Upacara Adat Nyadar di Desa Kebundadap Barat, Madura

Upacara adat nyadar erat kaitannya dengan seorang pangeran bernama Anggosuto. Konon, Sang Pangeran sangat berjasa bagi masyarakat Madura, khususnya masyarakat Pinggir Papas dalam membuat garam. Selain itu, berkat Beliau pula para tentara Bali yang kalah dari pasukan keraton Sumenep terselamatkan. Pangeran Aggosuto memberi jaminan kepada Raja Sumenep bahwa sisa tertara Bali yang ada di Pinggir Papas menjadi tanggung jawabnya. Jaminan tadi diterima oleh Raja Sumenep, sehingga tentara Bali tersebut menjadi cikal bakal penghuni daerah Pinggir Papas. Untuk mengingat jasanya, diadakanlah upacara Nyadar di areal pemakaman Pangeran Anggosuto. Sebagai suatu kompleks, pemakaman Pangeran Anggosuto terdiri atas: bebengo (pendopo) yang berhadap dengan dua pintu gerbang (labeng agung), labeng agung dhalem, dan labeng agung lowar. Bentuk pintu gerbang bagian luar lebih besar dan tinggi dibanding bagian luar (lebih kecil dan pendek). Pintu tersebut terletak di antara makam Anggosuto dan makam Syeh Kuasa.

Pelaksanaan nyadar didasarkan pada perhitungan bergesernya matahari dari equator menuju garis balik utara (23,5° Lintang Utara) antara tanggal 21 Maret dan 21 Juni. Pada posisi itu bintang Karteka (Kartika) dan bintang Nanggele (Bajak) muncul dari arah timur sebagai tanda musim kemarau telah tiba. Hari yang ditetapkan untuk pelaksanaan upacara adalah Jumat (hari pertama) dan Sabtu (hari kedua). Penentuan tanggal pelaksanaan ditetapkan oleh penghulu yang melaporkan kepada ketua adat dan diputuskan (disyahkan) melalui musyawarah. Hasilnya tidak diumumkan secara terbuka, melainkan disebarkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Sebelum upacara dilaksanakan, sebagai persiapan, ada kegiatan yang disebut korabhan, yaitu pengecatan kompleks pemakaman. Kegiatan ini dilakukan oleh empat kelompok yang terdiri dari keturunan Anggosuto, Syeh Kuasa, Embah Dukun, dan Embah Bangsa. Upacara nyadar itu sendiri dipimpin oleh empat orang berdasarkan asal-usul leluhurnya. Mereka memimpin bersama-sama. Tiap keputusan merupakan hasil keputusan musyawarah dengan tokoh lainnya. Para pemimpin itu dibantu oleh seorang penghulu yang dilantik pada saat pelaksanaan upacara nyadar.

Upacara nyadar di Desa Kebundadap Barat, Kecamatan Saronggi merupakan upacara rutin yang dilaksanakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu bulan: Juli (Nyadar Pertama), Agustus (Nyadar Kedua), dan September (Nyadar Ketiga). Pelaksanaan berbagai nyadar itu adalah sebagai berikut.

Nyadar pertama pada dasarnya adalah ziarah (nyekar). Nyadar ini dilakukan pada hari Jumat. Sebagai tanda bahwa seseorang telah mengikuti nyadar pertama adalah bahwa yang bersangkutan ada tandanya, yaitu ada bedak cair yang menempel di bagian belakang telinga atau dahinya. Penanda tersebut diyakini dapat bebas dari gangguan makhluk halus. Selanjutnya, penaruhan tumpeng dilakukan pada hari kedua (Sabtu). Tumpeng tersebut ditaruh di bawah pohon asem yang ada di sekitar pemakaman. Kegiatan ini disebut sebagai upacara knoman. Kemudian, salah seorang penghulu menghitung panjheng dan membaca mantra. Dengan cara seperti itu, konon Sang Penghulu dapat mengetahui siapa-siapa yang tidak hadir. Bagi yang tidak hadir diwajibkan mengadakan upacara nyadar di rumahnya.

Nyadar kedua dilaksanakan sebulan setelah nyadar pertama. Dalam nyadar kedua ini senjata milik Anggosuto yang berupa keris dan kodik perangshang dikeluarkan dari pasarean. Kedua senjata tersebut dibawa ke pintu gerbang kompleks pemakaman, kemudian diberi doa. Setelah itu, dikembalikan ke tempat semula.

Nyadar ketiga pada dasarnya adalah pembacaan Layang Jati Suara dan Layang Sempurnaning Sembah secara serentak di pasarean ke empat tokoh yang dihormati. Kedua layang tersebut berisi pengetahuan tentang sikap dan perilaku seorang hamba Allah.

Nilai Budaya
Apaila dicermati, ada beberapa nilai budaya yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidup bersama di masyarakat. adapun nilai budaya tersebut diantaranya adalah. kebersamaan, gotong-royong, penghormatan. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya masyarakat dalam satu tempat untuk mengadakan upacara. nilai gotong-royong tercermin dari semua pihak yang saling bahu membahu agar pelaksanaan upacara berjalan lancar. Dalam hal ini ada yang menjadi pemimpin upacara, peserta, dan lain sebagainya. Sementara nilai penghormatan tercermin dari upacara itu sendiri yang ditujukan untuk mengenang jasa Pangeran Anggosuto bagi masyarakat Desa Kebundadap.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive