Bandeng atau Chanos chanos adalah ikan yang cukup populer di kalangan masyarakat pesisir pantai Pulau Jawa karena rasa dagingnya yang gurih dan tidak mudah hancur ketika dimasak. Hanya saja ikan ini memiliki kelemahan, yaitu dagingnya diselimuti duri relatif banyak sehingga memerlukan ketelitian ketika dikonsumsi.
Banyaknya duri dalam daging inilah yang membuat salah satu Sultan Banten waktu itu memerintahkan juru masak untuk membuat sebuah makanan berbahan bandeng tanpa gangguan duri. Hasilnya, terciptalah sebuah makanan yang kemudian dinamakan sebagai “Sate Bandeng”.
Dahulu, selain sebagai hidangan khusus bagi tamu sultan, sate bandeng juga disajikan dalam perayaan-perayaan besar di Kesultanan Banten. Dan, dalam perkembangan selanjutnya, sate bandeng menjadi salah satu kuliner khas Banten yang dijajakan sebagai cinderamata wisatawan nusantara.
Bahan Pembuat Sate Bandeng
Sebagai sebuah kuliner, untuk membuat sate bandeng diperlukan beberapa bahan dan bumbu tertentu. Adapun bahan dasarnya tentu saja berupa ikan bandeng yang dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional, area pertambakan di wilayah utara Serang (Kasemen, Pontang, Tirtayasa, dan Tanara), atau didatangkan langsung dari daerah Cirebon dan Indramayu.
Menurut salah seorang pembuat sate bandeng yang ada di daerah Kaujon, ikan bandeng yang didatangkan dari Cirebon dan Indramayu dianggap sebagai ikan terbaik untuk dijadikan sate. Alasannya, bentuk fisik bandeng di kedua daerah tersebut memiliki ciri lebih panjang dan ramping yang menandakan bahwa kandungan lemak di dalam tubuh relatif sedikit sehingga apabila dagingnya dikeluarkan, maka kulit ikan tidak mudah rusak.
Sementara bentuk fisik ikan bandeng dari wilayah Serang umumnya bertubuh agak gemuk karena kandungan lemaknya cukup banyak. Kandungan lemak yang cukup banyak akan mempersulit pengolahan daging bandeng yang akhirnya akan membuat hasil olahan tidak bertahan lama. Jenis ikan bandeng seperti ini di daerah Serang lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan pecak bandeng.
Sedangkan bumbu pelengkapnya, di antaranya: minyak kelapa, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, ketumbar, jintan, lengkuas, kunyit, kelapa parut, kelapa sangrai, gula pasir, asam jawa, telur ayam, dan santan kepala.
Proses Pengolahan Sate Bandeng
Apabila bahan dan bumbu telah diperoleh, tahap selanjutnya adalah proses pengolahan sate bandeng yang diawali dengan mencuci ikan bandeng hingga bersih lalu disisit dan didodol atau dikeluarkan daging tanpa merusak kulitnya. Selanjutnya, daging ikan bandeng dihaluskan menggunakan alat penggiling hingga halus lalu disaring menggunakan saringan khusus agar daging dan duri terpisah.
Daging hasil penyaringan yang telah terpisah dari duri kemudian dicampur dengan sejumlah bumbu halus yang telah ditumis dan dicampur dengan rebusan santan kelapa. Apabila telah kalis proses berikutnya adalah memasukkannya kembali ke dalam kulit ikan bandeng hingga terisi penuh lalu dijepit dengan bambu tipis. Pada bagian ujung jepitan bambu diberi pelepah pisang agar tidak terlepas ketika dibakar atau dipanggang di atas tungku.
Setelah bambu penjepit diberi pelepah pisang, kemudian dibakar atau dipanggang di atas tungku. Selama proses pembakaran ikan bandeng akan dibolak-balik dan diolesi sisa adonan agar aromanya lebih terasa ketika matang. Dan, bila telah matang setusuk sate bandeng dapat disajikan untuk dikonsumsi oleh beberapa orang. Sebagai catatan, karena bahan dan bumbu cepat rusak, sate bandeng hanya dapat bertahan kurang lebih 24 jam dari pembuatan. (gufron)
Banyaknya duri dalam daging inilah yang membuat salah satu Sultan Banten waktu itu memerintahkan juru masak untuk membuat sebuah makanan berbahan bandeng tanpa gangguan duri. Hasilnya, terciptalah sebuah makanan yang kemudian dinamakan sebagai “Sate Bandeng”.
Dahulu, selain sebagai hidangan khusus bagi tamu sultan, sate bandeng juga disajikan dalam perayaan-perayaan besar di Kesultanan Banten. Dan, dalam perkembangan selanjutnya, sate bandeng menjadi salah satu kuliner khas Banten yang dijajakan sebagai cinderamata wisatawan nusantara.
Bahan Pembuat Sate Bandeng
Sebagai sebuah kuliner, untuk membuat sate bandeng diperlukan beberapa bahan dan bumbu tertentu. Adapun bahan dasarnya tentu saja berupa ikan bandeng yang dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional, area pertambakan di wilayah utara Serang (Kasemen, Pontang, Tirtayasa, dan Tanara), atau didatangkan langsung dari daerah Cirebon dan Indramayu.
Menurut salah seorang pembuat sate bandeng yang ada di daerah Kaujon, ikan bandeng yang didatangkan dari Cirebon dan Indramayu dianggap sebagai ikan terbaik untuk dijadikan sate. Alasannya, bentuk fisik bandeng di kedua daerah tersebut memiliki ciri lebih panjang dan ramping yang menandakan bahwa kandungan lemak di dalam tubuh relatif sedikit sehingga apabila dagingnya dikeluarkan, maka kulit ikan tidak mudah rusak.
Sementara bentuk fisik ikan bandeng dari wilayah Serang umumnya bertubuh agak gemuk karena kandungan lemaknya cukup banyak. Kandungan lemak yang cukup banyak akan mempersulit pengolahan daging bandeng yang akhirnya akan membuat hasil olahan tidak bertahan lama. Jenis ikan bandeng seperti ini di daerah Serang lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan pecak bandeng.
Sedangkan bumbu pelengkapnya, di antaranya: minyak kelapa, bawang merah, bawang putih, cabai merah keriting, ketumbar, jintan, lengkuas, kunyit, kelapa parut, kelapa sangrai, gula pasir, asam jawa, telur ayam, dan santan kepala.
Proses Pengolahan Sate Bandeng
Apabila bahan dan bumbu telah diperoleh, tahap selanjutnya adalah proses pengolahan sate bandeng yang diawali dengan mencuci ikan bandeng hingga bersih lalu disisit dan didodol atau dikeluarkan daging tanpa merusak kulitnya. Selanjutnya, daging ikan bandeng dihaluskan menggunakan alat penggiling hingga halus lalu disaring menggunakan saringan khusus agar daging dan duri terpisah.
Daging hasil penyaringan yang telah terpisah dari duri kemudian dicampur dengan sejumlah bumbu halus yang telah ditumis dan dicampur dengan rebusan santan kelapa. Apabila telah kalis proses berikutnya adalah memasukkannya kembali ke dalam kulit ikan bandeng hingga terisi penuh lalu dijepit dengan bambu tipis. Pada bagian ujung jepitan bambu diberi pelepah pisang agar tidak terlepas ketika dibakar atau dipanggang di atas tungku.
Setelah bambu penjepit diberi pelepah pisang, kemudian dibakar atau dipanggang di atas tungku. Selama proses pembakaran ikan bandeng akan dibolak-balik dan diolesi sisa adonan agar aromanya lebih terasa ketika matang. Dan, bila telah matang setusuk sate bandeng dapat disajikan untuk dikonsumsi oleh beberapa orang. Sebagai catatan, karena bahan dan bumbu cepat rusak, sate bandeng hanya dapat bertahan kurang lebih 24 jam dari pembuatan. (gufron)