Moyang Sangkal

Moyang Sangkal adalah salah satu jenis tarian khas Keraton Sumenep yang bersifat sakral. Tarian ini mulanya hanya dimainkan di lingkungan kerabat keraton pada zaman pemerintahan Sultan Abdurrachman (1811—1854). Moyang Sangkal disuguhkan dalam rangka menyambut para tamu yang berkunjung di Kabupaten Sumenep. Maksudnya adalah agar para tamu tersebut selama di Sumenep hingga kembali ke rumah selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Dewasa ini tarian tersebut sudah tidak menjadi “milik” keraton lagi, tetapi milik masyarakat Sumenep.

Tarian Moyang Sangkal dibawakan oleh para penari yang masih gadis. Dalam sebuah tarian jumlahnya ganjil (3,5,7, hingga 13 orang penari). Sebelum para gadis membawakannya, mereka harus berpuasa (satu hari). Dalam sebuah pertunjukkan mereka (para penari) mengenakan busana khas Keraton Sumenep. Busana tersebut mirip dengan busana Pengantin Kebesaran Keraton (Busana Pengantin Legha), tetapi lebih sederhana dan didominasi oleh warna merah, kuning, dan hitam. Gerakan-gerakan tariannya halus dan datar tetapi mempunyai tekanan-tekanan yang eksotik sebagai ciri khas Sumenep. Gerakan tarian sampai saat ini belum mengalami perubahan yang mendasar. Namun demikian, secara keseluruhan gerakan-gerakan yang dilatunkan oleh para penari melambangkan keagungan, kesakralan, serta kelemah-lembutan puteri Keraton Sumenep. Tarian diakhir dengan penaburan beras kuning ke seluruh penjuru Pendopo Agung Keraton Sumenep. Makna yang terkandung dalam penebaran beras kuning ke segala penjuru itu adalah membuang sesuatu yang tidak baik demi keselamatan bersama.
Cara Pasang Tali Layangan agar Manteng di Udara
Topeng Monyet
Pijat Susu

Archive