(Cerita Rakyat DKI Jakarta)
Alkisah, di sebuah hutan ada seekor merak yang sangat sombong karena memiliki bulu indah serta suara amat merdu. Dia selalu saja memakerkan kelebihannya itu pada seluruh penghuni hutan. Hal ini berbanding terbalik dengan kutilang yang bertubuh kecil dan suaranya amatlah buruk. Apabila bertemu dengan penghuni hutan lainnya dia selalu menjadi bahan olok-olokan. Tetapi hal itu tidak merisaukannya. Dia tetap riang gembira dan suka menolong sesama.
Suatu hari, Kutilang melihat ada sekelompok bunga yang tertunduk layu. Penasaran, dia pun menghampiri mereka. Namun ketika ditanya, para bunga tidak menjawab. Mereka hanya menggeleng lemah lalu tertunduk lagi. Oleh karena tidak puas hanya mendapat jawaban berupa gelengan, Kutilang lalu terbang berkeliling di sekitar kumpulan bunga layu itu untuk mencari tahu masalahnya.
"Wah, pantas saja mereka menjadi layu," pikir Kutilang ketika melihat peri bunga tergeletak lemah tak berdaya di antara akar-akar pohon waru.
Ketika telah berada dekat dengan sang Peri Bunga, Kutilang bertanya, "Apa yang terjadi denganmu wahai peri?"
"Sayapku patah dipatuk Merak," jawab Peri Bunga Lemah.
"Kenapa dia berbuat begitu padamu?" tanya Kutilang.
"Dia terlalu sombong sehingga aku menolak memujinya," jawab Peri Bunga.
"Sudahlah, dia memang begitu. Lebih baik aku mengobatimu, tetapi bagaimana caranya yah?" tanya Kutilang bingung.
"Obatnya hanyalah sari bunga anggrek bulan. Tapi bunga itu hanya tumbuh di puncak pohon yang sulit dijangkau, sementara aku tidak dapat terbang lagi," ujar Peri Bunga memelas.
"Jangan khawatir, sekarang engkau naiklah ke punggungku. Aku akan membawamu ke puncak pohon meranti. Kalau tidak salah lihat, di sana ada sekuntum anggrek bulan," jawab Kutilang panjang lebar.
"Tubuhmu kan kecil. Apa engkau kuat membawaku?" tanya Peri Bunga ragu.
"Tubuhmu juga kecil. Kita coba aja. Nanti kalo tidak kuat paling jatuh, hehehe," jawab Kutilang sambil meringis.
Walau masih ragu, secara perlahan Peri Bunga naik ke punggung Kutilang. Tidak lama kemudian Kutilang terbang dengan susah payah menuju puncak pohon meranti. Namun, karena beban yang dibawanya terlalu berat, dia hanya dapat hinggap di ranting dekat anggrek bulan. Selama beberapa saat mereka hanya diam saja. Kutilang sudah tidak sangup lagi mencapai sari bunga anggrek karena nyaris kehabisan nafas, sementara Peri Bunga juga tidak sanggup karena tubuhnya terlalu lemah.
Melihat mereka tergeletak lemah anggrek bulan segera merundukkan tubuh dan menyodorkan sari madunya ke mulut Peri Bunga. Setelah meminumnya setetes Peri Bunga sembuh dan dapat mengepakkan sayapnya kembali. Bersamaan dengan sembuhnya sang peri, para bunga kembali ceria seperti sedia kala. Tetapi ketika Sang Peri hendak menghampiri kutilang, ternyats binatang itu tengah tertelentang dan nyaris kehabisan nafas. Sontak saja Peri Bunga segera terbang menuju anggrek bulan dan meminta setetes madu lagi untuk menyembuhkan Kutilang.
Singkat cerita, setelah diberi setetes madu anggrek bulan Kutilang langsung segar bugar seperti sedia kala. Selain itu, sebagai ungkapan terima kasih, melalui kesaktiannya Peri Bunga mengalihkan suara merdu Merak pada Kutilang. Sebaliknya, suara parau Kutilang dialihkan pada Merak sebagai hukuman atas kesombongannya. Dan sejak saat itu, Kutilang pun memiliki suara merdu, sementara Merak, walau memiliki bulu yang sangat indah, tetapi suaranya parau.
Diceritakan kembali oleh Gufron