Sesuai dengan namanya, angklung ini berasal dari Desa Bungko, Kecamatan Kepatekan, Kabupaten Cirebon. Angklung bungko adalah musik pengiring bagi tarian euforia karena menang melawan pasukan Pangeran Pekik (Ki Ageng Petakan) pada masa awal kedatangan Islam (menjelang abad ke-17) yang disebabkan oleh perbedaan prinsip-prinsip ajaran islam yang telah diajarkan oleh Sunan Gunung Jati. Oleh karena itu, gerakan-gerakan tari yang diiringi angklung bungko merupakan gambaran dari peperangan dengan para penari menggunakan kostum ikat kepala batik, baju putih, keris, serta soder.
Ada empat tarian dalam angklung bungko, antara lain 1. Panji,menggambarkan sikap berzikir. 2. Benteleye, menggambarkan sikap bertindak dalam menghadapi rintangan di perjalanan. 3. Bebek ngoyor,menggambarkan jerih payah dalam upaya untuk mencapai tujuan. 4. Ayam alas, menggambarkan kelincahan dalam mencari sasaran pemilih.
Atas gagasan Syeh Bentong atau Ki Gede Bungko, angklung bungko tetap dipertahankan dan dimanfaatkan untuk menyebarkan agama Islam. Ki Ageng Bungko (Ki Puyunan) sebagai anutan yang berjiwa egaliter dan banyak jasa semasa hidupnya, kini seolah-olah menjadi simbol kehebatan masyarakat bungko. Karena itu untuk mengenang jasa-jasa leluhurnya, mereka mengimplementasikannya dalam upacara ritual adat yang dikenal dengan ngunjung.