Dikutip dari Tivan Rahmat dalam artikelnya di gayatekno.id, tradisi ini bermula sekitar tahun 1783 saat negeri Jepang diterpa letusan Gunung Asama yang mengakibatkan lahan pertanian hancur. Akibatnya, penduduk setempat menjadi kelaparan. Dan, untuk mengatasi kekurangan pangan orang-orang lanjut usia terpaksa “dibuang” oleh anggota keluarganya sendiri.
Adapun tempat pembuangannya adalah di Ubasuteyama atau Gunung Ubasute dan Aokigahara yang merupakan hutan lebat di kaki barat Gunung Fuji. Khusus untuk Ubasuteyama, ada sebuah legenda menarik tentang “pembuangan” orang tua. Dikisahkan, ada seorang anak yang hendak membuang ibunya di sebuah tempat terpencil di Gunung Ubasute.
Oleh karena letaknya sangat terpencil, Sang ibu yang berada dalam panggulan anaknya selalu mematahkan ranting-ranting pohon di sepanjang perjalanan. Tujuannya adalah agar menjadi petunjuk bagi Sang anak bila hendak kembali pulang.
Kelakuan Sang ibu tadi rupanya membuat anaknya menjadi terharu. Alih-alih meninggalkannya, Sang anak malah membawanya kembali pulang ke rumah. Dia memutuskan untuk merawat sang ibu hingga akhir hayat dan tidak jadi membuangnya di Ubasuteyama.
Legenda tadi tidak hanya sekadar cerita nasihat agar tidak menyianyiakan orang tua saja. Ada kasus yang rupanya benar-benar menginspirasi dan dipraktekkan oleh beberapa orang Jepang. inews.id melansir sekitar tahun 2015 ada seorang pria tua yang membuang kakak perempuannya yang cacat di sebuah lereng pegunungan prefektur Chiba. Selain itu, ada pula perempuan yang membuang ayahnya di halte jalan raya karena sudah dianggap tua dan tidak produktif lagi. Sedangkan sisanya, banyak yang mengirim keluarga lanjut usia ke kantor-kantor amal agar diadopsi.