Sekura
Sekura umumnya ditampilkan dalam tarian topeng pada pesta adat sekuran atau sekuraan yang diadakan setiap awal bulan Syawal. Pesta ini merupakan pesta rakyat yang diselenggarakan sebagai ungkapan rasa syukur, sukacita dan perenungan terhadap sikap dan tingkah laku.
Dalam tarian topeng, sekura dibagi menjadi beberapa karakter menurut penokohannya, yaitu: sekura anak, sekura tuha, sekura kesatria, sekura cacat, sakura raksasa, dan sekura binatang. Namun, dari enam jenis penokohan tersebut sekura secara umum dapat dikategorikan menjadi dua jenis. Jenis yang pertama disebut sekura kecah yang artinya sekura bersih. Sekura ini sering disebut juga sekura betik atau sekura helau.
Sesuai dengan namanya, sekura kecah mengenakan kostum yang bersih dan rapi. Sekura kecah khusus diperankan oleh menghanai (laki-laki yang belum beristri). Sekura ini berfungsi sebagai pemeriah dan peramai peserta. Mereka berkeliling pekon (dusun) untuk melihat-lihat dan berjumpa dengan gadis pujaan. Selain itu, sekura ini juga berfungsi sebagai pengawal sanak saudara yang menyaksikan atraksi topeng. Mereka membawa senjata pusaka-kini simbolis saja, sebagai simbol menjaga gadis atau muli bathin (anak pangeran) yang menyaksikan pesta topeng agar terhindar dari sekura kamak yang jahat. Mereka juga menunjukkan kemewahan dan kekayaan materi yang dapat terlihat dari selendang yang dikenakannya. Secara simbolis banyaknya selendang mengartikan sekura itu adalah meghanai yang baik.
Sedangkan, sekura kedua disebut sekura kamak yang artinya sekura kotor atau sekura jahat. Busana yang dikenakan tidak hanya pakaian sehari-hari yang digunakan dalam menggarap kebun, tetapi dapat juga dari segala jenis tumbuhan yang diikatkan di tubuh. Sekura kamak tidak hanya digunakan oleh meghanai, tetapi bisa juga dibawakan oleh pria yang sudah beristri. Mereka berfungsi sebagai penghibur dalam sekuraan. Sekuraan ini berkeliling kampung untuk kemudian singgah ke rumah-rumah penduduk. Masyarakat yang dikunjungi wajib menyediakan makanan dan minuman yang diperuntukkan sekura yang datang ke rumahnya. Dalam pesta sekuraan ini, kadang ditampilkan atraksi pencak silat (silek), nyambai ( menyanyikan bait-bait pantun yang diiringi dengan tetabuhan terbangan (rebana) satu. Pantun ini biasanya ditujukan pada muli (gadis).
Sebagai catatan, konon topeng sekuran dahulu digunakan oleh orang-orang sakti yang mampu meubah wajah dan fisik mereka hingga tak dapat dikenali lagi. Setelah mengenakan topeng mereka kemudian memata-matai atau mendatangi masyarakat untuk hanya sekadar menanyakan kabar atau terkadang juga menyampaikan petuah-petuah agar menempuh jalan yang lurus. Selain itu, mereka juga tidak jarang meringkus para penjahat yang dinilai meresahkan masyarakat.
Tupping
Untuk jenis topeng Lampung yang lainnya, yaitu tupping, biasanya digunakan dalam pertunjukan drama tari tupping yang menggambarkan patriotisme keprajuritan dari pasukan tempur dan pengawal rahasia Radin Inten I (1751-1828), Radin Imba II (1828 -1834) dan Radin Inten II (1834 - 1856) di daerah Kalianda Lampung Selatan. Dilihat dari segi penokohannya topeng dalam Drama Tari Tupping terdiri dari: kesatria, kesatria kasar, kesatria sakti, kesatria putrid, tokoh pelawak, dan tokoh bijak dan sakti. Tari tupping juga dilakukan pada rangkaian pesta perkawinan atau pada acara penyambutan tamu besar.
Tupping yang ada di daerah Lampung, khususnya di Canti dan Kuripan, jumlahnya hanya 12 buah. Tidak bisa lebih, tidak bisa kurang, dan tidak boleh ditiru. Tupping-tupping ini diyakini memilki kekuatan gaib dan tidak semua orang boleh memakainya. Dan, meskipun sekarang sudah jadi bagian kesenian, berbagai ritual khusus harus dilakukan sebelum mengenakan topeng-topeng ini.
Topeng Kuripan hanya bisa dikenakan oleh keturunan 12 punggawa yang antara lain berada di Desa Tataan, Taman Baru dan Kuripan. Di daerah Canti tupping hanya bisa dikenakan oleh lelaki yang berumur 20 tahun. Kalau ada warga yang ingin memakai, mereka bisa minta izin pada Dalom Marga Ratu. Kelalaian dalam mentaati aturan-aturan ini akan mengakibatkan kejadian yang tidak diinginkan pada yang memakainya. Kedua topeng ini, baik Topeng Kuripan dan Topeng Canti diyakini menyimpan beragam muatan seperti histories, simbol budaya, nilai ritual, dan struktur sosial politik. (ali gufron)
Foto: http://b3guw4ij3j4m4.blogspot.com/2010/01/pesona-topeng-lampung.html
Sumber: http://www.indonesiamedia.com/2005/11/mid/budaya/topeng%20lampung.htm http://sikamala.wordpress.com/2010/01/24/sekura-dan-tuping/ http://fachruddin54.blogspot.com/