(Cerita Rakyat Daerah Madura)
Alkisah, ada seorang bernama K. Abdullah. Dia adalah seorang lali-laki yang mempunyai istri lebih dari satu. Salah satunya bernama Nyai Nurima yang merupakan istri pertama. Suatu malam, K. Abdullah pulang ke rumah Nyai Nurima. Akan tetapi, setelah mengetuk dan mengucapkan salam berulang kali tidak juga ada jawaban dari dalam rumah. Dia tidak tahu kalau sang istri yang tengah hamil sedang sholat tahajjud.
Dalam suasana kesal menunggu, tiba-tiba terdengar jawaban salam anak laki-laki kecil dari dalam rumah. Dia sangat terkejut karena istrinya masih dalam keadaan hamil. Kalaupun telah melahirkan tidak akan mungkin sang bayi sudah bisa menjawab salamnya.
Usai sholat Nyai Nurima membukakan pintu. Setelah meminta maaf dia lalu menjelaskan bahwa dirinya tengah tahajjud sehingga tidak langsung menyongsong kehadiran K. Abdullah. Dia juga tidak menyangka kalau K. Abdullah akan datang, sebab “jadwalnya” bukanlah malam itu.
Mendengar penjelasan sang istri K. Abdullah hanya mengangguk. Fokus pikirannya tertuju pada jawaban salam dari suara anak kecil yang tadi didengarnya. Oleh karena itu, dia langsung menangnyakan siapakah gerangan anak kecil yang telah menjawab salamnya.
“Itu suara anakmu,” jawab Nyai Nurima sambil mengelus perut dan tersenyum simpul.
Terkejutlah K. Abdullah mendengar perkataan istrinya. Dia tidak menyangka kalau sang anak yang masih di dalam kandungan telah memiliki keistimewaan. K. Abdullah langsung bersujud syukur kepada Allah SWT.
Beberapa bulan kemudian, sang bayi pun lahir dalam keadaan sehat. Oleh karena sejak di dalam kandungan telah dapat berbicara, maka ketika lahir diberi nama Muhammad Saud yang artinya bisa menyahut.
Sejak lahir hingga berumur enam tahun Muhammad Saud tumbuh menjadi anak yang cerdas dan semakin bertambah keistimewaannya. K. Abdullah meyakini kalau anaknya kelak akan menjadi seorang pemimpin hingga tujuh turunan. Dan, agar selalu berjalan di jalur yang lurus, dia kemudian dimasukkan ke pesantren milik pamannya, K. Fakih, yang letaknya saat ini di daerah Lembung Barat, Kecamatan Lenteng.
Selama berada di pesantren, Muhammad Saud juga menunjukkan kecerdasan dan keistimewaanna. Konon, suatu malam muncul cahaya terang dari salah satu santri yang tengah tertidur pulas. K. Fakih yang melihat cahaya itu lalu membungkus tubuh santri yang bersinar dengan cara membuntal sebagian sarungnya. Esok harinya, dia meminta santri yang sarungnya terbuntal agar maju dan ternyata adalah Muhammad Saud. Melihat Muhammad Saud memiliki keistimewaan, sama seperti K. Abdullah, K Fakih juga berpendapat bahwa dia akan menjadi seorang pemimpin sampai tujuh turunan.
Lulus dari pesantren, Muhammad Saud menikah dengan perempuan bernama Nyai Izzah. Mereka dikaruniai dua orang anak, bernama Aryo Pacinan dan Panembahan Sumolo. Oleh masyarakat setempat dia kemudian diberi gelar “Waliallah” karena memiliki keistimewaan.