidak tahu. Orang yang demikian dalam masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai batanyo lepas tidak batanyo lepas arak. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kesombongan.
Betanyo lepas litak, berunding lepas makan
Setiap masyarakat mengenal pembagian waktu untuk kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan setiap harinya. Berkenaan dengan itu, jika ada seseorang ingin menanyakan dan atau merundingkan sesuatu maka sepatutnya dilakukan pada saat kegiatan sudah berlangsung. Masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkan hal itu sebagai betanyo lepas litak, berunding lepas makan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketepatan.
Basusuk basengkan, barumah batanggo, bajamban batepian, pergi pagi balek malam, sayang dek bini ditinggal-tinggal, sayang dek anak dilepas-lepaskan
Kehidupan di alam dunia adalah fana. Bahkan, hanya sebentar. Masyarakat Jawa mengungkapkannya sebagai mampir ngombe. Oleh karena itu, mesti mempunyai program yang terencana. Dan, jika seseorang telah mempunyai hal itu, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai basusuk basengkan, barumah batanggo, bajamban batepian, pergi pagi balek malam, sayang dek bini ditinggal-tinggal, sayang dek anak dilepas-lepaskan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah perencanaan.
Batas kepalo dijunjung, batas bahu dipikul
Setiap orang mempunyai tanggung jawab sesuai dengan kemampuan dan kedudukannya. Tanggung jawab yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai batas kepalo dijunjung, batas bahu dipikul. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah tanggung jawab.
Belum enggang lalu belum ranting patah, belum gajah lalu belum rumput lindo
Ada dua pendapat yang berkenaan dengan sifat manusia, yaitu manusia pada dasarnya adalah jahat (menurut kriminologi) dan manusia pada dasarnya adalah baik (agama). Lepas dari kedua pendapat itu, yang jelas bahwa di dalam hidup ini banyak dijumpai orang-orang yang jahat. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa orang-orang tersebut tidak mempunyai peluang untuk merubah perangainya menjadi baik. Pada masyarakat Melayu-Jambi hal itu diungkapkan sebagai belum enggang lalu belum ranting patah, belum gajah lalu belum rumput lindo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan itu adalah kesempatan dan atau peluang.
Berani kareno benar, takut kareno salah
Dalam kehidupan seringkali dijumpai orang yang tidak mempunyai keberanian untuk menyampaikan sesuatu. Sementara itu, ada juga yang berani menyampaikannya karena apa yang akan disampaikan itu adalah benar. Keberanian yang didasarkan atas kebenaran itu oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai berani kareno benar, takut kareno salah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebenaran.
Berneh setangkai masak setandan
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur. Suatu komunitas atau masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen. Sebagai suatu kesatuan tentunya dalam berbagai kegiatan, terutama yang menyangkut kepentingan masyarakat itu sendiri, tidak semuanya menyampaikannya secara bersamaan, tetapi melalui seseorang yang disepakati untuk mewakilinya. Hal yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai berneh setangkai masak setandan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah perwakilan.
Bersengelak segan keno, tegaman segan jatuh
“Berani berbuat harus berani bertanggung jawab”, demikian ungkapan yang seringkali kita dengar. Jadi, siapapun yang melakukannya, maka yang bersangkutan mesti berani bertanggung jawab. Pada masyarakat Melayu-Jambi, jika seseorang melakukan suatu perbuatan tetapi tidak mau bertanggung jawab, maka orang tersebut dianggap sebagai licik. Dan, ungkapan yang berkenaan dengan itu adalah bersengelak segan keno, tegaman segan jatuh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan itu adalah kelicikan.
Beternak bakandang malam, bahumo bakandang siang, babuling bakawain, batali batijak-tijakan, baketuk bakalo-kalo
Kedudukan dan peranan seseorang dalam suatu masyarakat tidak lepas dari hak dan kewajiban. Misalnya, sebagai orang tua, ia mempunyai kewajiban untuk menyiapkan anak-anaknya agar dikemudian hari dapat bermasyarakat dengan baik. Berkenaan dengan matapencaharian yang dipilihnya, ia juga mempunyai kewajiban agar yang dipilihnya itu dapat menghasilkan sesuai yang diinginkan. Dengan perkataan lain, apapun yang dilakukan ada resikonya. Pada masyarakat Melayu-Jambi resiko yang notabene adalah suatu kewajiban diungkapkan sebagai beternak bakandang malam, bahumo bakandang siang, babuling bakawain, batali batijak-tijakan, baketuk bakalo-kalo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kewajiban.
Betirai api, babantal tumang, bakalambu asap, bakain basah, babadan litak, babaju peluh, mulai dari depan sampai kedapur balai batanak
Kedudukan seseorang dalam suatu kegiatan tidak lepas dari hak dan kewajiban. Dengan perkataan lain, orang tersebut mempunyai kewajiban melaksanakan tugas yang diembannya. Sebagaimana kita tahu bahwa setiap kegiatan ada pembagian tugas. Dan, yang ditugasi pekerjaan tertentu semestinya ia bertanggung jawab atas terlaksananya tugas tersebut dengan baik. Berkenaan dengan hal yang demikian, masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkannya sebagai betirai api, babantal tumang, bakalambu asap, bakain basah, babadan litak, babaju peluh, mulai dari depan sampai kedapur balai batanak. Nilai yang terkandung dalam ungkapan itu, dengan demikian, adalah tanggung jawab.
Berani kareno benar, takut kareno salah
“Berani berbuat harus berani bertanggung jawab”, demikian ungkapan yang seringkali kita dengar. Jadi, siapapun yang melakukannya, maka yang bersangkutan mesti berani bertanggung jawab. Pada masyarakat Melayu-Jambi, jika seseorang melakukan keberanian karena benar, maka hal itu diungkapkan sebagai berani kareno benar, takut kareno salah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebenaran.
Bekato peliharo lidah
“Mulutmu adalah harimaumu”, demikian ungkapan yang tidak asing lagi bagi kita. Artinya, bicara jangan sembarangan karena sesuatu yang tidak diinginkan dapat menimpa dirinya. Ungkapan lain yang senada adalah “Menebur angin, menuai badai”. Hal yang senada, oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai bekato peliharo lidah. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah kehati-hatian.
Bersambung orang nak panjang
Manusia di dalam kehidupannya, terutama dalam memenuhi kebutuhannya, tidak mungkin dilakukan sendiri, tanpa membutuhkan atau kerjasama dengan orang lain. Oleh karena itu, disamping disebut sebagai makluk yang berbudaya, sekaligus sebagai makluk sosial. Berhubungan dengan orang lain yang saling menguntungkan oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai bersambung orang nak panjang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kerjasama.
Bersambung panjang pendek
Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang mempunyai banyak fungsi, antara lain: ekonomi, pendidikan, pengembangan keturunan. Berkenaan dengan fungsi yang disebutkan terakhir ini, seorang – melalui perkawinan yang disyahkan menurut adatnya – akan selalu berusaha untuk memperoleh keturunan. Dalam hal ini, ada yang mempunyai banyak keturunan atau sebaliknya (sedikit). Malahan, ada juga yang tidak punya keturunan. Sebuah keluarga itu sendiri seringkali banyak dijumpai terdiri atas keluarga senior dan keluarga yunior (keluarga luas), disamping banyak juga terdiri atas keluarga inti semata. Dengan demikian, ada keluarga yang anggotanya banyak dan keluarga yang anggotanya sedikit. Jika dalam sebuah keluarga terdiri atas keluarga yang senior dan yunior (keluarga luas), maka hal itu, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai bersambung panjang pendek. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah kebersamaan.
Bekampuh lebar cabik
Fungsi sebuah keluarga adalah sebagai kesatuan ekonomi, sosialisasi, pendidikan, pengembangan keturunan, dan memelihara atau merawat anggota keluarga yang sudah jompo. Jika fungsi-fungsi tersebut telah dilaksanakan atau berjalan dengan baik, maka keluarga yang bersangkutan dapat disebut sebagai keluarga yang baik. Sebaliknya, jika tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka keluarga itu disebut sebagai keluarga yang rusak. Keluarga yang demikian digambarkan atau diungkapkan sebagai bekampuh lebar cabik. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah ketidakberaturan.
Beuleh panjang putus
Sebuah keluarga idealnya adalah terdiri atas suami, isteri, dan anak-anaknya. Keluarga seperti itu dalam literatur antropologi disebut sebagai keluarga inti. Namun demikian, dalam kenyataannya sebuah keluarga ada juga hanya terdiri atas suami dan isteri semata, atau hanya ada ayah dan anak-anaknya, atau hanya ada ibu dan anak-anaknya. Keluarga yang demikian, dalam masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai beuleh panjang putus. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketidakutuhan.
Besamo beternak beladang, bekebun beperlak
Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang mempunyai banyak fungsi. Salah satu dianataranya adalah ekonomi. Sebagai kesatuan ekonomi semestinya satu dengan lainnya saling bahu-membahu dalam menjalani berbagai kehidupannya, termasuk kehidupan yang berkenaan dengan ekonomi itu sendiri. Kehidupan keluarga yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai besamo beternak beladang, bekebun beperlak. Nilai yang terkandung dalam ungkapan adalah kebersamaan.
Besamo beternak melepas pagi, mengurung petang
Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang mempunyai banyak fungsi. Salah satu dianataranya adalah ekonomi. Sebagai kesatuan ekonomi semestinya satu dengan lainnya saling bahu-membahu dalam menjalani berbagai kehidupannya. Susah dan senang mesti dijalani bersama. Kehidupan keluarga yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai besamo beternak melepas pagi, mengurung petang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan adalah kebersamaan.
Besamo berjual beli, bedagang beniago
Keluarga adalah sebuah komunitas kecil yang mempunyai banyak fungsi. Salah satu dianataranya adalah ekonomi. Sebagai kesatuan ekonomi semestinya satu dengan lainnya saling bahu-membahu dalam menjalani berbagai kehidupannya. Susah dan senang mesti dijalani bersama. Kehidupan keluarga yang demikian oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai besamo berjual beli, bedagang beniago. Nilai yang terkandung dalam ungkapan adalah kebersamaan.
Beruji samo merah, batimang samo berat
Dalam segala aspek kehidupan keadilan sangat penting karena perilaku yang adil dqan bijaksana kehidupan suatu masyarakat tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan, dapat saja menimbulkan ketidakpuasan yang pada gilirannya membuahkan kekacauan (chaos). Suatu perilaku atau kebijakan yang mengarah ke keadilan oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai beruji samo merah, batimang samo berat. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keadilan.
Bekampuh lebar, beuleh panjang
Sebuah keluarga ada yang anggotanya hanya terdiri atas dua sampai 4 orang saja. Namun, ada juga sebuah keluarga yang anggotanya lebih dari itu. Keluarga yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai keluarga besar. Dan, ungkapan yang berkenaan dengan itu adalah bekampuh lebar, beuleh panjang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebersamaan.
Bekampuh lebar cabik, bauleh
Jika dalam sebuah keluarga ada anggotanya yang berbuat tidak semestinya, bahkan dapat mencoreng keluarga yang bersangkutan, maka masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkannya sebagai bekampuh lebar cabik, bauleh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kesatuan.
Bini nan belaki
Jika suatu masyarakat yang berhak menjadi pimpinan adalah lelaki, maka masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkannya sebagai bini nan belaki. Nilai yang terkadung dalam ungkapan ini gender.
Bini berajo kepado laki
Jika dalam sebuah keluarga yang sangat menentukan adalah lelaki (suami), maka masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkan hal itu sebagai bini berajo kepado laki. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah gender.
Biduk sebiduk selantai samo, angguk-seangguk bunyipun samo, segendang sekemeno,sebiduk sepeculang
Keseiramaan dan bersikap dan bertingkah laku oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai Biduk sebiduk selantai samo, angguk-seangguk bunyipun samo, segendang sekemeno,sebiduk sepeculang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah kesatuan.
Bujuk rayu, ugut ugat, tipu tepo, samun sakal
Dalam kehidupan sehari-hari bukan hal yang mustahil seseorang akan bertemu dengan orang yang suka menipu. Lalu, jika terjadi penipuan, maka orang yang tertipu digambarkan atau diungkapkan sebagai bujuk rayu, ugut ugat, tipu tepo, samun sakal. Pesan yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kewaspadaan. Oleh karena itu, nilai yang terkandung di dalamnya adalah kewaspadaan.
Bulat aek dek pembuluh, bulat kato dek mufakat
Dalam suatu pertemuan atau musyawarah bisa saja terjadi perbedaan pendapat atau sependapat. Jika dalam musyawarah tersebut terjadi kesepatakan untuk mufakat, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai bulat aek dek pembuluh, bulat kato dek mufakat. Nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut adalah kemufakatan.
Bukit lengeh pematang kering, capo sebatang idak tumbuh, tumbuh sebatang lah layu pulo
Orang seringkali telah berusaha segala sesuatu untuk hidup sejahtera. Namun demikian, apa yang diinginkan itu tak kunjung datang. Orang yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai bukit lengeh pematang kering, capo sebatang idak tumbuh, tumbuh sebatang lah layu pulo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kepasrahan karena segala sesuatu ada yang menentukan, yaitu Allah. Jadi, manusia merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan.
Buah hati pengarang jantung, nyawo di luar badan
Seseorang dengan berbagai cara berusaha untuk memperoleh keturunan (anak). Jika anak yang dimilikinya adalah merupakan darah dagingnya (keturunannya), maka hal itu, oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai buah hati pengarang jantung, nyawo di luar badan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keturunan.
Bungo disunting, batang ditijak
Orang yang tidak bertanggung jawab, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai bungo disunting, batang ditijak. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketidak-bertanggung-jawaban.
Cahayo balik kemuko, seri pulang kebadan, darahlah balek dado
Orang yang menghadapi segala sesuatu dengan ketenangan, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai cahayo balik kemuko, seri pulang kebadan, darahlah balek dado. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah ketenangan.
Cakap pagi idak sampai petang, cakap petang idak sampai malam
Orang yang mudah berubah pikiran, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai cakap pagi idak sampai petang, cakap petang idak sampai malam. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketidakkonsistenan.
Cepatkan kaki ringankan tangan
Sifat seseorang ada yang pemalas tetapi ada juga yang rajin. Orang yang disebutkan terakhir ini, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai cepatkan kaki ringankan tangan. Nilai yang terdapat dalam ungkapan ini adalah kerjakeras.
Cermin gedang nan idak kabur
Peraturan seringkali berubah-ubah sehingga membuat orang menjadi bingung. Untuk itu, diperlukan suatu aturan yang kemudian menjadi pedoman yang tetap. Pedoman yang tetap ini, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapan sebagai cermin gedang nan idak kabur. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah ketetapan.
Datar bak lantai kulit, licin bak dinding bemban
Memperlakukan seseorang sama dengan orang lain (tanpa pilih kasih) adalah sifat yang terpuji. Dan, apabila hal ini dilakukan oleh seseorang, khususnya pemimpin, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai datar bak lantai kulit, licin bak dinding bemban. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keadilan.
Dapat samo balabo, ilang samo barugi, tampai samo kering, terendam samo basah
Suatu keluarga adalah kesatuan sosial yang terkecil yang mempunyai banyak fungsi. Sebagai suatu kesatuan semestinya antaranggotanya memiliki perasaan senasib dan sepenanggungan. Antaranggota saling membagi rasa, baik suka maupun duka. Hal seperti ini oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai dapat samo balabo, ilang samo barugi, tampai samo kering, terendam samo basah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebersamaan.
Dak lapuk dek hujan, dak lekang dek paneh
Ungkapan ini adalah untuk menggambar sesuatu yang tidak dirubah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan adalah keteguhan.
Dikain dibaju, diparumah dipalaman
Seorang suami mempunyai kewajiban tertentu (berdasarkan adat setempat) terhadap isterinya. Kewajiban seorang suami terhadap isterinya itu oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai dikain dibaju, diparumah dipalaman. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kewajiban.
Dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano temilang dicacak disitu tanaman tumbuh
Seseorang yang merantau ke “negeri orang” mesti menyesuaikan adat-istiadat yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat di “negeri orang” tersebut. Sikap dan perilaku yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai dimano bumi dipijak disitu langit dijunjung, dimano temilang dicacak disitu tanaman tumbuh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah penyesuaian diri.
Dimano ranting dipatah, disitu aek disauk
Seseorang yang merantau ke “negeri orang” mesti menyesuaikan adat-istiadat yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat di “negeri orang” tersebut. Sikap dan perilaku yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, dapat juga dingkapkan sebagai dimano ranting dipatah, disitu aek disauk. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah sama, yaitu penyesuaian diri.
Dimano penuk pecah disitu tembikar tinggal
Seseorang yang merantau ke “negeri orang” mesti menyesuaikan adat-istiadat yang ditumbuhkembangkan oleh masyarakat di “negeri orang” tersebut. Sikap dan perilaku yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, dapat juga dingkapkan sebagai dimano penuk pecah disitu tembikar tinggal. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah sama, yaitu penyesuaian diri.
Dibuat pasak idak baik, dibuat pakan idak elok
Sesuatu yang tidak berguna, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai dibuat pasak idak baik, dibuat pakan idak elok. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketidakbergunaan.
Diagak baru diageh
Seseorang yang dalam kehidupannya selalu berfikir positif (selalu memandang orang lain baik), oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai diagak baru diageh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kepositifan (prasangka baik).
Dianyak layu, dianggung mati
Sesuatu yang bersifat dilematis, oleh masyarakat Melayu-Jambi, disebut sebagai dianyak layu, dianggung mati. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kedilematisan.
Diasak baso, diubah pakuoh
Komunikasi yang menggunakan acuan yang berbeda dapat menimbulkan kesalahahpahaman. Dengan perkataan lain, pesan komunikator tidak diterima dengan baik (tidak sampai) pada komunikan. Untuk itu, diperlukan adanya suatu penjelasan atau penerjemah. Jika ini terjadi, maka masyarakat Melayu-Jambi, menyebutnya sebagai diasak baso, diubah pakuoh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan itu adalah kelancaran.
Dibiayo dibelanjo
Seorang suami mempunyai tanggung jawab dalam kelancaran ekonomi keluarganya. Tanggung jawab yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai dibiayo dibelanjo. Dengan demikian, nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebertanggungjawaban.
Dipaumo dipedalaman
Seorang suami mempunyai tanggung jawab dalam kelancaran ekonomi keluarganya. Tanggung jawab yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, dapat diungkapkan pula sebagai dipaumo dipedalaman. Dengan demikian, nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebertanggungjawaban.
Diperumah dipetanggo
Tanggung jawab sebagai orang tua tidak hanya mendidik anak-anaknya dalam arti luas, tetapi juga membuatkan rumah (setelah anak itu berumah tangga). Tanggung jawab yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, disebut sebagai diperumah dipetanggo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebertanggungjawaban.
Dilarik dijajo
Apa yang menjadi milik, baik seseorang maupun kelompok, mestinya harus diperlakukan sebagaimana mestinya (dijaga dan ditertibkan). Hal yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai dilarik dijajo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketertiban.
Ditegur disapo
Jika seseorang sangat memperdulikan orang lain, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai ditegur disapo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kepedulian.
Ditunjuk diajar
Jika seseorang melakukan tunjuk-ajar kepada orang lain, baik itu terhadap anaknya, kerabatnya, maupun orang-orang di luar kerabatnya, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai ditunjuk diajar. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kepedulian.
Dilepas pagi dikurung petang
Jika seseorang memperlakukan atau mendidik orang lain, terutama anak-anaknya, dengan sistem tarik-ulur, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai dilepas pagi dikurung petang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keselarasan.
Ditampal disulam
Di dalam sebuah keluarga, isteri mempunyai kewajiban mengatur kehidupan ekonomi keluarganya. Oleh masyarakat Melayu-Jambi, hal yang demikian diungkapkan sebagai ditampal disulam. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kreativitas.
Di nanti tabuh lah tibo, dihitung bulan lah cukup, dibilang hari lah genap
Kegiatan apa saja mestinya dilakukan secara terarah dan terencana. Jika seseorang telah merencanakan suatu kegiatan, kemudian kegiatan itu sudah saatnya dilakukan, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai di nanti tabuh lah tibo, dihitung bulan lah cukup, dibilang hari lah genap. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah perencanaan.
Duduk berimpit rumput, tegak besinggung bahu
Memperlakukan orang lain sebagaimana mestinya. Dalam hal ini adalah tanpa memandang rendah atau tinggi, tetapi sederajat, maka hal tersebut, oleh masyarakat Melayu-Jambi, disebut sebagai duduk berimpit rumput, tegak besinggung bahu. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kesetaraan.
Empat batu lah dikalek, empang batang lah di kabung, empang unak lah direteh
Semua manusia tidak lepas dari masalah. Dengan perkataan lain, suatu usaha tentu akan diiringi oleh berbagai rintangan. Jika seseorang telah dapat mengatasi suatu rintangan dalam usaha mencapai apa yang dicita-citakan, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapan sebagai empat batu lah dikalek, empang batang lah di kabung, empang unak lah direteh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kerja keras.
Rajo adil rajo disembah, rajo zalim rajo disanggah
Seorang raja diharapkan dapat mensejahterakan rakyatnya. Untuk itu, seorang raja mestilah adil dan bijaksana. Sebab jika justeru sebaliknya, yaitu semena-semena terhadap rakyatnya (zalim), maka akan dibenci oleh rakyatnya. Ungkapan yang berkenaan dengan hal itu adalah rajo adil rajo disembah, rajo zalim rajo disanggah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keadilan.
Gading tessurung kerumah rajo
Jika sesuatu karena sifatnya rahasia atau harus dirahasiakan, maka sesuatu itu, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai gading tessurung kerumah rajo. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kerahasiaan.
Gayung besambut
Sesuatu yang menjadi pasangannya atau jodohnya, terutama yang menyangkut sikap dan perilaku, maka hal itu oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai gayung besambut. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kecocokan.
Gedang kawan dilando, kecik kawan dilindan
Seseorang merasa dirinya lebih dari yang lain, sehingga tidak memerlukan orang atau meremehkan orang lain, oleh masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai gedang kawan dilando, kecik kawan dilindan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kesombongan.
Hati kuman samo dicecah, hati gajah samo dilapah
Dalam kehidupan suatu masyarakat, kebersamaan menjadi sesuatu yang mesti dijaga. Kebersamaan suatu masyarakat dalam berbagai aspek yang tujuannya adalah mensejahterakan masyarakat yang bersangukutan, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapan sebagai hati kuman samo dicecah, hati gajah samo dilapah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebersamaan.
Hati nan bakutuk, mato nan basetan
Seseorang pasti mempunyai kehendak atau keinginan yang menjadi tujuannya. Apa yang menjadi tujuan itu, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai hati nan bakutuk, mato nan basetan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah perencanaan.
Hari elok ketiko nan baik
Segala sesuatu mesti diperhitungkan secara masak-masak, sehingga kapan saat-saat memulai suatu kegiatan dapat dilakukan secara tepat. Hal yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai hari elok ketiko nan baik. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketepatan.
Harto depatan tinggal, harta pembawaan kembali
Dalam suatu perkawinan ada yang disebut sebagai barang bawaan dari masing-masing pihak dan barang milik bersama, yaitu barang yang diperoleh ketika kedua mempelai resmi menjadi suami-isteri. Jika karena satu dan lain hal suami-isteri itu harus berpisah (bercerai), maka ada jenis barang dibagi dan ada pula yang kembali kepada pimiliknya. Dalam hal ini adalah barang bawaan. Untuk mengungkapkan barang demikian, masyarakat Melayu-Jambi , mengungkapkannya sebagai harto depatan tinggal, harta pembawaan kembali. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keadilan.
Hidup dalam sikso, gedang dalam penyakit
Kehidupan yang penuh dengan penderitaan, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapan sebagai hidup dalam sikso, gedang dalam penyakit. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini kenasiban. Dalam hal ini adalah nasib yang malang.
Ibarat buah banyak raso, ibarat bungo banyak mambu
Jika seseorang mengharapkan sesuatu, kemudian apa yang diharapkan itu menjadi kenyataan (sesuai yang diinginkan), maka masyarakat Melayu-Jambi mengungkapkannya sebagai ibarat buah banyak raso, ibarat bungo banyak mambu. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah keberhasilan.
Ikuk sinteng kepak menganggeh
Harta dalam kehidupan seseorang menjadi sesuatu yang mesti dicari. Namun demikian, walau sudah berusaha sekuat tenaga, adakalanya harta itu tak kunjung datang. Keadaan seseorang yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapan sebagai ikuk sinteng kepak menganggeh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah penerimaan apa adanya.
Ilang rupo dek penyakit, ilang bangso idak beremeh
Harta dalam kehidupan seseorang menjadi sesuatu yang mesti dicari. Namun demikian, walau sudah berusaha sekuat tenaga, adakalanya harta itu tak kunjung datang. Keadaan seseorang yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, disampingkan diungkapkan sebagai ikuk sinteng kepak menganggeh tetapi dapat juga melalui ungkapan yang lain, yaitu ilang rupo dek penyakit, ilang bangso idak beremeh. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah penerimaan apa adanya.
Ilir bekecimpung kaki, mudik bekecimpung tangan
Jika seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku tidak ada tekanan dari pihak luar, maka dalam masyarakat Melayu-Jambi diungkapkan sebagai ilir bekecimpung kaki, mudik bekecimpung tangan. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kebebasan.
Ilir sampai ke muaro, mudik sampai ke gunung
Suatu pekerjaan mestinya jangan dilakukan secara setengah-setengah, tetapi harus diselesaikan. Sikap dan perilaku yang mengerjakan suatu kegiatan tidak tanggung-tanggung itu, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai ilir sampai ke muaro, mudik sampai ke gunung. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kesempurnaan.
Ilok arak dek seiring, ilok kato dek mufakat
Dalam suatu masyarakat sering terjadi permasalahan. Jika permasalahan itu dipecahkan secara bersama sehingga menghasilkan suatu kesepakatan, maka oleh masyarakat Melayu-Jambi disebut sebagai ilok arak dek seiring, ilok kato dek mufakat. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kemufakatan.
Jangan berpikir sekali lalu, jangan berhemat sekali sudah
Segala sesuatu harus diperhitungkan secara masak-masak. Hal yang demikian, oleh masyarakat Melayu-Jambi, diungkapkan sebagai jangan berpikir sekali lalu, jangan berhemat sekali sudah. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah ketelitian.
Jangan becupak bengantang dewek
Dalam kehidupan sehari-hari, bukan hal mustahil, ada orang yang hanya mementingkan diri sendiri. Dengan perkataan lain, orang tersebut tidak memerdulikan kepentingan orang lain atau kepentingan bersama. Sikap dan perilaku yang demikian, pada masyarakat Melayu-Jambi, dianggap sebagai sikap dan perilaku yang tidak terpuji. Oleh karena itu, mesti dijauhi. Dan, salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan menampilkan ungkapan yanga berbunyi: “Jangan becupak bengantang dewek”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kebersamaan.
Jangan makan mengacau-ngacau
Setiap masyarakat menghendaki kehidupan yang aman, tertib, dan damai. Dengan demikian, kehidupan yang sejahtera yang diidam-idamkan dapat menjadi kenyataan. Namun demikian, dalam kenyataannya ada saja anggota masyarakat atau sekelompok orang yang membuat masyarakat menjadi resah. Sikap dan perilaku yang demikian, juga tidak terpuji dalam masyarakat Melayu-Jambi. Dan, salah satu cara untuk membuat masyarakat aman, tertib, dan damai, adalah dengan melalui ungkapan yang berbunyi: “Jangan makan mengacau-ngacau”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah keteraturan.
Jangan mandi mengeruh-ngeruh
Manusia memang ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, jika ada sesamanya yang melakukan kesalahan, kemudian yang bersangkutan minta maaf dan tidak mengulanginya lagi, maka tidak ada alasan untuk membecinya. Ini penting karena sebuah komunitas diperlukan kehidupan yang selaras, serasi, dan harmonis. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah jangan membuat kebencian. Dengan kata lain, jangan membuat masyarakat yang hidup tenteram, damai, dan sejahtera, menjadi chaos. Pada masyarakat Melayu-Jambi, seseorang yang membuat keresahan dengan jalan membuat kebencian terhadap orang lain atau kelompok lain sering disebut sebagai mandi mengeruh-ngeruh. Untuk itu, jika ada seseorang atau kelompok yang akan membuat keresahan, maka yang bersangkutan dicegah atau diingatkan melalui ungkapan yang berbunyi: “Jangan mandi mengeruh-ngeruh”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini adalah kedamaian.
Jangan mengubak gabing mengupeh bumbun
Manusia memang ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa manusia tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, jika ada sesamanya yang melakukan kesalahan, kemudian yang bersangkutan minta maaf dan tidak mengulanginya lagi, maka tidak ada alasan untuk membecinya. Ini penting karena sebuah komunitas diperlukan kehidupan yang selaras, serasi, dan harmonis. Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah jangan membuat keonaran. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang membuat keonaran, yang bersangkutan diingatkan dengan ungkapan yang berbunyi: “Jangan mengubak gabing mengupeh bumbun”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah ketertiban.
Jangan menyuruk budi merangkak akal
Kejujuran adalah sikap yang terpuji. Dan, orang yang jujur pasti akan disukai oleh sesamanya dan Sang Penciuptanya. Sebaliknya, orang yang tidak jujur tentunya akan tidak disukai, baik oleh sesamanya maupun Sang Penciptanya. Orang yang tidak jujur, oleh masyarakat Melayu-Jambi, sering disebut sebagai menyuruk budi merangkak akal. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang tidak jujur, yang bersangkutan diingatkan melalui ungkapan yang berbunyi: “Jangan menyuruk budi merangkak akal”. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah kebenaran.
Jangan liko di kebun bungo, melihat bungo sedang kembang
Setiap orang mempunyai berbagai peranan dalam kehidupannya. Dan, setiap peranan yang dimainkan diselimuti oleh hak dan kewajiban yang harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Seorang suami misalnya, ia mempunyai kewajiban untuk menyejahterakan keluarganya (anggotanya). Contoh yang lain adalah seseorang yang diberi tanggung jawab tertentu. Namun demikian, ada kalanya seseorang lupa tentang apa yang menjadi kewajibannya. Dan, orang yang demikian sering disebut sebagai liko di kebun bungo, melihat bungo sedang kembang. Pada masyarakat Melayu-Jambi, orang yang demikian sering diingatkan dengan melalui yang berbunyi: “Jangan liko di kebun bungo, melihat bungo sedang kembang. Nilai yang terkandung dalam ungkapan ini, dengan demikian, adalah tanggungjawab.
Sumber:
Galba, Sindu. 2004. Ungkapan Tradisional Sukubangsa Melayu-Natuna di Propinsi Jambi. Kepulauan Riau: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang.