Pada bagian bawah patung telapak tangan penari ditopang oleh lapik persegi empat bertingkat tiga. Lapik paling bawah berukuran lebih besar dari lapik di atasnya. Lapik teratas dihias relief kepala burung garuda di setiap sisinya, lapik bagian tengah diisi oleh relief mahkota siger. Burung garuda (biasanya bersama Rato) dipercaya sebagai tungganggan para raja zaman dahulu. Oleh karena itu, dalam prosesi begawai patung burung garuda selalu dihadirkan sebagai pelengkap dalam urut-urutan upacara.
Relief lain yang ada di telapak tangan penari adalah pepadun atau tahta kedudukan penyimbang tempat seseorang duduk dalam kerajaan adat. Pepadun khusus digunakan pada saat pengambilan gelar kepenyimbangan (pimpinan adat). Pepadun juga digunakan sebagai identitas subsukubangsa untuk membedakan dengan masyarakat Lampung lain yaitu Saibatin. Pepadun sendiri dalam bahasa Lampung berarti berunding yang diperkirakan pertama kali didirikan oleh masyarakat Abung sekitar abad ke-17 di zaman seba Banten. Pada abad ke-18 adat pepadun berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang Bawangm dan Way Seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke-19 disempurnakan dengan masyarakat kebuayan inti dan kebuayan tambahan sehingga melahirkan Mego Pak Tulang Bawang (Marga Empat Tulang Bawang), Abung Siwo Mego, dan Pubian Telu Suku.
Foto: Ali Gufron