Riwayat Singkat
Iwan Fals adalah seorang seniman musik Indonesia yang namanya melegenda melalui lagu-lagu ciptaannya yang bernada kritik terhadap perilaku sekelompok orang, empati bagi kelompok-kelompok yang terpinggirkan (marginal), atau bencana besar yang melanda Indonesia dan dunia. Bahkan, oleh para penggemar fanatiknya yang dekat dengan kemiskinan, ketidakadilan dan pengangguran, hingga saat ini ia masih dianggap sebagai ‘wakil rakyat’ yang lantang menyuarakan seruan hati wong cilik.
Seniman yang bernama asli Virgiawan Listanto ini lahir di Jakarta pada tanggal 3 September 1961 dari ibu yang bernama Lies Harsoyo[1]. Bakat seni Iwan Fals mulai muncul ketika ia baru berusia 13 tahun, sewaktu bersekolah di SMP 5 Bandung. Waktu itu, ia telah banyak menghabiskan waktunya dengan mengamen di jalanan Kota Bandung. Hal itu ia lakukan karena merasa tertarik dan ingin seperti teman-teman sebayanya yang selalu bermain gitar dan bernyanyi untuk menghabiskan waktu di luar kesibukan bersekolah.
Selanjutnya, karena ingin “tampil beda” dari teman-temannya yang suka menyanyikan lagu-lagu barat, maka Iwan pun mencoba untuk mengarang lagu sendiri yang umumnya bertema humor. Lewat tangan Engkos, manajer Iwan yang berprofesi sebagai tukang bengkel sepeda motor, lagu-lagu ciptaannya tersebut kemudian dibawakan dalam berbagai acara hajatan, seperti perkawinan dan sunatan.
Sewaktu duduk di bangku SMA (SMAK BPK Bandung), karena tertarik dengan ajakan seorang produser, Iwan pun pergi ke Jakarta bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Group Amburadul (Toto Gunarto, Helmi, dan Bambang Bule) untuk masuk dapur rekaman dengan bekal uang hasil penjualan sepeda motor Iwan. Namun karena belum berpengalaman, maka album perdana Iwan Fals bersama Amburadul akhirnya gagal di pasaran. Konon, album ini sekarang menjadi buruan para kolektor serta fans fanatik Iwan Fals.
Setelah album pertamanya gagal Iwan pun kembali mengamen, mencipta lagu dan mengikuti berbagai festival, seperti festival musik country dan festival lagu humor. Oleh almarhum Arwah Setiawan, lagu-lagu humor ciptaan Iwan kemudian direkam dan diproduseri oleh Handoko di bawah bendera perusahaan ABC Records. Dalam rekaman ini Iwan dibantu oleh Pepeng, Krisna, dan Nana Krip. Namun, lagi-lagi, album ini pun bernasib sama seperti album rekaman Group Amburadul (tidak laku).
Kegagalan album keduanya ini tidak membuat Iwan Fals patah arang. Ia masih sempat merekam sekitar 4-5 album musik hingga akhirnya dilirik oleh sebuah perusahaan rekaman besar yang bernama Musica Studio. Dan, oleh Musica Studio inilah album solo pertama Iwan yang berjudul “Sarjana Muda” digarap secara serius dengan arensemen musik yang dimotori oleh Willy Soemantri.
Meskipun sudah masuk dapur rekaman dan albumnya laris di pasaran, ternyata Iwan Fals masih juga melakukan aktivitasnya sebagai pengamen jalanan di sekitar Pasar Kaget atau Blog M untuk menghidupi keluarganya. Bahkan, selain mengamen ia juga sesekali memanfaatkan mobil colt abu-abu miliknya untuk menarik penumpang sepulang dari studio. Waktu itu, walau namanya sudah mulai populer, namun sosoknya belum dikenal oleh masyarakat luas karena Iwan baru muncul di televisi (TVRI) setelah tahun 1987 pada acara Manasuka Siaran Niaga.
Seiring dengan berjalannya waktu lirik-lirik lagu yang diciptakan oleh Iwan pun semakin berkembang. Ia tidak hanya menciptakan lirik lagu yang bersifat humor saja, melainkan juga lirik-lirik yang bernada empati terhadap suatu kelompok atau orang-orang yang terpinggirkan, bencana yang melanda Indonesia dan dunia, dan bahkan kritik terhadap perilaku sekelompok orang atau sebuah institusi pemerintahan.
Pada masa Orde Baru, lagu-lagu Iwan yang bernada kritik terhadap pemerintah maupun orang-orang tertentu yang ada di dalam pemerintahan banyak yang dicekal karena dianggap dapat memancing kerusuhan dan mengganggu stabilitas keamanan. Lagu-lagu Iwan Fals yang dicekal dan yang sengaja tidak diterbitkan diantaranya adalah: Demokrasi Nasi (1978), Semar Mendem (1978), Pola Sederhana (Anak Cendana) (1978), Mbak Tini[2] (1978), Siti Sang Bidadari (1978), Kisah Sapi Malam (1978), Mince Makelar (1978), Anissa (1986), Oh Indonesia (1992), Imelda Mardun (1992), Maumere (1993), Joned (1993), Mesin Mesin Pembunuh (1994), Merdeka (1995), Suhu (1997), Mencari Kata Kata (1998), Sketsa Setan Yang Bisu (2000), Indonesiaku (2001), Kemarau (2003), Lagu Sedih (2003), Kembali Ke Masa Lalu (2003), Harapan Tak Boleh Mati (2004), Saat Minggu Masih Pagi (2004), Repot Nasi/Sami Mawon (2005), Hari Raya Bumi (2007), Perempuan Keumala/Laksamana Malahayati (2007), Berita Cuaca (2008), Jenderal Tua (2008), Paman Zam, Kapal Bau Pesing, Makna Hidup ini, Selamat Tinggal Ramadhan, Nyatakan Saja, Luka Lama, Berputar Putar, dan Aku Menyayangimu.
Setelah menelurkan beberapa album, pria yang sempat kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang IISP) dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta) ini memilih untuk bergabung dengan beberapa kelompok, yakni SWAMI, Dalbo, Kantata Takwa, dan Kantata Samsara. Kolaborasi itu melibatkan beberapa musisi dan budayawan ternama, seperti Setiawan Djody, Sawung Jabo, WS Rendra, dan Jocky Suryoprayogo.
Saat bergabung bersama Group SWAMI (1989), nama Iwan semakin meroket dengan mencetak hits fenomenal “Bento” dan “Bongkar”. Setelah kontrak dengan SWAMI yang menghasilkan dua album (SWAMI dan SWAMI II) selesai, Iwan pun bergabung lagi bersama Group Kantata Takwa dan Kantata Samsara yang didukung penuh oleh pengusaha Setiawan Djody. Selain itu, Iwan juga masih bekerjasama dengan Sawung Jabo (mantan personel SWAMI) dalam menggarap album Anak Wayang, Franky Sahilatua dalam album Orang Pinggiran, serta Bobby Eres dalam album Mata Hati.
Namun di sela-sela karirnya sebagai musisi yang semakin menanjak, Iwan harus kehilangan anak laki-lakinya, Galang Rambu Anarki yang meninggal secara mendadak pada bulan April 1997. Galang adalah anak tertua Iwan yang baru saja terjun di dunia musik dengan mengeluarkan sebuah album bersama kelompoknya yang diberi nama Bunga. Galang kemudian dimakamkan di pekarangan rumah Iwan Fals di Desa Leuwinanggung, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Sepeninggal Galang, aktivitas bermusik Iwan Fals sempat vakum selama beberapa tahun. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan melukis dan berlatih bela diri. Sebagai catatan, Iwan Fals pernah meraih gelar Juara II Karate Tingkat Nasional, Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989, sempat masuk pelatnas, pernah melatih karate di kampusnya STP (Sekolah Tinggi Publisistik), dan bahkan sempat juga menjadi kolumnis di beberapa tabloid olahraga.
Dan, baru pada tahun 2002 pria yang diberi julukan “Pahlawan Besar Asia” olah Majalah Time Asia edisi 19 April 2002 ini mulai aktif lagi dengan membuat album yang berjudul Suara Hati. Dalam album ini Iwan Fals banyak mengalami perubahan, baik dalam warna maupun gaya bermusiknya. Ia tidak segarang dan seliar dahulu. Disamping itu, lirik-lirik lagunya pun terkesan lebih dewasa dan puitis. Di dalam album Suara Hati ini Iwan Fals juga telah memiliki kelompok pengiring yang tetap dan selalu mengiringi di setiap konsernya.
Satu tahun kemudian, tepatnya pada 18 Juni 2003, Iwan Fals melempar album baru lagi di bawah bendera Musica Studio berjudul Iwan Fals: In Collaboration With, yang liriknya kebanyakan bercerita tentang cinta. Dari 10 lagu yang ada di album ini, kecuali Rinduku karya Harry Roesli, lima lagu lainnya dibuat oleh para pencipta muda, seperti Pongky “Jikustik” (Aku Bukan Pilihan), Eross “Sheila on 7” (Senandung Lirih), Piyu “Padi” (Sesuatu yang Tertunda), Aziz MS “Jamrud” (Ancur), dan Kikan “Cokelat” (Sudah Berlalu). Sedangkan empat lagu lainnya diambil dari album Suara Hati, yaitu Kupu-kupu Hitam Putih, Belalang Tua, Suara Hati dan Hadapi Saja yang semuanya diaransemen ulang.
Sebagai catatan, hingga tahun 2007 Iwan Fals telah menelurkan puluhan album, belasan hist singel yang dibawakan bersama penyanyi lain dan puluhan penghargaan dalam bidang musik. Album-album tersebut diantaranya adalah: Canda Dalam Nada (1979), Canda Dalam Ronda (1979), Perjalanan (1979), 3 Bulan (1980), Sarjana Muda (1981), Opini (1982), Sumbang (1983), Barang Antik (1984), Sugali (1984), KPJ (Kelompok Penyanyi Jalanan) (1985), Sore Tugu Pancoran (1985), Aku Sayang Kamu (1986), Ethiopia (1986), Lancar 1987 (1987), Wakil Rakyat (1988), 1910 (1988), Antara Aku, Kau dan Bekas Pacarmu (1988), Mata Dewa (1989), Swami I (1989), Kantata Takwa (1990), Cikal (1991), Belum Ada Judul (1992), Hijau (1992), Dalbo (1993), Anak Wayang (1994), Orang Gila (1994), Lagu Pemanjat (bersama Trahlor) (1996), Kantata Samsara (1998), Best of the Best (2000), Suara Hati (2002), In Collaboration with (2003), Manusia ½ Dewa (2004), Iwan Fals in Love (2006), dan 50:50 (2007).
Sementara single-single hits yang dibawakan dibawakan bersama penyanyi lain atau dinyanyikan oleh penyanyi lain, diantaranya adalah: Serenade (bersama Ritta Rubby) (1984), Kemesraan (bersama artis Musica) (1088), Percayalah Kasih (bersama Jockie Surjoprajogo dan Vina Panduwinata), Terminal (bersama Franky Sahilatua) (1994), Mata Hati (bersama Ian Antono (1995), Orang Pinggiran (bersama Franky Sahilatua) (1995), Katakan Kita Rasakan (bersama artis Musica), Di Bawah Tiang Bendera (bersama artis Musica) (1996), Haruskah Pergi (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006), Selancar (bersama Indra Lesmana dan Import Musik) (2006), Tanam Tanam Siram Siram (Kampanye Indonesia Menanam) (2006), Marilah Kemari (Tribute to Titiek Puspa) (2006), Aku Milikmu (Original Sountrack Lovers/Kekasih) (2008), Maaf (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986), Belailah (dibawakan oleh Ritta Rubby) (1986), Trauma (dibawakan oleh God Bless) (1988), Damai Yang Hilang (dibawakan oleh God Bless) (1988), Orang Dalam Kaca (dibawakan oleh God Bless) (1988), Pak Tua (dibawakan oleh group band elpamas) (1991), Oh (dibawakan oleh Fajar Budiman) (1994), Menangis (dibawakan oleh Franky sahilatua), dan Bunga Kehidupan (dibawakan oleh artis Musica).
Sedangkan penghargaan yang berhasil diperoleh Iwan Fals di sepanjang karirnya adalah: Juara Harapan Lomba Musik Humor (1979); Juara I Festival Musik Country (1980); Gold record, lagu oemar Bakri, PT. Musica Studio’s; Silver record, penyanyi & pencipta lagu Ethiopia, PT. Musica Studio’s; penghargaan prestasi artis HDX 1987-1988, pencipta lagu Buku Ini Aku Pinjam; Penyanyi pujaan, BASF (1989); The best selling, album Mata Dewa, BASF 1988-1989; penyanyi rekaman pria terbaik, album Anak Wayang, BASF Award XI, 18 April 1996; penyanyi solo terbaik country/balada, Anugrah Musik Indonesia (1999); Presents This Certificate to Iwan Fals In Recognition of the Contributin to Cultural Exchange Between Korea and Indonesia (25 September 1999); penyanyi solo terbaik country/balada AMI Sharp Award (2000); video klip terbaik lagu Entah, Video Musik Indonesia periode VIII-2000/2001; Triple Platinum Award, Album Best of the Best Iwan Fals, PT. Musica Studio’s (Juni 2002); 6th AMI Sharp Award, album terbaik country/balada; 6th AMI Sharp Award, artis solo/duo/grup terbaik country/balada; pemenang video klip terbaik edisi Juli 2002, lagu Kupu-kupu Hitam Putih, Video Musik Indonesia, periode I-2002/2003; penghargaan album In Collaboration With, angka penjualan diatas 150.000 unit, PT. Musica Studio’s (Juni 2003); Triple Platinum Award, album In Collaboration With, angka penjualan diatas 450.000 unit, PT. Musica Studio’s (November 2003); 7th AMI Award 2003, Legend Award; 7th AMI Award 2003, Penyanyi Solo Pria Pop Terbaik; penghargaan MTV Indonesia 2003, Most Favourite Male; SCTV Music Award 2004, album Ngetop! (pop) in Collaboration with; SCTV Musik Award 2004, Penyanyi Pop Ngetop; Anugrah Planet Muzik 2004; Generasi Biang Extra Joss 2004; 8th AMI Samsung Award, Karya Produksi Balada Terbaik; dan SCTV Music Award 2005, album pop solo ngetop Iwan Fals in Love.
Foto: http://www.geocities.com
Sumber:
[1] Lies Harsoyo saat ini masih aktif mengurusi sebuah yayasan sosial milik Iwan Fals bernama “Hairun Nissa” yang didirikan pada tahun 1986 yang telah menyantuni 213 anak dalam panti, 90 anak non panti, dan 313 orang tua jompo.
[2] Lagu Mbak Tini berkisah tentang Mbak Tini, seorang pelacur yang membuka warung kopi di pinggir jalan yang mempunyai suami bernama Soeharto, seorang sopir truk. Namun, oleh pemerintah lagu ini dianggap menghina presiden RI, Soeharto dan Iwan diancam bakal masuk penjara. Padahal, menurut Iwan, lagu tersebut sama sekali tidak ada kaitannya dengan Soeharto dan isterinya.