Salabadan adalah salah satu seni pertunjukkan yang ada di kalangan masyarakat Madura. Sebagai sebuah seni pertunjukkan, salabadan mempertunjukkan cerita-cerita atau lakon-lakon tentang kehidupan keseharian, khususnya yang berkenaan dengan kehidupan di zaman pemerintahan Kolonial Belanda. Satu lakon yang sering ditampilkan dalam berbagai pementasan adalah tentang orang-orang Madura yang pro kepada Belanda (menjadi antek-antek Belanda). Selain itu, juga lakon-lakon lainnya yang kontra terhadap Belanda. Tokoh-tokoh yang kontra terhadap Belanda ini antara lain: Bun Segundal, Bun Lopis, Semprong, dan Brudin. Mereka dengan gayanya yang khas (melalui lawakan) mengkritik kebijakan pemerintah Kolonial Belanda. Tokoh lainnya adalah seseorang yang berperan sebagai orang dungu, bodoh, dan misikin. Tokoh ini sebenarnya merupakan perwujudan kritik atas pemerintah Belanda yang sengaja membuat kebodohan dan kemiskinan masyarakat yang dijajahnya.
Sesuai dengan kehidupan keseharian masyarakat pedesaan, maka kostum (pakaian) yang digunakan oleh para pemainnya adalah pakaian sehari-hari. Pementasan salabadan diiringi oleh serangkat alat musik berupa sronen dan kennong tello. Sebagaimana seni pertunjukkan lainnya, pementasan salabadran juga dimulai menjelang malam sampai menjelang pagi. Dan, sebelum acara inti dilakukan biasanya pertunjukkan atau pergelaran salabadran diawali dengan kajuwan (tayub ala Madura). Dewasa ini seni pertunjukkan yang disebut sebagai salabadran telah tertelan zaman (tidak pernah tampil lagi alias punah). Padahal, di masa lalu seni pertunjukkan ini favorit, di seluruh Pulau Madura.