Gangsa adalah nama salah satu instrumen dalam suatu ensembel atau barungan gambelan yang daun bilahannya terbuat dari perunggu. Banyak jenis barungan gambelan Bali yang mempergunakan gangsa, seperti umpamanya semara pagulingan, angklung, gong kebyar, gong gede,, gambang. Ada banyak lagi yang lain jika disebutkan satu persatu.
Daun gangsa dalam tiap-tiap barungan gambelan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, ada yang berfungsi sebagai jalinan pukulan, penentu matra-matra lagu dan sebagainya. Misalnya gambelan gambang hanya mempunyai dua tungguh gangsa jongkok, sebagai pemegang melodi, sedangkan gong gede memiliki delapan tungguh gangsa jongkok dan dua belas tungguh gangsa gantung. Jumlah daun gambelan masing-masing tungguh juga berbeda-beda. Misalnya gong gede lima bilah, semara pagulingan tujuh bilah, dan angklung empat bilah. Selain dari itu dalam satu barungan gambelan mungkin jumlah daun gambelan dari masing-masing tungguh berbeda-beda. Misalnya gambelan Selonding terdiri dari sepasang berdaun empat dan sepasang lagi berdaun delapan. Dalam gong kebyar instrumen pangugal, pamade, dan kantilnya berdaun sepuluh, sedangkan jublag dan jegognya berdaun lima bilah.
Ditinjau dari bentuk selawah dan bagaimana daun gambelan diletakkan pada selawah gambelan tersebut, gangsa tu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Gangsa Jongkok, yaitu gangsa yang ukuran selawahnya rendah dan tanpa resonator, dan dipaku pada dua buah lubang di kedua ujungnya. Ada juga yang memakai resonator, misalnya gangsa jongkok gong gede, yaitu berupa lubang di bawah bilahannya yang langsung dibuat pada selawahnya.
2. Gangsa gantung, yaitu gangsa yang ukuran selanjutnya agak tinggi dan memakai resonator dari bambu setinggi selawah tersebut. Dipasang dengan menggantungkannya pada celah paku yang dipasang setelah diikt atau dihubungkan satu daun dengan daun lainnya memakai benang atau jangat.
Suatu kelainan pada gangsa gantung di daerah Buleleng terlihat pada bentuk instrumen gong kebyarnya, khususnya mengenai pengugal, pemede, dan kantilnya. Yaitu dipaku pada selawahnya seperti meletakkan daun gangsa jongkok pada selawahnya.
Berdasarkan laras dan sistem nadanya ada beberapa macam gangsa, seperti :
1. Yang berlaras pelog :
a. Pelog lima nada atau saih lima, misalnya pada gambelan gong gede, gong kebyar, dan gambelan palegongan.
b. Pelog tujuh nada atau saih pitu, misalnya pada gambelan selonding, gong luang, gambang, dan semara pagulingan.
2. Yang berlaras selendro :
a. Selendro empat nada, misalnya pada gambelan angklung.
b. Selendro tujuh nada, misalnya gambelan angklung Buleleng.
Daun gangsa dibuat dari perunggu yang diproses di bengkel khusus yang disebut perapen. Setelah dilebur lalu dimasukkan ke dalam cetakan atau penyangkaan sesuai dengan ukuran yang dibuat. Kemudian dilaras nada-nadanya sesuai dengan jenis apa yang dibuat. Selawahnya juga dibuat, mengenai ukuran dan bahan yang dipakai sesuai dengan jenis gambelan tersebut. Badan selawah dibuat dari kayu, biasanya kayu nangka atau kayu jati, sedangkan resonatornya dari bambu.. Tali panggulnya dari benang atau jangat, atau cukup di paki jika yang dibuat gangsa jongkok.
Panggul untuk membunyikannya hanya sebuah. Berukuran kecil bila dipergunakan dalam jenis pukulan kekotekan seperti panggul untuk pemade dan kantil. Sebaliknya berukuran besar untuk jenis pukulan nyacah seperti pada gambelan gong gede dan gong luang. Tetapi perkecualian untuk gambelan slonding, ditabuh dengan memakai dua buah panggul masing-masing di tangan kiri dan kanan.
Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Daun gangsa dalam tiap-tiap barungan gambelan mempunyai fungsi yang berbeda-beda, ada yang berfungsi sebagai jalinan pukulan, penentu matra-matra lagu dan sebagainya. Misalnya gambelan gambang hanya mempunyai dua tungguh gangsa jongkok, sebagai pemegang melodi, sedangkan gong gede memiliki delapan tungguh gangsa jongkok dan dua belas tungguh gangsa gantung. Jumlah daun gambelan masing-masing tungguh juga berbeda-beda. Misalnya gong gede lima bilah, semara pagulingan tujuh bilah, dan angklung empat bilah. Selain dari itu dalam satu barungan gambelan mungkin jumlah daun gambelan dari masing-masing tungguh berbeda-beda. Misalnya gambelan Selonding terdiri dari sepasang berdaun empat dan sepasang lagi berdaun delapan. Dalam gong kebyar instrumen pangugal, pamade, dan kantilnya berdaun sepuluh, sedangkan jublag dan jegognya berdaun lima bilah.
Ditinjau dari bentuk selawah dan bagaimana daun gambelan diletakkan pada selawah gambelan tersebut, gangsa tu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
1. Gangsa Jongkok, yaitu gangsa yang ukuran selawahnya rendah dan tanpa resonator, dan dipaku pada dua buah lubang di kedua ujungnya. Ada juga yang memakai resonator, misalnya gangsa jongkok gong gede, yaitu berupa lubang di bawah bilahannya yang langsung dibuat pada selawahnya.
2. Gangsa gantung, yaitu gangsa yang ukuran selanjutnya agak tinggi dan memakai resonator dari bambu setinggi selawah tersebut. Dipasang dengan menggantungkannya pada celah paku yang dipasang setelah diikt atau dihubungkan satu daun dengan daun lainnya memakai benang atau jangat.
Suatu kelainan pada gangsa gantung di daerah Buleleng terlihat pada bentuk instrumen gong kebyarnya, khususnya mengenai pengugal, pemede, dan kantilnya. Yaitu dipaku pada selawahnya seperti meletakkan daun gangsa jongkok pada selawahnya.
Berdasarkan laras dan sistem nadanya ada beberapa macam gangsa, seperti :
1. Yang berlaras pelog :
a. Pelog lima nada atau saih lima, misalnya pada gambelan gong gede, gong kebyar, dan gambelan palegongan.
b. Pelog tujuh nada atau saih pitu, misalnya pada gambelan selonding, gong luang, gambang, dan semara pagulingan.
2. Yang berlaras selendro :
a. Selendro empat nada, misalnya pada gambelan angklung.
b. Selendro tujuh nada, misalnya gambelan angklung Buleleng.
Daun gangsa dibuat dari perunggu yang diproses di bengkel khusus yang disebut perapen. Setelah dilebur lalu dimasukkan ke dalam cetakan atau penyangkaan sesuai dengan ukuran yang dibuat. Kemudian dilaras nada-nadanya sesuai dengan jenis apa yang dibuat. Selawahnya juga dibuat, mengenai ukuran dan bahan yang dipakai sesuai dengan jenis gambelan tersebut. Badan selawah dibuat dari kayu, biasanya kayu nangka atau kayu jati, sedangkan resonatornya dari bambu.. Tali panggulnya dari benang atau jangat, atau cukup di paki jika yang dibuat gangsa jongkok.
Panggul untuk membunyikannya hanya sebuah. Berukuran kecil bila dipergunakan dalam jenis pukulan kekotekan seperti panggul untuk pemade dan kantil. Sebaliknya berukuran besar untuk jenis pukulan nyacah seperti pada gambelan gong gede dan gong luang. Tetapi perkecualian untuk gambelan slonding, ditabuh dengan memakai dua buah panggul masing-masing di tangan kiri dan kanan.
Sumber:
Triguna, Ida Bagus Gde Yudha, dkk,. 1994. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.