Permainan Aklobang (Sulawesi Selatan)

Bugis dan Makassar sesungguhnya dua kelompok etnik yang masing-masing memiliki variasi budaya. Namun, kedua etnik tersebut sering disatukan dengan nama “Bugis-Makassar” karena banyak persamaannya (Melalatoa, 1995:184). Lepas dari masalah itu, yang jelas masing-masing etnik tersebut juga menumbuhkembangkan budaya yang sesuai dengan kondisi geografis daerahnya. Mereka yang tinggal di daerah pesisir Ara, Bima dan Lemo-lemo yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, pada umumnya bekerja sebagai pembuat perahu layar. Keahlian itulah yang kemudian seringkali membuat kaum laki-laki (para suami) meninggalkan desa untuk waktu yang relatif lama (bekerja di luar desanya). Sementara, anak dan isterinya tetap tinggal di desanya dan berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan melakukan berbagai pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki, seperti mencari kayu bakar di hutan. Kegiatan mencari kayu bakar yang dilakukan oleh kaum perempuan inilah yang kemudian melahirkan suatu permainan yang disebut sebagai aklobang, karena ketika mereka ke hutan yang diperoleh bukan hanya kayu bakar tetapi, pada musim-musim tertentu, juga buah kemiri. Buah ini sebagian digunakan sebagai pelengkap masakan (untuk memasak) dan sebagian digunakan sebagai alat untuk bermain. Aklobang itu sendiri merupakan gabungan dua kata, yaitu “ak” dan “lobang”. Ak berarti “melemparkan sesuatu” dan lobang berarti “lubang”. Sesuatu yang dimaksud dalam konteks ini adalah “buah kemiri”. Jadi, aklobang dapat diartikan sebagai melemparkan sesuatu ke dalam lubang dengan jarak tertentu.

Pada mulanya sistem permainan ini sangat sederhana. Pemain yang dapat memasukkan kemiri dalam jumlah yang banyak pada lubang yang telah disediakan, maka yang bersangkutan dinyatakan sebagai pemenang. Selaras dengan perkembangan zaman, permainan yang disebut sebagai aklobang ini juga mengalami perubahan, baik yang menyangkut arena maupun aturan-aturan yang mesti disepakti dan atau dipatuhi oleh pemain. Sebagai contoh, jika di masa lalu kemiri yang telah dimainkan akan dibuang begitu saja, maka dewasa ini kemiri tersebut menjadi barang taruhan yang akan dibawa pulang oleh pemenang permainan. Artinya, yang kalah harus menyerahkan kemirinya (sesuai dengan kesepakatan) kepada pemenang.

Permainan semacam aklobang tampaknya tidak hanya dikenal oleh masyarakat Bulukumba semata, tetapi juga masyarakat yang ada di daerah Gowa. Masyarakat Gowa menyebut permainan ini sebagai akkobbang. Namun demikian, tidak sama persis karena di sana alat mainnya bukan buah kemiri melainkan pudek (buah kepundung) atau kelereng. Jumlah lubangnya juga berbeda; jika aklobang hanya sebuah, maka akkobbang tiga buah.

Pemain
Permainan khas orang Bugis-Makassar ini dapat dikategorikan sebagai permainan anak-anak, yang pada umumnya dilakukan oleh anak perempuan usia 6--15 tahun. Jumlah pemainnya 2--6 orang.

Tempat Permainan
Permainan yang oleh orang Bugis-Makassar disebut sebagai aklobang ini tidak membutuhkan tempat (lapangan) yang khusus. Ia dapat dimainkan di mana saja, asalkan di atas tanah. Jadi, dapat di tepi pantai, di tanah lapang atau di pekarangan rumah.

Peralatan Permainan
Peralatan yang digunakan adalah beberapa buah kemiri (jumlahnya tergantung kesepakatan pemain). Kemiri-kemiri tersebut nantinya ada yang digunakan sebagai pelontar (batu pengambak) dan ada yang dijadikan sebagai taruhan. Selain buah kemiri, permainan ini juga memerlukan sebuah papan penampang (pangampang) yang berukuran panjang sekitar 70 cm dan lebar 5 cm. Papan penampang akan ditaruh di belakang lubang dengan jarak sekitar 50 cm yang berfungsi sebagai garis batas jatuhnya batu pengambak. Jika pelemparan batu pengambak melewati garis penampang, maka pemain harus mengulangi lemparannya. Selanjutnya, yang merupakan kelengkapan pokok dalam permainan ini adalah lubang yang berdiameter sekitar 7 cm dan berkedalaman 5 cm.

Aturan Permainan
Aturan permainan aklobang adalah sebagai berikut: (1) pada saat melempar, pemain tidak boleh melewati garis batas; (2) jenis batu pengambak terdiri dari dua macam, bergantung dari jumlah taruhan yang disepakati, yaitu: (a) sapiri diti (kemiri kecil) apabila jumlah taruhannya kecil; dan (b) sapiri lompo (kemiri besar) apabila jumlah taruhannya besar; (3) kemiri yang akan dikenai oleh batu pengambak adalah kemiri yang telah ditunjuk oleh lawan mainnya; (4) pemain yang batu pengambak-nya mengenai batu pengambak lawan yang telah lebih dahulu dilontarkan, harus mengulangi melempar; (5) batu pengambak yang tidak melewati garis batas permainan harus diulangi; (6) pemain yang dapat membuat batu pengambak-nya masuk ke dalam lubang, dapat mengambil seluruh kemiri taruhan yang ada di dalamnya; (7) lemparan tidak boleh mengenai dua buah kemiri sekaligus; dan (8) Untuk mengenai buah kemiri taruhan batu pengambak boleh dipantulkan ke papan penampang.

Proses Permainan
Ada empat tahap yang dilalui atau dilakukan dalam permainan ini. Pertama, ammenteng (pengundian), yaitu sebelum permainan dimulai akan dilakukan pengundian terlebih dahulu, dengan cara melontarkan batu pengambak ke arah lubang. Pemain yang dapat memasukkan batu pengambak-nya ke dalam lubang akan memulai permainan. Namun, apabila tidak ada seorang pun yang dapat memasukkan pengambak-nya ke dalam lubang, maka pengambak yang paling dekat dengan lubang akan memulai permainan. Apabila ada beberapa pengambak yang jaraknya sama, maka pelontarnya diharuskan untuk melempar kembali. Kedua, akbuang (membuang), yaitu pemain yang mendapat kesempatan memulai permainan akan mengumpulkan kemiri taruhan dari setiap pemain untuk disebarkan di sekitar lubang. Ketiga, ajjojjok (menunjuk), yaitu setelah taruhan disebar, pemain lain (lawan) akan menunjuk buah kemiri mana yang harus dikenai oleh pelontar. Kemiri yang ditunjuk biasanya adalah kemiri yang posisinya sulit untuk dikenai atau apabila terkena akan mengenai kemiri lain. Dan, keempat angngambak (melontar), yaitu. pemain akan mulai melontarkan batu Pengambak-nya. Apabila dapat mengenai taruhan yang ditunjuk, maka buah kemiri taruhan tersebut menjadi milik si pelontar. Apabila buah kemiri taruhan yang terkena lontaran masuk ke dalam lubang, si pelontar berhak mengambil semua buah taruhan yang ada. Namun, apabila tidak ada satu kemiri taruhan pun yang dapat dikenai, maka pelontar harus digantikan oleh pemain yang lain. Pemain yang dapat mengumpulkan buah kemiri taruhan paling banyak dinyatakan sebagai pemenang.

Nilai Budaya
Nilai yang terkandung dalam permainan aklobang adalah: ketangkasan, kecermatan, keuletan, dan sportivitas. Nilai ketangkasan, kecermatan dan keuletan tercermin dari usaha para pemain untuk dapat mengenai kemiri taruhan, walaupun posisinya terkadang sangat sulit. Nilai-nilai tersebut dapat berfungsi sebagai acuan dalam menghadapi lingkungan geografisnya yang kurang menguntungkan. Dan, nilai sportivitas tercermin dari kesediaan menyerahkan buah-buah kemiri yang menjadi taruhan kepada lawan main yang keluar sebagai pemenangnya.

Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1980. Permainan Anak-Anak Daerah Sulawesi Selatan. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Melalatoa, M. Junus. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia. Jilid A-K. Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Keraton Surosowan

Archive