Di Provinsi Sumatera Barat banyak dijumpai berbagai peninggalan sejarah yang berupa bangunan-bangunan tua. Salah satu diantaranya adalah Masjid Siguntur yang terletak di Dusun Ranah, Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Sijunjung. Masjid yang berdenah persegi panjang ini diperkirakan dibangun pada masa kerajaan Siguntur Islam.
Kerajaan Siguntur dahulu adalah sebuah kerajaan Dharmasyraya di Swarnabhumi (Sumatera) yang berkedudukan di hulu Sungai Batanghari. Sebelum masuk Islam kerajaan kecil ini pernah bernaung di bawah beberapa kerajaan, seperti: Melayu, Sriwijaya, Majapahit, dan Singasari. Raja-raja yang pernah bertahta di kerajaan Siguntur pada masa pra Islam diantaranya adalah Sri Tribuwana Mauliwarmadewa (1250-1290), Sora (Lembu Sora) (1290-1300), Pramesora (Pramesywara) (1300-1343), Adityiawarman (kanakamedinindra) (1343-1347), Adikerma (putra Paramesora) (1347-1397), Guci Rajo Angek Garang (1397-1425), dan Tiang Panjang (1425-1560).
Pada waktu Islam masuk (sekitar abad 14), raja Siguntur yang waktu itu dijabat oleh Pramesora memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sultan Muhammad Syah bin Sora Iskandarsyah. Selanjutnya kerajaan Siguntur bernaung dibawah kerajaan Alam Minangkabau. Sebagai catatan, raja-raja yang bernah berkuasa di kerajaan Siguntur pada masa Islam adalah: Abdul Jalil Sutan Syah (1575-1650), Sultan Abdul Qadir (1650-1727), Sultan Amiruddin (1727-1864), Sultan Ali Akbar (1864-1914), Sultan Abu Bakar (1914-1968), Sultan Hendri (1968-sekarang).
Data Bangunan
Masjid Siguntur berada dalam satu kompleks dengan makam raja-raja Siguntur dan rumah adat Siguntur. Masjid ini berdiri di atas tanah berukuran 21,7x19 meter dengan denah bangunannya berbentuk persegi panjang, berdinding batu kali yang disemen, dan beratap seng bersusun tiga. Halaman masjid dikelilingi oleh pagar beton di bagian depan dan pagar kawat duri di bagian samping dan belakang. Sedangkan pintu masuk halaman masjid hanya satu buah terbuat dari besi yang terletak di sebelah timur.
Masjid Siguntur secara keseluruhan memiliki 29 buah tiang penyangga yang dibagi menjadi 5 tiang utama terbuat dari kayu ulin dengan diameter 0,40 meter dan tinggi 7,85 meter, 12 tiang pembantu dengan tinggi masing-masing sekitar 5 meter, dan 12 tiang semu (pliaster) yang berfungsi sebagai penahan beban atap.
Ruang utama masjid berukuran 15x10 meter dengan dinding batu kali setebal 40 sentimeter yang diplester semen dan lantai semen. Pada dinding ruang utama terdapat delapan buah jendela yang terbuat dari kayu berwarna krem dengan ukuran 1,75x0.75 meter. Sedangkan pintu ruang utama masjid berada di sisi sebelah timur dengan ukuran 12,5x1 meter. Pintu tersebut mempunyai dua daun dan berbentuk jalusi (lubang angin) yang masing-masing berukuran 2,15x0,50 meter.
Bangunan mihrab masjid berada di sisi barat dengan ukuran 1,22x2 meter. Di sebelah kanannya terdapat mimbar yang sekarang sudah tidak dimanfaatkan lagi karena Masjid Siguntur tidak lagi digunakan untuk sholat Jumat. Sedangkan tempat wudlu terdapat di sebelah utara masjid dengan ukuran 7x3 meter yang terbagi menjadi tiga ruangan.
Di sebelah utara bangunan masjid terdapat kompleks makam raja-raja Siguntur yang berdenah segi lima. Makam-makam tersebut hanya ditandai dengan nisan dan jirat dari bata dan batu, sehingga dari sekian banyak makam hanya enam makam yang dapat diidentifikasi, yaitu: makam Sri Maharaja Diraja Ibnu bergelar Sultan Muhammad Syah bin Sora, Sultan Abdul Jalil bin Sultan Muhammad Syah Tuangku Bagindo Ratu II, Sultan Abdul Kadire Tuangku Bagindo Ratu III, Sultan Amirudin Tuangku Bagindo Ratu IV, Sultan Ali Akbar Tuangku Bagindo V, dan Sultan Abu Bakar Tuangku Bagindo Ratu VI.
Foto: http://www.potlot-adventure.com
Sumber:
M. Agung Putranto. “Masjid Siguntur”. http://www.hupelita.com/baca.php?id=440
http://www.potlot-adventure.com/2009/03/30/masjid-siguntur/
https://groups.yahoo.com/neo