Si Tanggang

Alkisah, di tanah Melayu dahulu hidup sepasang suami-istri beserta anak semata wayangnya. Sang suami bernama Talang, istrinya Deruma, dan anaknya yang bernama Tanggang. Mereka hidup serba kekurangan dalam sebuah gubuk kecil yang sudah reot. Untuk memenuh kebutuhan sehari-hari keluarga ini hanya mengandalkan dari usaha penjualan kayu bakar.

Hidup mereka mulai berubah tatkala Tanggang mendapat pekerjaan di sebuah perahu dagang besar nan mewah. Awalnya dia hanya bekerja sebagai kuli panggul menaik-turunkan barang bawaan perahu. Penghasilan dari nguli digunakannya untuk membeli bahan makanan bagi keluarga.

Begitu seterusnya hingga Tanggang diangkat sebagai kru tetap perahu karena kinerjanya dinilai sangat baik. Oleh karena telah menjadi kru, maka dia diharuskan ikut berlayar selama berbulan-bulan ke berbagai negeri. Walhasil, dia pun melebihi “bang Toyib” yang jarang pulang karena tidak pulang sama sekali ke rumah orang tua.

Seiring waktu Tanggang semakin dipercaya bukan hanya oleh nakhoda saja melainkan juga pemilik perahu. Kepercayaan inilah yang membuatnya naik jabatan menjadi nakhoda ketika nakhoda lama meninggal dunia secara mendadak. Nama Tanggang menjadi terkenal di antara para pelaut-pedagang di pelabuhan.

Saking terkenalnya, suatu saat dia di undang Sultan negeri seberang dalam sebuah pesta di Istana. Dalam jamuan pesta tersebut dia berkenalan dengan salah seorang putri Sultan yang berparas cantik jelita. Dari perkenalan tadi rupanya bersemi benih-benih cinta dan tidak lama kemudian mereka menikah.

Setelah menikah Tanggang mengajak Sang istri ikut berlayar. Mereka menyinggahi berbagai negeri untuk berdagang. Suatu saat, rupanya perahu sampai di sebuah muara tempat kelahiran Tanggang. Orang-orang di sana tentu kaget ketika mengetahui bahwa Tangganglah yang menjadi nakhodanya. Sebagian dari mereka berinisiatif memberitahu Talang dan Deruma bahwa Tanggang telah kembali dalam kondisi sehat dan kaya raya.

Kabar tentang kepulangan Tanggang tentu saja membuat Talang dan Deruma gembira. Masih mengenakan pakaian lusuh karena baru pulang dari mencari kayu bakar mereka bergegas ke muara menyongsong Tanggang. Seluruh kerinduan yang selama bertahun-tahun terpendam akan segera terbayarkan.

Namun, harapan akan melepas rindu dengan Sang anak tidaklah sesuai kenyataan. Ketika akan menemui Tanggang mereka dihadang dan tidak diperbolehkan naik perahu. Setelah ABK melapor dan Tanggang keluar bersama istri, mereka malah dihina, direndahkan, dan bahkan ditendang hingga tersungkur. Tanggang malu kalau Sang istri sampai tahu siapa dia sebenarnya.

Diperlakukan begitu hina Talang dan Deruma tidak dapat berbuat apa-apa. Mereka hanya duduk terdiam melihat Tanggang yang masuk lagi ke perahu dan memerintah anak buahnya menarik jangkar. Tanggang tidak mau ada lebih banyak orang berkerumun dan mengenali dirinya. Oleh karena itu, dia memutuskan berlayar kembali ke laut lepas.

Sebelum perahu hilang dari pandangan, Deruma yang masih terduduk di tanah tanpa sadar mengucapkan beberapa kalimat yang intinya memohon pada Tuhan agar Tanggang diberi pelajaran atas perlakuan terhadap dirinya. Ajaibnya, setelah kalimat terucap langit tiba-tiba gelap disusul kilatan petir dan hembusan angin kencang pertanda akan terjadinya badai. Sejurus berikutnya gelombang laut bergelora yang membuat perahu Tanggang terombang-ambing tak tentu arah. Dan, karena gelombang yang datang sangatlah kuat, tidak lama berselang perahu pun pecah dan menenggelamkan seluruh awak perahu.

Setelah badai mereda dari kejauhan tampak batu-batu menyembul di permukaan laut. Masyarakat setempat berkeyakinan bahwa batu-batu tersebut bukanlah muncul secara alamiah. Mereka percaya bahwa itu adalah jelmaan dari Tanggang, perahu, dan para awaknya yang dikutuk akibat mendurhakai orang tua.

Diceritakan kembali oleh ali gufron
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pocong Gemoy

Archive