Lakbok adalah nama salah satu kecamatan yang secara administratif berada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Konon, kecamatan ini dahulu adalah sebuah leuweung ganggong atau hutan yang sangat angker dan belum terjamah manusia. Ia awalnya berada dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Sukapura yang pada tahun 1913 berunah nama menjadi Tasikmalaya.
Lakbok mulai dibuka menjadi kawasan pemukiman atas inisiatif Dalem RAA Wiratanuningrat, Bupati Sukapura ke-14 yang berkuasa antara tahun 1908-1937. Pembukaan diawali dengan pembuatan selokan guna pengeringan rawa. Selanjutnya, RAA Wiratanuningrat mengeluarkan surat berstempel “Cap Singa” berisi pemberian hak kepemilikan tanah pada masyarakat. Selama belum menjadi hak milik pepohonan besar yang berada di sekitarnya tidak boleh ditebang.
Surat berstempel itu rupanya menarik banyak orang untuk bermukim di Lakbok. Mereka tidak hanya berasal dari daerah sekitar leuweung ganggong saja, melainkan juga dari daerah perbatasan di Jawa Tengah. Dan, sejak saat itu banyak orang Jawa Tengah bermukim di Lakbok.
Para pemukim Lakbok bermatapencaharian sebagai petani. Seusai panen mereka selalu mengadakan kenduri sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada kenduri yang diadakan besar-besaran tanggal 16 Juni 1926 dihadiri juga oleh RAA Wiratanuningrat. Saat hendak kembali ke Sukapura, Bupati melihat ada sekelompok orang bermain layang-layang di areal persawahan yang telah dipanen. Senang melihat kegembiraan mereka, Bupati kemudian menyarankan agar layang-layang lebih digalakkan terutama usai panen raya.
Saran Bupati rupanya diindahkan oleh penduduk Lakbok. Mereka kemudian mengembangkan layang-layang sebagai sarana hiburan usai panen. Saat ini, sedikitnya ada tiga jenis layang-layang di daerah Lakbok, yaitu (1) Sendaren yang terdiri atas tanggalan, kapal/kapalan, dan kampretan. Layangan sendaren lebih mengunggulkan keindahan ketika berada di udara; (2) Kodokan yang lebih bersifat untuk kompetisi menggunakan gelasan (diadu). Layang-layang kodokan ada yang diberi ekor dan ada pula yang tidak berekor; dan (3) kapas yang juga untuk kompetisi namun bukan diadu hingga putus melainkan paling lama berada di udara.
Layang Lakbok merupakan jenis layang-layang kapas yang dibuat seringan mungkin agar dapat bertahan di udara dalam waktu lama dengan kondisi angin yang tidak terlalu kencang. Layang-layang ini mulai muncul sekitar tahun 1990-an saat ada inovasi dari kalangan muda untuk menambahkan lampu pada bagian badan layang-layang yang berasal dari daya baterai jam tangan. Oleh karena menggunakan lampu, maka layang lakbok mulai diterbangkan dari sore hingga malam hari.
Kompetisi layang lakbok dilakukan dengan cara menerbangkan secara bersamaan puluhan layang-layang lalu diikat menjadi satu dan ditinggalkan. Pemenang adalah peserta yang layang-layangnya paling lama mengudara dibanding layang-layang milik kompetitor lainnya. Adapun hadiahnya bermacam-macam, dari sepeda motor hingga sehelai kain sarung.
Proses pembuatan Layang Lakbok
Layang lakbok dibuat dari batang bambu untuk bagian rangka dan plastik tipis sebagai penutupnya. Batang bambu yang akan dijadikan kerangka layang-layang haruslah kering, sebab apabila basah akan mudah patah. Proses pembuatannya sendiri diawali dengan menyerut sejumlah bambu membentuk lingkaran dengan panjang sekitar 50 centimeter atau sesuai selera si pembuat dan berdiameter sangat kecil. Ukuran diameter lingkaran bambu berpatokan pada lubang cotton buds (korek kuping). Apabila bambu dapat dimasukkan dalam lubang cotton buds, maka layak untuk dijadikan kerangka.
Selanjutnya bambu dirangkai sedemikian rupa membentuk kerangka. Agar dapat menyatu, bambu-bambu itu disambung menggunakan potongan cotton buds yang telah dilumuri lem kayu. Setelah kerangka terbentuk, langkah berikutnya adalah merekatkan plastik tipis pada kerangka. Plastik yang digunakan bukanlah plastik baru, melainkan diambil dari pelindung tanaman yang sedang disemai.
Terakhir, bagian tengah rangka diberi lampu yang disambungkan ke sebuah beterai kecil berbentuk bulat pipih. Agar menghemat daya baterai, Pemasangan lampu dilakukan pada saat akan menerbangkan layangan di tanah lapang atau di areal persawahan yang telah dipanen.
Nilai Budaya
Apabila dicermati Layang Lakbok mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu di antaranya adalah: kerja keras, ketekunan, kecermatan, kreativitas, serta persaingan. Nilai kerja keras tercermin dalam proses pembuatan mulai dari mencari bambu, membentuknya menjadi sebuah layang-layang, hingga menerbangkannya. Nilai ketekunan, kecermatan, dan kreatifitas juga tercermin dalam proses pembuatan layang lakbok. Tanpa ketekunan, kecermatan, dan kreatifitas mustahil dapat membuat sebuah layang-layang yang sangat ringan dan dapat terbang berjam-jam di udara. Dan, nilai persaingan tercermin dari maksud pembuatan layang lakbok sebagai alat untuk berkompetisi dalam sebuah perlombaan (gufron).
Lakbok mulai dibuka menjadi kawasan pemukiman atas inisiatif Dalem RAA Wiratanuningrat, Bupati Sukapura ke-14 yang berkuasa antara tahun 1908-1937. Pembukaan diawali dengan pembuatan selokan guna pengeringan rawa. Selanjutnya, RAA Wiratanuningrat mengeluarkan surat berstempel “Cap Singa” berisi pemberian hak kepemilikan tanah pada masyarakat. Selama belum menjadi hak milik pepohonan besar yang berada di sekitarnya tidak boleh ditebang.
Surat berstempel itu rupanya menarik banyak orang untuk bermukim di Lakbok. Mereka tidak hanya berasal dari daerah sekitar leuweung ganggong saja, melainkan juga dari daerah perbatasan di Jawa Tengah. Dan, sejak saat itu banyak orang Jawa Tengah bermukim di Lakbok.
Para pemukim Lakbok bermatapencaharian sebagai petani. Seusai panen mereka selalu mengadakan kenduri sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada kenduri yang diadakan besar-besaran tanggal 16 Juni 1926 dihadiri juga oleh RAA Wiratanuningrat. Saat hendak kembali ke Sukapura, Bupati melihat ada sekelompok orang bermain layang-layang di areal persawahan yang telah dipanen. Senang melihat kegembiraan mereka, Bupati kemudian menyarankan agar layang-layang lebih digalakkan terutama usai panen raya.
Saran Bupati rupanya diindahkan oleh penduduk Lakbok. Mereka kemudian mengembangkan layang-layang sebagai sarana hiburan usai panen. Saat ini, sedikitnya ada tiga jenis layang-layang di daerah Lakbok, yaitu (1) Sendaren yang terdiri atas tanggalan, kapal/kapalan, dan kampretan. Layangan sendaren lebih mengunggulkan keindahan ketika berada di udara; (2) Kodokan yang lebih bersifat untuk kompetisi menggunakan gelasan (diadu). Layang-layang kodokan ada yang diberi ekor dan ada pula yang tidak berekor; dan (3) kapas yang juga untuk kompetisi namun bukan diadu hingga putus melainkan paling lama berada di udara.
Layang Lakbok merupakan jenis layang-layang kapas yang dibuat seringan mungkin agar dapat bertahan di udara dalam waktu lama dengan kondisi angin yang tidak terlalu kencang. Layang-layang ini mulai muncul sekitar tahun 1990-an saat ada inovasi dari kalangan muda untuk menambahkan lampu pada bagian badan layang-layang yang berasal dari daya baterai jam tangan. Oleh karena menggunakan lampu, maka layang lakbok mulai diterbangkan dari sore hingga malam hari.
Kompetisi layang lakbok dilakukan dengan cara menerbangkan secara bersamaan puluhan layang-layang lalu diikat menjadi satu dan ditinggalkan. Pemenang adalah peserta yang layang-layangnya paling lama mengudara dibanding layang-layang milik kompetitor lainnya. Adapun hadiahnya bermacam-macam, dari sepeda motor hingga sehelai kain sarung.
Proses pembuatan Layang Lakbok
Layang lakbok dibuat dari batang bambu untuk bagian rangka dan plastik tipis sebagai penutupnya. Batang bambu yang akan dijadikan kerangka layang-layang haruslah kering, sebab apabila basah akan mudah patah. Proses pembuatannya sendiri diawali dengan menyerut sejumlah bambu membentuk lingkaran dengan panjang sekitar 50 centimeter atau sesuai selera si pembuat dan berdiameter sangat kecil. Ukuran diameter lingkaran bambu berpatokan pada lubang cotton buds (korek kuping). Apabila bambu dapat dimasukkan dalam lubang cotton buds, maka layak untuk dijadikan kerangka.
Selanjutnya bambu dirangkai sedemikian rupa membentuk kerangka. Agar dapat menyatu, bambu-bambu itu disambung menggunakan potongan cotton buds yang telah dilumuri lem kayu. Setelah kerangka terbentuk, langkah berikutnya adalah merekatkan plastik tipis pada kerangka. Plastik yang digunakan bukanlah plastik baru, melainkan diambil dari pelindung tanaman yang sedang disemai.
Terakhir, bagian tengah rangka diberi lampu yang disambungkan ke sebuah beterai kecil berbentuk bulat pipih. Agar menghemat daya baterai, Pemasangan lampu dilakukan pada saat akan menerbangkan layangan di tanah lapang atau di areal persawahan yang telah dipanen.
Nilai Budaya
Apabila dicermati Layang Lakbok mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama. Nilai-nilai itu di antaranya adalah: kerja keras, ketekunan, kecermatan, kreativitas, serta persaingan. Nilai kerja keras tercermin dalam proses pembuatan mulai dari mencari bambu, membentuknya menjadi sebuah layang-layang, hingga menerbangkannya. Nilai ketekunan, kecermatan, dan kreatifitas juga tercermin dalam proses pembuatan layang lakbok. Tanpa ketekunan, kecermatan, dan kreatifitas mustahil dapat membuat sebuah layang-layang yang sangat ringan dan dapat terbang berjam-jam di udara. Dan, nilai persaingan tercermin dari maksud pembuatan layang lakbok sebagai alat untuk berkompetisi dalam sebuah perlombaan (gufron).