Kelenteng Jin De Yuan

Kelenteng atau klenteng Jin De Yuan adalah salah satu dari empat kelenteng besar1 yang ada di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Kelenteng yang dahulunya di bawah pengelolaan Gong Guan atau "Dewan Opsir Tionghoa" Batavia ini berada di Jalan Kemenangan III Nomor 13 Jakarta yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari, Kotamadya Jakata Barat.

Claudine Salmon dan Denys Lombard dalam Les Chinois de Jakarta: Temples et vie Collectives (1977) yang dikutip Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta (1989) menyebutkan bahwa dalam "Catatan Sejarah Tionghoa tentang Batavia" sekitar tahun 1650 Luitenant Tionghoa Guo Xun Guan [Kwee Hoen] mendirikan sebuah kelenteng untuk menghormati Guan Yin [Kwan Im] di Glodok. Oleh karena itu, kelenteng tersebut disebut Guan Yin Ting [Kwan Im Teng] atau yang secara harafiah berarti “Paviliun Guan Yin”. Namun, ketika terjadi Tragedi Pembantainn Angke (1740) .kelenteng ini dirusak dan dibakar.

Tahun 1755 seorang Kapiten Tionghoa memugarnya dan memberi nama Jin De Yuan (Kim Tek Ie) Jin De [Kim Tek] artinya “kebajikan emas” dan Yuan [Ie] menurut Carstairs Douglas dalam Chinese-English Dictionary of the Vernacular or Spoken Language of Amoy (i.e. Xiamen), with the Principal Variations of the Chang-Chew (i.e. Zhangzhou) and Chin-Chew (i.e. Quanzhou) Dialects (1873:164a) berarti "Kelenteng yang berhalaman luas dengan beberapa bangunan umum".

Keterangan tertulis mengenai Kelenteng Jin De Yuan antara lain terdapat dalam Kai-ba li-dai shi-ji (Kronik Penduduk Tionghoa di Batavia). Dokumen tersebut menyebutkan bahwa kelenteng ini dibangun sekitar pertengahan abad XVII. Kelenteng yang disebut Guan Yin Ting itu dibangun tahun 1650 oleh Letnan Quo Xun Guan dan diselesaikan pada tahun 1669 oleh Kapten Guo Jun Guan. Menurut kronik yang sama, nama Jin De Yuan diberikan oleh Kapten Huang Shi Lao (Huang Yi Qu) pada tahun 1755 (Salmon & Lombard 1980: 730). Masyarakat sekitarnya menyebut “Kelenteng Kim Tek I” (sekarang bernama “Vihara Dharma Bhakti”).

Data Bangunan
a. Bangunan Utama
Bangunan Kelenteng Jin De Yuan terdiri atas bangunan utama dan bangunan samping (sayap) kanan, kiri, dan belakang. Bangunan utama berukuran 12 x 26 m dengan orientasi arah utara-selatan. Bangunan ini memiliki serambi dan ruang utama. Dalam ruang utama terdapat ruangan depan, impluvium, dan ruang samping, serta ruang suci utama. Di ruang tengah bangunan utama terdapat impluvium yang lantainya lebih rendah dari lantai di sekelilingnya. Sedangkan, lantai ruang utama bagian depan, samping, dan belakang (ruang suci utama) dibuat lebih tinggi.

Ruang suci utama yang terletak di bagian belakang atau di sebelah utara terbagi menjadi tiga. Masing-masing ada patung dewanya. Ruang tengah lebih besar dari ruang yang lainnya, karena merupakan tempat altar dewa-dewa utama.

Serambi (teras) yang terletak di bagian depan dibatasi dengan dinding ruang utama dan memiliki pagar besi berwarna merah. Dinding depan ini mempunyai pintu masuk dengan dua daun pintu dari kayu. Pintu ini diberi gambar orang penjaga yang berpakaian perang (dewa pintu). Di atas ambang pintu terpampang sebuah papan horizontal berisi tulisan Cina yang menyebutkan nama kelenteng dan tanggal Minguo 25 (1936). Minguo adalah perhitungan tahun Cina yang dimulai dari tahun 1911. Dalam perhitungannya, angka belakang Minguo dijumlahkan dengan 1911. Selain pintu masuk yang menghadap ke selatan, juga terdapat dua pintu lain untuk menuju ke ruang utama. Pintu ini terletak di dekat pintu pertama (utama) dan keduanya berdiri saling berhadapan.

Di kanan-kiri pintu utama tampak sebuah bidang segi empat berukuran 120 x 160 cm. Bidang tersebut terbagi menjadi beberapa bidang (panel) yang tidak sama besarnya. Pada permukaan bidang ini diberi ukiran vas berbunga, seekor gajah dengan bunga-bungaan, atau pohon dengan hewan seperti burung atau rusa. Motif pada ukiran berwarna kuning keemasan dengan tepi bingkai berwarna merah, kuning, dan hitam. Di kiri-kanan pintu utama juga terdapat jendela bulat dengan ukiran yang menerawang ke dalam. Ukuran jendela ini berdiameter 192 cm. Di tengah bulatan bergambar lilin dengan motif awan, matahari, dan beberapa lambang Buddhis seperti suling, daun, dan tanduk, serta warna merah di sekelilingnya. Panel-panel yang lain berukuran 215 x 120 cm dengan relif yang menggambarkan burung phoenik dan naga yang ditempatkan di sudut-sudut bangunan.

Ruang bangunan bagian dalam terdiri atas ruang bagian depan, impluvium, samping ipluvium, dan ruang suci utama. Antarruang-ruang tersebut tidak ada dinding pemisah. Dinding pemisah hanya terdapat pada ruang suci utama yang terletak paling belakang sebagai tempat dewa-dewa. Di ruang utama bagian depan, tepat di depan pintu masuk, terdapat meja altar dan diletakkan sebuah patung Wei Tuo yang dianggap sebagai dewa penjaga kelenteng dengan sikap membelakangi, karena ia menghadap ke dalam. Patung ini berjubah dan bertutup kepala warna keemasan. Kedua tangannya diletakkan di depan dada sambil memegang pedang. Sebuah padupaan (tempat hio) dan dua vas bunga diletakkan di atas meja altar.

Di atas ambang pintu bagian dalam terdapat sebuah kotak berisi tiga patung sebagai gambaran dari San Yuan, yaitu “kaisar Tiga Dunia” yang merupakan dewa Taoist. Di sudut ruangan sebelah timur, dekat pintu masuk, terdapat penjualan keperluan upacara. Sedangkan, di sudut ruang sebelah barat ada sebuah lemari tempat menyimpan obat-obatan.

Setelah melewati altar Wei Tuo, terdapat satu bangunan yang disebut impluvium berukuran 5x6 meter dengan lantai yang lebih rendah dan beratap kawat. Imoluvium ini terbentang tidak beratap, hanya ditutup atap anyaman kawat sebagai pengaman. Di sebelah kanan dan kiri impluvium terdapat ruangan, sedangkan di sebalah barat terdapat sederetan kursi untuk istirahat dan meja panjang untuk menempatkan piring-piring makanan. Di dinding sebelah barat dipasang sebuah papan prasasti. Sementara, ruang sebelah timur impluvium juga terdapat sederet kursi untuk istirahat dan lemari dengan laci-laci tempat menyimpan kertas-kertas ramalan. Dinding ruangan ini juga terpampang sebuah prasasti. Pada kedua prasasti itu tertulis nama-nama para pederma yang telah membantu perbaikan berguna dengan jumlah uang atau benda lain yang disumbangkan. Salah satu prasasti tersebut menyatakan bahwa pada tahun 1890 telah dilaksanakan perbaikan atas inisiatif Kong Tong (Dewan Tionghoa) di Jakarta. Di sebelah kiri prasasti tersebut digantung sebuah tambur besar dari kulit macan, sedangkan di seberangnya tergantung sebuah genta. Tidak jauh dari impluvium ada pintu keluar menuju ke halaman samping dan halaman belakang. Pintu ini berada di bagian barat menyamping. Bentuknya serupa dengan pintu masuk utama yang terdiri dua daun pintu, tetapi bentuknya lebih kecil yaitu tinggi 236 cm, lebar 60 cm, dan dicat merah.

Ruang suci utama berada di bagian paling belakang (lantainya paling tinggi). Di ruangan ini tempat patung-patung dewa. Di dinding barat dan timur, di dalam almari kaca, masing-masing terdapat sembilan patung Luo Han atau arhat yang dilapis warna emas. Di tengah-tengah ruang suci utama ditempatkan dua meja panjang berukir. Satu meja untuk Dewa Kwan Im dan dua pengiring yang disimpan dalam lemari kaca. Ketiganya berwarna keemasan. Dewa Kwan Im digambarkan dalam sikap duduk di atas bunga lotus dengan kaki bersila dan mempunyai tangan sebanyak sembilan pasang. Sepasang terletak di depan dada dan yang lainnya memegang sebuah benda. Seorang pendampingnya juga duduk di atas bunga lotus dengan melipat tungkai kaki ke atas dan tungkai kaki kiri dilipat mendatar. Sedangkan, pendamping yang lainnya menduduki seekor singa dengan kedua kaki menjuntai ke bawah dan tangan di depan dada. Sebuah bejana kuningan diletakkan di depan lemari kaca tersebut. Meja panjang lainnya dipergunakan sebagai tempat buku-buku kitab suci, sebuah kotak hitam tempat membakar kayu cendana, dan kentongan agak bulat yang disebut bo-ki.

Bagian paling belakang ruang suci ini terdiri atas tiga ruang yang diisi patung-patung dewa. Ruang terbesar berada di tengah tempat patung dewa utama, yaitu sebuah patung kayu Kwan Im berwarna hitam yang didampingi seorang pengiring dan tiga patung Budha besar di belakangnya. Ketiga patung Budha itu disebut Tri Tunggal Budhis atau San-zun fo-zuy yang terdiri atas Sakyamuni Buddha, Bhaisjyaguru, dan Amitabha (Salmond dan Lombard 1985: 59-0). Ketiga pantung ini diberi warna emas, tanpa jubah kain. Patung Kwan Im berjubah saten kuning dengan kerudung sutera merah panjang dan mahkota di kepalanya. Pengiring juga diberi jubah sutera dan mahkota.

Ruang patung dewa utama berkaca dan diberi tirai merah yang diletakkan ke samping. Sebuah lampu kristal bunder meneranginya. Di bagian atas tirai digantung sehelai kain (sulaman yang bertuliskan huruf Cina pada kain sutera). Kain ini merupakan sumbangan seseorang yang telah berhasil permintaannya. Di depan ruang dewa ini berdiri sebuah meja panjang untuk persembahan yang berisi dua pelita yang terus menyala (disebut pelita kehidupan), dua jambangan besar, lampu keramik bundar, beberapa piring berisi sajen kue dan buah-buahan. Tempat kuningan untuk pedupaan diletakkan di atas meja kecil di depan meja panjang.

Ruang lain yang berada di sebelah kanan (timur) Kwan Im berisi patung dewa Guan Di (Kwan Kong) sebagai dewa perang (berpakaian perang warna emas). Selembar kain sutera merah menyelimuti kedua bahunya dan tutup kepala juga berwarna merah. Wajahnya merah dan berjenggot. Kedua pengawal juga berpakaian perang dan salah seorang berwajah coklat dan membawa tombak. Mereka diterangi dua lampu merah kecil di depannya. Di ruang sebelah kiri (barat) Kwan Im berisi patung Dewi Ma Co Po (Thian Huo) sebagai pelindung para pelaut dan dua orang pengiringnya. Jumah Ma Co Po disepuh keemasan dan selembar kain sutera merah menutupi bahu. Ruangan ini diterangi dua lampu merah kecil dan di depannya diletakkan meja untuk tempat pedupaan dan sesajian.

b. Bangunan samping
Sesuai dengan namanya bangunan ini terpisah dari bangunan utama. Untuk menuju ke sana melalui dua pintu yang berada di tengah dinding barat dan timur bangunan utama. Sebuah halaman berada di antara bangunan utama dan bangunan samping yang mengelilinginya. Dari pintu penghubung dibuat sebuah koridor hingga ke teras. Di halaman samping ada sebuah tempat pembakaran kertas dari bata yang berbentuk pagoda (dekat ke dua pintu penghubung). Di belakangnya (utara) terdapat tiga genta dan satu pembakaran kertas kuno (jin-lu) yang terletak tepat di balik dinding utara ruang suci utama yang semuanya terdapat angka tahunnya (berhuruf Cina). Masing-masing genta berukuran tinggi 75-100 cm, diameter antara 67-76 cm. Genta yang terbesar berhiasan naga dan yang terkecil berhiaskan manusia yang bersikap akrobatik. Sedangkan, tempat pembakaran berukuran tinggi 200 cm dan lebar 40 cm, berbentuk menyerupai rumah yang ditopang empat tiang. Tempat tersebut terbuat dari besi cor (dari kaki hingga atap penuh dengan ukiran). Di bagian tubuhnya bertulisan prasasti yang menyatakan bahwa jin-lu ini dibuat di Kwantung pada tahun 1821. Sebagai catatan, benda-benda tersebut sudah tidak terpakai lagi.

Pada bangunan samping ini terdapat ruang-ruang dengan altar-altar sekunder yang terpisah dari ruang suci utama. Bentuk denah bangunan samping yang berada di sisi-sisinya (kanan, kiri, dan belakang bangunan utama) menyerupai huruf “U” terbalik serta susunan tata letak ruang-ruang di sebelah barat dan timur simetris. Beberapa tahun yang lalu salah satu ruang di bagian timur mengalami perubahan. Dinding bangunan samping berdiri di atas lapik yang tidak tinggi, tetapi lantai di dalam ruangan-ruangan tidak ada yang ditinggikan. Dinding bangunan dipergunakan sebagai penyangga atap, ruangannya terbuka, tanpa pintu untuk penempatan altar dewa. Sedangkan, ruang tertutup dilengkapi dengan pintu yang bercat merah dan jendela yang beruji untuk tempat penyimpanan barang-barang atau keperluan lainnya.

Atap bangian dalam bangunan samping dibuat dari papan-papan kayu berwarna hitam yang disusun berjejer ke samping. Atap luar terbuat dari genting, berbentuk pelana berwarna polos putih. Ruang-ruang bangunan samping yang terbuka dipergunakan untuk menyimpan patung dewa. Dewa-dewa di sini diberi pak wan dan mahkota dilapisi warna emas, selebar kain saten merah yang menutupi kedua bahu. Selain itu, di ruangan ini terdapat patung pendamping, dua buah lampu merah kecil yang ditempatkan dalam lemari kayu, dan sebuah tempat pedupaan dari kuningan yang diletakkan di atas meja (di depannya), serta dua lilin besar dalam keadaan terus menyala.

Dewa yang berada di bangunan samping bagian timur yaitu: patung dewa To Ta Thian Wang (Thian Ong) berjenggot dan didampingi oleh No Cak Gong (Lo Cah Kong) dan Mu Cak Gong (Bok Zha Kong). Mereka dianggap sebagai pemberi pertolongan kepada orang yang mengalami kesulitan. Arca-arca lain seperti: Qin, Shui Zu Shi (Cu Su Kong) sebagai dewa laut; Can Kui Zi Shi (Cuo Kue Cosu) atau guru pertama seorang rahib dari Yanping, Fujian (arca mengenakan jubah kuning dan tangannya memegang kipas); macan (harimau) putih yang ditempatkan dalam suatu kotak yang berbentuk rumah; Cheng Huan Yi (Seng Ho Ja) atau dewa sumpah; Tai Sui Ye (Tai Sue Ye); dan Hua-po (Hua-kong hua-bu) sebagai pelinduk anak.

Patung-patung dewa pada bagian samping sebelah belakang (utara) yaitu: (1) Patung Dutho Jiang Jun (Tatmo Co Su) berawjah suram berwarna coklat, mata melotot, berambut keriting dan berjenggot. Ia sebagai dewa yang dapat memberi keselamatan bagi pemujanya; (2) Patung Dewa Ze Hai Zhen Ren (Tik Hai Cin Jin) sebagai pelindung samudera dan di sampingnya berdiri Dewa Wen Chang Gong (Boen Ciong Kong) yang memegang seperti gulungan kertas sebagai ahli sastra, serta ditemani oleh seorang pengawal; (3) Patung Dewa Mi-lei-fo berperawakan gendut, sedang tertawa, duduk dengan satu lutut terangkat, sehingga perutnya kelihatan. Ia dapat memberikan kebahagiaan kepada orang lain bagi yang memujanya; dan (4) Xuan Tan Gong (Hian Tan Kong), ia sebagai tempat meminta pertolongan oleh orang sakit agar sembuh. Ia berjenggot, memakai pakaian kebesaran dan mahkota, lima orang pengawal bersenjatakan pedang.

Dewa-dewa yang berada di bagian samping sebelah barat dimulai dari utara, yaitu: (1) Dewa Fu De Zheng Shan atau Hok Tek Ceng Sin (dewa bumi) dengan dua pengawalnya yang berwajah hitam. Ciri-cirinya yaitu orang tua berjenggot, bermahkota, dan berwajah merah; (2) Cai Shen Ye (Chay Sin Ja) atau dewa bintang kekayaan. Ia ahli menghimpun kekayaan. Dewa ini disertai pendamping yang berdiri di sampingnya; (3) Macan agak besar dan dikelilingi empat macan kecil, orang memuja agar terhindar dari kesakitan; (4) Himpunan arca-patung dewa yang merupakan sumbangan orang-orang. Selain itu, ada tempat penyimpanan papan nama serta foto para pendeta yang telah meninggal di kelenteng ini.

c. Halaman
Di sebelah selatan terdapat sebuah gapura besar menyerupai gerbang dengan bagian atap yang tertutup. Bentuk ini disebut tipe pai lou (jenis paduraksa). Gerbang ini menyatu dengan tembok pagar yang melebar ke samping. Di tengah gapura terdapat dua daun pintu terbuat dari kayu berwarna merah khas kesenian Cina. Tepat di atas ambang pintu terpampang tulisan “Vihara Dharma Bhakti”. Sementara, di bagian luar sederetan huruf Cina berbunyi “Kim Tek I” pada sisi gapura bagian dalam. Atap gapura berbentuk pelana. Gapura yang lebih kecil terdapat pada pagar tembok sebelah timur. Keduanya juga berbentuk arsitektur Cina, walaupun pintunya bukan dari bahan kayu lagi, melainkan dari besi. Di halaman pertama ini berdiri tiga bangunan kelenteng lainnya yang semuanya menghadap ke arah timur. Halaman kelenteng dipergunakan untuk upacara-upacara tertentu hingga sekarang.

Halaman lainnya dibatasi pagar tembok setinggi 170 cm. Pintu masuk ke halaman ini terbuat dari besi (berada di tengah tembok). Bagian atasnya terpampang tulisan “Yayasan Vihara Dharma Bhakti”. Di masa lalu lapangan di dalam lingkup halaman ini merupakan sebuah taman kecil yang dihiasi tanaman, namun sekarang dengan semakin banyaknya jumlah umat yang bersembahyang diubah menjadi pelataran berlantai semen. Di bagian tengah halaman ini, tepatnya di muka bangunan kelenteng, berdiri sebuah bangunan segi delapan tanpa dinding yang ditopang oleh tiang kecil-kecil berjumlah empat buah. Atapnya juga berdenah segi delapan bersusun dua. Setiap jurainya mengarah ke atas. Bagian puncaknya dihiasi bunga teratai yang sedang mekar.

Di tengah bangunan terdapat sebuah wadah terbuat dari kuningan, berdiameter 85 cm. Wadah ini diletakkan di atas alas berbentuk bunga teratai berfungsi untuk tempat menancapkan hio setelah melaksanakan sembahyang kepada Thian (Tuhan). Di halaman ini terdapat sepasang patung singa (bougushi) berdiri di atas laping setinggi 70 cm yang berfungsi sebagai penjaga. Tinggi patung singa 80 cm, terbuat dari batu berada di kiri dan kanan halaman. Bangunan lainnya adalah dua buah balai pengobatan yang terletak di sebelah barat (bersebelahan dengan Vihara Dharma Bakti). Sedangkan, lainnya tepat di sisi timur bangunan utama Kelenteng Jin De Yuan.

Sumber:
Supardi, Nunus, dkk,. 2000. Kelenteng Kuno di DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
http://community.siutao.com
http://www.detiknews.com
http://www.geocities.com
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive