Di Kepulauan Seribu, Jakarta, terdapat sebuah permainan anak yang disebut Ujan Angin. Kapan dan dari mana permainan ini bermula sulit diketahui secara pasti. Namun, konon permainan ujan angin sudah dimainkan oleh anak-anak di Kepualauan Seribu sejak zaman penjajahan Belanda.
Permainan Ujan Angin dimainkan oleh anak laki-laki dan perempuan berusia antara 7 hingga 12 tahun secara beregu. Dalam permainan yang dapat diartikan sebagai “kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak” ini sebuah regu terkadang bergantian untuk menggendong regu lainnya, namun kadang harus menggendong terus apabila selalu kalah. Saat digendong biasanya pemain yang menang akan meneriakkan kata-kata seperti seorang kusir kuda yang sedang mengendalikan laju kudanya.
Untuk bermain ujang angin setiap regu harus memiliki sebuah gacoan berupa pecahan genting atau benda apa saja yang pipih, agak berat, dan tidak mudah terbawa angin ketika dilemparkan. Gacoan ini nantinya akan dilemparkan untuk menentukan titik “teit” (jarak antara garis pertama dan kedua). Kata “teit” diambil dari suara pemain ketika sedang melempas gacoannya, yaitu “tee….iiit”.
Apabila dalam permainan sebuah regu dapat menempatkan gacoannya pada titik “teuit” sebanyak 3 kali berturut-turut, maka regu tersebut berhak digendong oleh regu lawannya sesuai dengan jarak yang ditentukan bersama. Setelah itu permainan akan dimulai lagi dari awal. Begitu seterusnya hingga para pemain lelah dan berhenti bermain. (gufron)