Riwayat Singkat
Hadi Mulyadi atau lebih dikenal dengan nama Fan Tek Fong adalah salah seorang bintang sepak bola Indonesia era 1960-an dan awal 70-an. Lelaki yang akrab disapa Tek Fong ini lahir di Serang, Banten, pada tanggal 19 September 19431. Tek Fong mulai kenal dengan dunia sepak bola ketika usianya masih sekitar 10 tahun. Waktu itu, hampir setiap hari dia datang ke Petak Sinkian untuk bermain bola sambil memperhatikan Thio Him Tjiang, Djamiaat Dhalhar, Kwee Kiat Sek, Chris Ong, dan van der Vin berlatih bola dalam Klub Union Makes Strength (UMS) di bawah bimbingan pelatih Dokter Endang Witarsa (Liem Sun Yu)2.
Oleh karena sering juga memperhatikan Tek Fong bermain bola bersama kawan-kawannya, dan melihat ada suatu "kelebihan" pada kakinya, pada tahun 1960 Endang Witarsa menerimanya bergabung dengan Union Makes Strength. Hampir bersamaan dengan masuknya Tek Fong, masuk pula Reni Silaki, Yuda Hadianto, Kwee Tik Liong, dan Surya Lesmana3.
Bersama Endang Witarsa, Tek Fong tidak hanya dididik menjadi seorang libero handal, tetapi juga diajarkan bagaimana menjalani kehidupan di luar lapangan sepak bola. Hasilnya, dia pun menjadi pemain yang sangat bersahaja, jujur, tidak sombong, selalu memelihara pertemanan, dan mudah diajak bicara oleh orang yang seusia maupun jauh di bawahnya. Seluruh ajaran tersebut membuat Endang Witarsa tampil sebagai sosok idola, sumber inspirasi, sekaligus guru yang menjadi panutan bagi Tek Fong.
Demikin pula sebaliknya, Endang Witarsa menganggap Tek Fong sebagai anak didik yang memiliki potensi sangat menjanjikan. Oleh karena itu, ketika dipercaya sebagai pelatih Persija pada tahun 1963, Endang turut membawa serta Tek Fong untuk bergabung dalam klub itu. Dan, bersama dengan Soetjipto Suntoro, Taher Yusuf, Domingus Wawayae, dan pemain lainnya mereka berhasil membawa Persija merebut piala Perserikatan pada tahun 19634.
Sukses membawa Persija ke tangga juara, Endang Witarsa ditunjuk sebagai pelatih tim nasional Indonesia. Dia pun membawa Tek Fong lagi untuk menjadi libero di barisan belakang timnas. Di sinilah prestasi Tek Fong kian cemerlang. Bersama dengan Seotjipto Soentoro, Abdul Kadir, Risdianto, Surya Lesmana, Yakob Sihasale, Reni Salaki, Yuswardi, Anwar Udjang dan pemain lainnya, Tek Fong berhasil meraih gelar juara bagi Indonesia. Gelar tersebut adalah: (1) juara Aga Khan Cup 1967 di Dhaka, Bangladesh; (2) Juara King's Cup 1968 di Bangkok, Thailand; dan (3) juara Merdeka Games 1969 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Prestasi ciamik Tek Fong membuatnya dilirik banyak klub besar di Indonesia. Salah satunya adalah Pardedetex milik pengusaha asal Medan T.D Pardede. Walhasil, pada tahun 1969 Tek Fong hijrah ke Medan guna memperkuat barisan belakang Pardedetex. Namun, Tek Fong hanya bertahan di klub tersebut selama beberapa musim saja. Pada tahun 1972, Endang Witarsa yang saat itu menjadi pelatih Klub Warna Agung memintanya untuk bergabung. Alasannya, sang pemilik (Benny Mulyono) meminta Endang menarik sejumlah pemain nasional agar klub pabrik cat yang bermarkas di Jalan Pangeran Jayakarta itu dapat mencuat namanya.
Selain membela Warna Agung bersama Risdianto, Rully Nere, M. Basri, Yakob Sihasale, Timo Kapissa, dan Robby Binur, Warna Agung mencapai puncak kejayaannya, Tek Fong juga masih ditunjuk memperkuat squad tim nasional Indonesia. Bahkan, bersama pasukan merah putih Tek Fong dapat mempersembahkan trofi Anniversary Cup di Jakarta pada tahun 1972 dan trofi Pesta Sukan di Singapura pada tahun yang sama.
Kemenangan membela timnas Indonesia dalam Pesta Sukan di Singapura merupakan puncak karier Tek Fong sebagai pemain sepak bola, sebab beberapa tahun kemudian dia banting stir menjadi pelatih. Tok Fong ingin membaktikan diri sebagai salah seorang pelatih di Union Makes Strength (UMS), klub berusia lebih dari 100 tahun yang telah mengangkat dan membesarkan namanya. Salah satu prestasinya sebagai pelatih UMS adalah berhasil mengorbitkan Robo Solissa menjadi anggota Divisi Utama dalam Klub Persija. Robo Solissa merupakan anak didik Tek Fong yang dianggap paling cemerlang. Nyong Ambon ini dididik selama tiga tahun di Sekolah Sepak Bola UMS di Petak Sinkian.
Sukses menjadi pemain dan juga pelatih tidak lantas membuat Tek Fong hidup mentereng. Dia tetap bersahaja dan easy going walau tidak memiliki apa-apa kecuali kebanggaan akan masa lalunya. Aktivitas kesehariannya, apabila tidak sedang melatih di Petak Sinkian Tek Fong sering berkunjung ke Kantor Sekretariat PSSI di kawasan Senayan untuk sekadar berbagi cerita masa lalu dengan Idrus, karyawan paling senior di PSSI2. Pada malam hari biasanya dia akan bersantap sambil bersenda gurau bersama kerabat dan sahabatnya di sebuah kedai di bilangan Petak Sinkian. Suatu malam, ketika sedang bersenda gurau di kedai pada Ahad tanggal 31 Januari 2011 pukul 19.00 WIB, mendadak Tek Fong terkena serangan jantung. Ayah dari dua orang anak dan tiga cucu ini sempat dilarikan ke RS Husada di kawasan Mangga Besar. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain dan keburu memanggilnya sebelum sempat menjalani perawatan1. (Gufron)
Foto: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/21/Fan-tek-fong.jpg/220px-Fan-tek-fong.jpg
Sumber:
1. "Mantan Pemain Timnas Fan Tek Fong Wafat", diakses dari http://bola.tempo.co /read/news/2011/01/31/099310122/mantan-pemain-timnas-fan-tek-fong-wafat, tanggal 26 Agustus 2015.
2. "Mulyadi (Pemain Sepak Bola)", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mulyadi_(pemain _sepak_bola), tanggal 26 Agustus 2015.
3. "Mantan Pemain Timnas Fan Tek Fong Meninggal Dunia", diakses dari http://www. republika.co.id/berita/sepakbola/bolamania/11/01/31/161600-mantan-pemain-timnas-fan-tek-fong-meninggal-dunia, tanggal 27 Agustus 2015.
4. "Legenda Indonesia, Fan Tek Fong Meninggal", diakses dari http://bola.kompas.com/read /2011/01/31/14101621/Legenda.Indonesia..Fan.Tek.Fong.Meninggal, tanggal 27 Agustus 2015.
Hadi Mulyadi atau lebih dikenal dengan nama Fan Tek Fong adalah salah seorang bintang sepak bola Indonesia era 1960-an dan awal 70-an. Lelaki yang akrab disapa Tek Fong ini lahir di Serang, Banten, pada tanggal 19 September 19431. Tek Fong mulai kenal dengan dunia sepak bola ketika usianya masih sekitar 10 tahun. Waktu itu, hampir setiap hari dia datang ke Petak Sinkian untuk bermain bola sambil memperhatikan Thio Him Tjiang, Djamiaat Dhalhar, Kwee Kiat Sek, Chris Ong, dan van der Vin berlatih bola dalam Klub Union Makes Strength (UMS) di bawah bimbingan pelatih Dokter Endang Witarsa (Liem Sun Yu)2.
Oleh karena sering juga memperhatikan Tek Fong bermain bola bersama kawan-kawannya, dan melihat ada suatu "kelebihan" pada kakinya, pada tahun 1960 Endang Witarsa menerimanya bergabung dengan Union Makes Strength. Hampir bersamaan dengan masuknya Tek Fong, masuk pula Reni Silaki, Yuda Hadianto, Kwee Tik Liong, dan Surya Lesmana3.
Bersama Endang Witarsa, Tek Fong tidak hanya dididik menjadi seorang libero handal, tetapi juga diajarkan bagaimana menjalani kehidupan di luar lapangan sepak bola. Hasilnya, dia pun menjadi pemain yang sangat bersahaja, jujur, tidak sombong, selalu memelihara pertemanan, dan mudah diajak bicara oleh orang yang seusia maupun jauh di bawahnya. Seluruh ajaran tersebut membuat Endang Witarsa tampil sebagai sosok idola, sumber inspirasi, sekaligus guru yang menjadi panutan bagi Tek Fong.
Demikin pula sebaliknya, Endang Witarsa menganggap Tek Fong sebagai anak didik yang memiliki potensi sangat menjanjikan. Oleh karena itu, ketika dipercaya sebagai pelatih Persija pada tahun 1963, Endang turut membawa serta Tek Fong untuk bergabung dalam klub itu. Dan, bersama dengan Soetjipto Suntoro, Taher Yusuf, Domingus Wawayae, dan pemain lainnya mereka berhasil membawa Persija merebut piala Perserikatan pada tahun 19634.
Sukses membawa Persija ke tangga juara, Endang Witarsa ditunjuk sebagai pelatih tim nasional Indonesia. Dia pun membawa Tek Fong lagi untuk menjadi libero di barisan belakang timnas. Di sinilah prestasi Tek Fong kian cemerlang. Bersama dengan Seotjipto Soentoro, Abdul Kadir, Risdianto, Surya Lesmana, Yakob Sihasale, Reni Salaki, Yuswardi, Anwar Udjang dan pemain lainnya, Tek Fong berhasil meraih gelar juara bagi Indonesia. Gelar tersebut adalah: (1) juara Aga Khan Cup 1967 di Dhaka, Bangladesh; (2) Juara King's Cup 1968 di Bangkok, Thailand; dan (3) juara Merdeka Games 1969 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Prestasi ciamik Tek Fong membuatnya dilirik banyak klub besar di Indonesia. Salah satunya adalah Pardedetex milik pengusaha asal Medan T.D Pardede. Walhasil, pada tahun 1969 Tek Fong hijrah ke Medan guna memperkuat barisan belakang Pardedetex. Namun, Tek Fong hanya bertahan di klub tersebut selama beberapa musim saja. Pada tahun 1972, Endang Witarsa yang saat itu menjadi pelatih Klub Warna Agung memintanya untuk bergabung. Alasannya, sang pemilik (Benny Mulyono) meminta Endang menarik sejumlah pemain nasional agar klub pabrik cat yang bermarkas di Jalan Pangeran Jayakarta itu dapat mencuat namanya.
Selain membela Warna Agung bersama Risdianto, Rully Nere, M. Basri, Yakob Sihasale, Timo Kapissa, dan Robby Binur, Warna Agung mencapai puncak kejayaannya, Tek Fong juga masih ditunjuk memperkuat squad tim nasional Indonesia. Bahkan, bersama pasukan merah putih Tek Fong dapat mempersembahkan trofi Anniversary Cup di Jakarta pada tahun 1972 dan trofi Pesta Sukan di Singapura pada tahun yang sama.
Kemenangan membela timnas Indonesia dalam Pesta Sukan di Singapura merupakan puncak karier Tek Fong sebagai pemain sepak bola, sebab beberapa tahun kemudian dia banting stir menjadi pelatih. Tok Fong ingin membaktikan diri sebagai salah seorang pelatih di Union Makes Strength (UMS), klub berusia lebih dari 100 tahun yang telah mengangkat dan membesarkan namanya. Salah satu prestasinya sebagai pelatih UMS adalah berhasil mengorbitkan Robo Solissa menjadi anggota Divisi Utama dalam Klub Persija. Robo Solissa merupakan anak didik Tek Fong yang dianggap paling cemerlang. Nyong Ambon ini dididik selama tiga tahun di Sekolah Sepak Bola UMS di Petak Sinkian.
Sukses menjadi pemain dan juga pelatih tidak lantas membuat Tek Fong hidup mentereng. Dia tetap bersahaja dan easy going walau tidak memiliki apa-apa kecuali kebanggaan akan masa lalunya. Aktivitas kesehariannya, apabila tidak sedang melatih di Petak Sinkian Tek Fong sering berkunjung ke Kantor Sekretariat PSSI di kawasan Senayan untuk sekadar berbagi cerita masa lalu dengan Idrus, karyawan paling senior di PSSI2. Pada malam hari biasanya dia akan bersantap sambil bersenda gurau bersama kerabat dan sahabatnya di sebuah kedai di bilangan Petak Sinkian. Suatu malam, ketika sedang bersenda gurau di kedai pada Ahad tanggal 31 Januari 2011 pukul 19.00 WIB, mendadak Tek Fong terkena serangan jantung. Ayah dari dua orang anak dan tiga cucu ini sempat dilarikan ke RS Husada di kawasan Mangga Besar. Akan tetapi, Tuhan berkehendak lain dan keburu memanggilnya sebelum sempat menjalani perawatan1. (Gufron)
Foto: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/2/21/Fan-tek-fong.jpg/220px-Fan-tek-fong.jpg
Sumber:
1. "Mantan Pemain Timnas Fan Tek Fong Wafat", diakses dari http://bola.tempo.co /read/news/2011/01/31/099310122/mantan-pemain-timnas-fan-tek-fong-wafat, tanggal 26 Agustus 2015.
2. "Mulyadi (Pemain Sepak Bola)", diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Mulyadi_(pemain _sepak_bola), tanggal 26 Agustus 2015.
3. "Mantan Pemain Timnas Fan Tek Fong Meninggal Dunia", diakses dari http://www. republika.co.id/berita/sepakbola/bolamania/11/01/31/161600-mantan-pemain-timnas-fan-tek-fong-meninggal-dunia, tanggal 27 Agustus 2015.
4. "Legenda Indonesia, Fan Tek Fong Meninggal", diakses dari http://bola.kompas.com/read /2011/01/31/14101621/Legenda.Indonesia..Fan.Tek.Fong.Meninggal, tanggal 27 Agustus 2015.