KH Ma’mun Nawawi

KH Ma’mun Nawawi adalah seorang tokoh ulama sekaligus pejuang yang berasal dari daerah Cibogo, Kecamatan Cibarusah, Bekasi. Ulama yang produktif sebagai penulis 63 kitab ini lahir di Cibogo pada hari Kamis bulan Jumadil Akhir 1334 H/1915 M (As-Samfuriy, 2014). Beliau adalah putra sulung (tujuh bersarudara) dari pasangan H. Anwar (seorang pedagang sekaligus guru mengaji) dan Siti Romlah. Saudara-saudara kandungnya yang lain adalah: Nyi Rukiyah, Nyi Endeh, H. Yahya, Siti Iyok, Endang, Dimiyati, dan Abdul Salim. H. Anwar sendiri adalah putra Marhan bin H. Abdul Wahid, salah seorang keturunan dari Kerajaan Banten (mondok.co).

Berdasar garis keturunan tersebut, tidak heran bila Nawawi memperoleh pendidikan yang berkaitan dengan agama Islam. Tidak lama setelah menamatkan pendidikan dasar di usia yang baru mencapai 13 tahun, anak dari KH. R Anwar ini nyantri di Plered Sempur asuhan Tubagus Ahmad Bakri bin Seda (Mama Sempur) hingga tujuh tahun lamanya (ypialkamiliyyah.wordpress.com). Selesai nyantri di sempur, Nawawi hijrah ke Mekkah selama dua tahun (1937-1939) untuk memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada 13 muallif (pengarang kitab), di antaranya: al-Muhaddits as-Sayyid Alawi al Maliki, Syekh Mukhtâr ‘Athârid al-Bûghûrî al-Jâwî tsumma al-Makkî (ulama besar hadits di Masjidil Haram asal Bogor), Syekh Bâqir ibn Nûr al-Jukjâwî tsumma al-Makkî (ulama besar Masjidil Haram asal Yogyakarta), Sayyid ‘Alawî ibn ‘Abd al-‘Azîz al-Mâlikî al-Makkî, Syekh ‘Umar Hamdan al-Mahrasî, Syekh Khalifah Nabwah, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Fathoni, dan lain sebagainya (Sya’ban, 2017).

Kembali dari Mekkah, atas saran Sang Ayah pada tahun 1942 Nawawi nyantri lagi di beberapa pesantren guna lebih memperdalam ilmu, seperti: Pesantren Tebuireng (Jombang) asuhan Hadhratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dan pesantren asuhan Syaik Ikhsan (Jampes Kediri). Adapun para guru Nawawi selama nyantri di Jawa menurut Mondok.co, di antaranya adalah: H. Masdiki al-Quruthi Sempur-Plered, Mualif Siradjud Tolibin Kediri, Syekh Muhammad Cholil Jember, Syekh Muhammad Yunus bin Abdullah Kediri, KH Suja’i al-Quruthi Sukaraja. Muhammad Ali bin Husen, Syahid Alwie bin Abas al-Maliki, Syahid Muhammad ‘Amin al-Qutbhi, Syekh Hasan bin Muhammad al-Masad, Sayyid Abdul Bari al-Quruti, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Banduni al-Jawi, Abdurahman Asyburaki al-Maki, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Fatoni, Syekh Sabibullah al-Hindi al-Maki, Syekh Ubaidillah al-Maki, dan KH. Manshur Abdul Hamid (Guru Mansur Betawi). Dari para guru ini Nawawi mempelajari berbagai macam kitab, seperti: tafsir, alfiyah, mantiq, fiqih, lughat, dan lain sebagainya. Khusus ketika berguru dengan KH. Manshur Abdul Hamid di Jembatan Lima, Jakarta, Nawawi mempelajari ilmu falaq yang dapat dikuasai hanya dalam waktu 40 hari saja.

Selesai nyantri dan dianggap telah cakap bila mengembangkan dakwah, Nawawi diminta oleh mertuanya (Tugabus Bakri) untuk mendirikan pesantren di daerah Pandeglang, Banten. Namun, baru berjalan sekitar dua tahun, Sang ayah meminta pula mendirikan pesantren di Cibogo. Walhasil, para santri di Pandeglang pun ikut diboyong ke Cibogo dan tinggal di pesantren baru yang diberi namaAl-Baqiyatus Sholihat. Pesantren ini dibangun pada bulan Rajab tahun 1359 H/1938 M saat Ma’mun Nawawi baru berusia sekitar 25 tahun (http://nizomalhasani.blogspot.com).

Para santri asuhan KH Ma’mun Nawawi yang jumlahnya beberapa ratus orang pada masa perang kemerdekaan pernah mendapat pelatihan militer sebagai bekal menghadapi tentara sekutu. Mereka membentuk sebuah laskar yang dinamakan Hizbullah. Adapun pelatihan perdananya dilaksanakan pada 28 Februari 1945 dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim (mewakili KH Hasyim Asy’ari) dan beberapa tokoh lain seperti KH. Zainul Arifin, dan KH. Noer Alie (kini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional) serta dihadiri oleh Gunseikan, para perwira Nippon, pimpinan pusat Partai Masyumi, dan para Pangreh Praja.

Para santri yang ikut serta dalam pelatihan tidak melulu berlatih perang menghadapi musuh. Pada malam hari mereka mengaji dengan beberapa ulama seperti KH. Mustada Kamil dari Singaparna dan lain sebagainya. Usai pelatihan para santri kembali ke kampung halaman masing-masing guna memberikan latihan kepada para pemuda lain. Hasilnya, pada saat Jepang menyerah anggota Hizbullah telah mencapai sekitar 50.000 orang. Menurut muslimedianews.com, mereka tidak saja aktif selama revolusi fisik, tetapi juga mampu mengubah peta militer di Indonesia.

Para laskar Hizbullah ini masuk menjadi sayap militer bagi Partai Masyumi yang berdiri pada 7 November 1945. Bersama dengan laskar Sabilillah, mereka kemudian bertempur melawan tentara Sekutu pada pertempuran 10 November 1945. Selanjutnya, bersama Gerakan Pemuda Islam Indonesia yang diprakarsai M. Natsir dan KH. Wahid Hasyim laskar Hizbullah dan Sabilillah membentuk Dewan Mobilisasi Pemuda Islam Indonesia yang menentang semua perundingan dengan Belanda selepas agresi militer pertama 1947.

Lepas dari perannya dalam pembentukan laskar Hizbullah, yang jelas KH Ma’mun Nawawi merupakan ulama yang sangat produktif dalam menulis kitab berbahasa Arab dan Sunda. Sedikitnya ada 63 buah kitab yang pernah ditulis, di antaranya: At-Taisir fi ‘Ilmi al-Falak, Bahjatul Wuduh Fi Hadits Awfatil Fuluh, Idha’ al-Mubhamat (tentang rumus-rumus akumulasi dari kitab-kitab yang mengandung akronim), Hikayat al-Mutaqaddimin (tentang kisah-kisah ulama terdahulu), Manasiq H. wal Umrah, Khutbah Jumat, Kasyf al-Humum wa al-Ghumum (tentang doa), Majmu’at Da’wat, Risalah Zakat, Syair Qiyamat, Risalah Syurb ad-Dukhan, Qolaidul Juman Fi Aqaidul Iman, I’anah Rafiq fi Tarjamah, Sulamu Taufiq, Muhasinul al-Khatabh, As-Sirajul Wahaj, Syi’ran Kiyamat, Hibatullah Karimul Aly, Tahtasikul Abid, Majmu Da’wah, Kasyful Humum wal Ghumum, Tadwirul Qulud, Taysirul Awam, Tuhfatul At Fal, Manaqib Syekh Abdul Qadir, Fiqh (dua jilid), Maulid Nabi (empat jilid), Parakunan Pashalatan, Al-Atiyatul Haniyah, At-Taisir Ilmu Falaq (Empat Jilid), dan Hushuli Rojai, dan lain sebagainya (As-Samfuriy, 2014 dan mondok.co).

Setelah berhasil membuat sebuah “pencerahan” bagi umat Islam di daerah Bekasi, KH. Ma’mun Nawawi wafat pada malam Jumat 26 Muharram 1395H/7 Februari 1975 M di Cibogo-Cibarusah pada pukul 01.15 WIB dalam usia 63 tahun. Selama hidup beliau pernah menikah dengan Nyi Jumenah (bercerai) lalu dengan Nyi Siti Junah yang menghasilkan enam orang anak (Muhaimin, Muhammad Jajuli, Zainal Mutaqin, Abdul Mu’min, Abdul Rahim, dan Abdul Halim). Selain dengan Nyi Jumenah dan Nyi Siti Junah, Ma’mun Nawawi pernah menikah dengan tujuh perempuan lain, namun hanya empat orang yang menemani hingga akhir hayat, yaitu: Hj. Ummah, Hj. Nyi Junah, Hj. Rohman, dan Hj. Romiah. Dan, dari pernikahan-pernikahan tersebut beliau dikaruniai sejumlah anak, di antaranya: Nyi Rahman, Muhammad Firdaus, Nyi Fatimah, Nyi Khadijah, Muhammad Syahroni, Nyi Safiah, Nyi Aisyah, Muhammad Shahalidin, Abdul Qudus, Abdul Raul, Abdul Mujib, Nyi Umu Habibah, Abdullah, Muhammad Mahfudz, Ahmad, Muhammad, Abdur Rahman, Nyi Ummu Salamah, Abdul Mu’min, Nyi Rukayah, Nyi Maryam, Abdul Latif, Abdul Khabir, Nyi Aminah, R. Abdul Hamid, R.A Qadir, Abdul Hafidz, Nyi Endin, Abdul Khalik Yanwari, Jamal Abdul Ghafar, dan Endin Quratul Aeyin (As-Samfuriy, 2014).

Saat ini penerus pondok pesantren adalah salah satu dari putranya sendiri, KH. Jamaluddin Nawawi. Pesantren merupakan salah satu dari beberapa peninggalan KH Ma’mun Nawawi. Peninggalan lainnya adalah asrama pesantren, Masjid Jami Al-Baqiyatus Sholihat, Yayasan Pendidikan Agama Islam Al-Baqiyatus Sholihat, almanak, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Aliyah Al-Baqiyatus Sholihat, serta kitab-kitab yang telah dan belum diterbitkan.

Foto: http://nizomalhasani.blogspot.com/2017/04/kh-raden-mamun-nawawi-bekasi.html
Sumber:
“KH. Raden Ma’mun Nawawi (1915-1975)”, diakses dari https://mondok.co/kh-raden-ma%C2%92mun-nawawi-1915-1975/, tanggal 10 Juni 2019.

As-Samfuriy, Sya’roni. 2014. “KH. R. Ma’mun Nawawi Ahli Falak Bekasi Santri Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari”, diakses dari http://www.muslimedianews.com/2014/06/kh-r-mamun-nawawi-ahli-falak-bekasi.html#ixzz5pNOuiFCY, tanggal 10 Juni 2019.

“KH Raden Ma’mun Nawawi Bekasi”, diakses dari http://nizomalhasani.blogspot.com/2017/04/kh-raden-mamun-nawawi-bekasi.html, tanggal 11 Juni 2019.

“Mengenal Ulama Nusantara (KH Ma’mun Nawawi/Mama Cibogo, Bekasi), diakses dari https://ypialkamiliyyah.wordpress.com/2012/09/04/kh-mamun-nawawi-mama-cibogo-bekasi/, tanggal 12 Juni 2019.

Sya’ban, A. Ginanjar. 2017. “Kitab Fiqih Manasik Berbahasa Sunda Karya KH Ma’mun Nawawi Cibarusah”, diakses dari http://www.nu.or.id/post/read/76983/kitab-fiqih-manasik-berbahasa-sunda-karya-kh-mamun-nawawi-cibarusah, tanggal 12 Juni 2019.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive