Home »
Cagar Budaya
» Makam Keramat Eyang Prabudilaya
Makam Keramat Eyang Prabudilaya
Makam Eyang Prabudilaya berada di wilayah Kecamatan Mangkubumi, tepatnya di sebuah pulau kecil berukuran sekitar satu hektar di tengah Situ Gede, Tasikmalaya. Di area makam ini tidak hanya Eyang Prabudilaya saja, melainkan juga istri dan pengawal setianya bernama Sagolong. Melansir Jabarnews.com, konon komplek tersebut dijaga oleh enam makhluk gaib menyerupai harimau yang berjejer di atas jalan akses menuju makam Eyang Prabudilaya.
Keberadaan makam oleh penduduk setempat dipercaya sebagai cikal bakal terbentuknya Situ Gede yang dalam bahasa Indonesia berarti “danau besar” seluas sekitar 47 hektar dengan kedalaman mencapai enam meter. Ada dua versi mengenai kisah Situ Gede yang dikaitkan dengan Eyang Prabudilaya. Versi pertama berasal dari jabar.inews.id yang menyatakan bahwa kisah Situ Gede berawal ketika dua orang istri mencari keberadaan sang suami yaitu Eyang Prabudilaya. Ketika ditemukan ternyata Eyang Prabudilaya telah terbunuh di daerah yang sekarang dinamakan Situ Cibeureum.
Jenazah Eyang Prabudilaya kemudian digotong menggunakan kain yang diikatkan ke bambu panjang. Namun, dalam perjalanan bambu itu kemudian patah di daerah yang kini dinamakan sebagai Mangkubumi. Bambu kemudian disambung kembali menggunakan tanah dan perjalanan berlanjut hingga para pengikut kedua istri Eyang Prabudilaya tiba-tiba nagong (berjongkok). Lokasi tempat berjongkoknya para pengikut kemudian disebut sebagai Nagrog.
Lanjut dari Nagrog mereka melewati suatu kawasan berudara dingin yang cocok untuk beristirahat. Lokasinya saat ini disebut Maniis. Usai rehat mereka berjalan lagi hingga menemukan sebuah pulau di tengah danau besar yang dalam bahasa Sunda disebut situ gede. Di pulau itulah Eyang Prabudilaya dimakamkan.
Sementara versi lainnya berasal dari Nugraha (2022), Muslim (2020), Jabarnews.com, dan nativeindonesia.com yang menyatakan bahwa kisah Eyang Prabudilaya berawal ketika beliau bersama sang istri (Raden Dewi Kondang) dan beberapa orang pengawal pergi dari Kerajaan Sumedang Larang menuju Mataram guna menuntut ilmu agama.
Sampai di Mataram beliau berguru pada Kyai Jiwa Raga. Tanpa disangka, Prabudilaya dapat menyelesaikan ajaran yang diberikan dengan sangat cepat. Sang guru kagum dan menganggapnya cocok menjadi menantu. Prabudilaya kemudian dinikahkan dengan putrinya yang bernama Dewi Cahaya Karembong atau Nyi Mas Sakarembong.
Selanjutnya, Kyai Jiwa Raga meminta Prabudilaya mendalami ilmunya di daerah Sukapura. Setiba di Sukapura Prabudilaya langsung in action dengan melakukan tapa mati geni selama berbulan-bulan demi memantapkan ilmunya. Beliau bahkan sampai melupakan kewajibannya sebagai seorang suami.
Walhasil, kedua istri pun mulai curiga. Mereka mulai berprasangka bahwa Prabudilaya kemungkinan telah mengambil istri ketiga. Dan, karena kecurigaan itu semakin menguat menjadi tudingan dengan tidak adanya kabar berita tentang keberasaan Prabudilaya, mereka bersepakat mencari dan berencana membunuhnya.
Ketika sudah berkumpul kembali, rencana jahat mulai dijalankan. Saat sedang terlelap salah seorang dari istrinya menghujamkan keris ke tubuh Prabudilaya hingga tewas seketika. Setelah meninggal, entah mengapa, mereka kebingungan memakamkan jasadnya. Dibantu dua orang pengawal, mereka menandu jasad Prabudilaya berkeliling wilayah Sukapura hingga tiba di sebuah bukit tidak jauh dari daerah Mangkubumi. Di bukit tadi Prabudilaya kemudian dimakamkan.
Di lain tempat, Ibu Prabudilaya juga mencemaskan keberadaaan anaknya. Oleh karena itu, dia mengutus salah seorang anaknya (adik Prabudilaya) menelusuri jejak Prabudilaya. Namun, hingga pencarian sampai di Sukapura Sang adik tidak juga dapat menemukan Prabudilaya. Bahkan, karena berhasil memenangkan sayembara dan dinikahkan dengan putri penguasa setempat, dia akhirnya juga tidak pulang ke Sumedang.
Oleh karena itu, Sang ibu sendirilah yang pergi mencari anaknya. Menelusuri jejak Sang anak, dari Mataram dia pergi ke Sukapura hingga tiba di daerah rawa dengan bagian tengahnya terdapat gundukan tanah yang dilihatnya memancarkan cahaya. Di gundukan itulah jasad Sang putra dikebumikan.
Sambil berurai air mata, Sang ibu memanjatkan doa agar makam Sang putra terlindung dari mara bahaya. Sejurus selesai berdoa tiba-tiba air rawa naik membentuk sebuah situ (danau) luas. Ia hanya menyisakan area sekitar makam sebagai pulau di tengahnya. Oleh masyarakat setempat danau itu kemudian diberi nama sebagai Situ Gede. Konon, selain makhluk gaib menyerupai harimau di danau juga ada empat ekor ikan bernama Si Gendam, Si Kohkol, Si Genjreng, dan Si Layung sebagai penjaga perairan sekitar makam Prabudilaya hingga sekarang. (Gufron)