Munding adalah istilah orang Sunda bagi binatang yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai kerbau atau Bubalus bubalis. Binatang memamah biak yang dapat mencapai berat antara 300-600 kg ini oleh berbagai bangsa di dunia telah didomestikasi alias menjadi hewan ternak untuk diambil daging maupun air susunya sebagai bahan makanan (id.wikipedia.org).
Selain itu, di beberapa daerah kerbau juga dijadikan sebagai hewan penarik pedati atau bajak. Di Jawa Barat misalnya, kerbau atau yang biasa disebut munding umum digunakan sebagai bajak. Oleh para petani, munding dimanfaatkan untuk ngawalajar yaitu suatu proses membalikkan lapisan tanah agar tidak asam dan dapat terkena sinar matahari. Ngawalajar merupakan salah satu dari rangkaian dalam proses pengolahan lahan persawahan. Tahap ini mulai dilaksanakan setelah nyacar atau pembersihan jerami bekas panen pada tanah sawah yang telah tergenang air.
Proses ngawalajar dimulai dengan memberi makan munding sekitar pukul 03.00 agar tidak loyo ketika sedang menarik singkal. Sekitar dua jam kemudian, munding dituntun keluar dari kandang menuju petak sawah yang akan digarap. Sesampainya di sawah, leher munding dipasang alat untuk menarik singkal berupa pasangan, streng, dan pangkal. Selanjutnya, dibawa ngider atau berputar-putar mengelilingi petak sawah sebagai “pemanasan” sebelum mulai menyingkal tanah. Dan, apabila telah siap, maka tukang bajak akan mengendalikannya dari belakang dengan cara berjalan sambil menekankan sebelah kakinya di atas singkal atau duduk di atas kayu dudukan lanjam. Si tukang bajak juga akan memberi aba-aba tertentu sebagai perintah kepada sang hewan agar berjalan lurus, berjalan agak ke samping, menundukkan kepala, berbelok kiri atau kanan, dan ngider (berputar mengelilingi petak sawah yang sedang dibajak). Dengan cara demikian maka alat pembalik yang dinamakan singkal (pekerjaannya dinamakan nyingkal) dapat masuk lebih dalam ke tanah dan membaliknya menjadi bongkahan-bongkahan besar.
Walau terlihat sederhana, pekerjaan membalik lapisan tanah menggunakan tenaga munding bukanlah suatu hal yang mudah karena harus mempunyai pengetahun mengenai peralatan yang digunakan untuk membajak, seluk-beluk tanah sawah yang akan dibajak, kebiasaan munding, serta bagaimana pelatihannya agar dapat digunakan untuk membajak sawah. Adapun cara melatihnya tergolong sederhana. Bagi munding berumur 2,5 hingga 3 tahun yang masih amatir atau baru akan dipekerjaan untuk menarik singkal dan garu, caranya cukup dengan menuntunnya menyusuri kalen (sungai kecil) lalu ngider (berkeliling) di areal persawahan yang belum digarap atau baru dicaian (diairi) dan menyusur kalen lagi. Pelatihan ini dilakukan oleh dua orang (satu orang menuntun dari depan, lainnya berada di belakang munding) dari pukul 06.00 hingga 12.00. Selanjutnya munding diangon (digembalakan) hingga pukul 15.00 atau 16.00 kemudian dimandikan dan menjelang magrib dimasukkan ke dalam kandang. Begitu seterusnya selama 2 hingga 4 hari berturut-turut hingga munding dianggap sudah nurut dan siap untuk menarik bajak. Selain munding amatir, yang sudah “jadi” atau mahir namun lama tidak dipakai untuk ngawuluku (membajak) juga perlu dilatih lagi dengan waktu yang jauh lebih sikat (sekitar 2 hingga 4 jam) dan hanya ngider di area persawahan tanpa mapai kalen lagi.
Pemeliharaan Munding
Bagi para tukang bajak, seekor munding merupakan benda paling berharga yang dapat dijadikan sebagai tumpuan hidup. Oleh karena itu, munding biasanya dipelihara dengan baik agar kesehatannya selalu terjaga dan dapat bekerja dengan maksimal. Usaha pemeliharaan munding dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: kandang, pemberian makan, dan kesehatan.
a. Kandang Munding
Harga seekor munding relatif mahal antara 4 hingga 15 juta rupiah, bergantung pada umur dan berat badannya. Oleh karena itu, agar munding terhindar dari teriknya sinar matahari, derasnya air hujan, dan dinginnya udara malam, maka perlu dibuatkan kandang (bangunan tempat tinggal binatang). Kadang munding bentuknya bermacam-macam, bergantung pada selera dan kemampuan pemiliknya. Jadi, ada kandang yang berbentuk menyerupai rumah biasa berdinding semen, anyaman bambu, atau triplek dan memiliki pintu untuk keluar masuk munding. Atapnya juga bermacam-macam; ada yang terbuat dari genting; ada yang terbuat dari seng; ada yang terbuat dari asbes; dan ada pula yang terbuat dari tumpukan jerami. Panjang dan lebar kandang bergantung dari jumlah munding yang dimiliki. Sedangkan tingginya sama atau hampir sama dengan tinggi rumah si pemilik.
Letak kandang biasanya tidak jauh dari rumah (ada yang di belakang rumah, ada yang di samping rumah, malahan ada juga yang berada di depan rumah). Faktor yang membuat penempatan kandang demikian dekat dengan rumah adalah keamanan. Dengan dekatnya kadang dari rumah membuat pemilik senantiasa mudah dapat memantau keberadaan kerbaunya, sehingga relatif aman dari pencurian.
b. Pemberian Makan
Dalam usaha memelihara munding, pekerjaan yang paling berat adalah memberi makan karena dalam sehari satu ekor munding harus diberi makan sedikitnya 50 kg jukut (rumput) dan jarami (jerami). Jukut dapat diperoleh dengan cara mencarinya di tempat-tempat lapang, sedangkan jarami dapat diambil dari bekas panen padi. Namun apabila malas mengangkutnya, dapat pula mengangonnya langsung menuju lokasi penggembalaan yang memiliki banyak rumput (Di Desa Cijagang disebut tanah sampalan). Selain mempermudah pekerjaan karena dapat mencari makan sendiri, proses pengangonan juga bertujuan agar si munding menjadi nurut dan mudah diajak bekerja di sawah.
Pemberian makan bergantung pada aktivitas munding. Misalnya, jika munding sedang tidak dipekerjakan di sawah, maka pola makannya dimulai dari pukul 06.00 lalu pukul 12.00 dan pukul 17.30 (menjelang magrib). Tetapi apabila sedang diperlukan tenaganya untuk membajak sawah, maka pola makannya dimulai dari sekitar pukul 03.00, pukul 12.00 dan pukul 17.30 setelah dimandikan di sungai.
c. Kesehatan Munding
“Bersih pangkal sehat” demikian kata orang. Walaupun munding hanyalah seekor binatang, ia juga harus bersih. Untuk itu, secara teratur perlu dimandikan minimal sehari sekali. Tujuannya agar tubuh munding selalu bersih, sehingga terhindar dari penyakit. Caranya, cukup dengan membawanya ke sungai atau ke balong (kolam) yang cukup besar. Selanjutnya, munding diguyur air lalu digosok menggunakan tangan atau dibiarkan berkubang sendiri hingga kotoran yang melekat di tubuhnya luruh dengan sendirinya.
Perawatan kesehatan munding bukan hanya pada kebersihannya saja, tetapi juga ketahanan tubuhnya terhadap berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, satu bulan sekali secara rutin munding diberi vitamin dan kalek (berbentuk tablet) agar tulangnya kuat dan tahan terhadap penyakit. Obat-obatan ini dapat dibeli dengan harga sekitar Rp.20.000,00 per botol. Apabila sang pemilik masuk dalam suatu organisasi khusus, biasanya Dinas Peternakan setempat akan mengeluarkan kartu recording untuk mengetahui, umur, jenis kelamin, waktu birahi, dewasa kelamin, dewasa tubuh, dan kesehatan munding. Recording adalah kartu yang berfungsi sebagai identitas yang biasanya ditempelkan di kandang. Setiap munding mempunyai kartu recording untuk mempermudah pemeriksaan.
Selain menjaga kebersihan dan pemberian obat-obatan, ada usaha lain yang bersifat spiritual dan sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian pemilik munding. Usaha tersebut adalah mengupacarai sang munding setelah seluruh pekerjaannya selesai (nyingkal dan ngagaru). Tujuannya, sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya berupa munding yang telah berjasa membantu dalam proses ngawalajar sawah. Dalam upacara kecil yang berlangsung di kandang ini hanya dihadiri oleh pemilik dan beberapa orang keluarganya saja. Adapun perlengkapan upacaranya diantaranya adalah: sebuah kupat segitilu (ketupat berbentuk segitiga) terbuat dari anyaman daun kelapa yang nantinya akan dikongkorongan (dikalungkan) pada leher munding, sebuah kalung terbuat dari rangkaian bunga, dan satu stel pakaian laki-laki.
Selain itu, di beberapa daerah kerbau juga dijadikan sebagai hewan penarik pedati atau bajak. Di Jawa Barat misalnya, kerbau atau yang biasa disebut munding umum digunakan sebagai bajak. Oleh para petani, munding dimanfaatkan untuk ngawalajar yaitu suatu proses membalikkan lapisan tanah agar tidak asam dan dapat terkena sinar matahari. Ngawalajar merupakan salah satu dari rangkaian dalam proses pengolahan lahan persawahan. Tahap ini mulai dilaksanakan setelah nyacar atau pembersihan jerami bekas panen pada tanah sawah yang telah tergenang air.
Proses ngawalajar dimulai dengan memberi makan munding sekitar pukul 03.00 agar tidak loyo ketika sedang menarik singkal. Sekitar dua jam kemudian, munding dituntun keluar dari kandang menuju petak sawah yang akan digarap. Sesampainya di sawah, leher munding dipasang alat untuk menarik singkal berupa pasangan, streng, dan pangkal. Selanjutnya, dibawa ngider atau berputar-putar mengelilingi petak sawah sebagai “pemanasan” sebelum mulai menyingkal tanah. Dan, apabila telah siap, maka tukang bajak akan mengendalikannya dari belakang dengan cara berjalan sambil menekankan sebelah kakinya di atas singkal atau duduk di atas kayu dudukan lanjam. Si tukang bajak juga akan memberi aba-aba tertentu sebagai perintah kepada sang hewan agar berjalan lurus, berjalan agak ke samping, menundukkan kepala, berbelok kiri atau kanan, dan ngider (berputar mengelilingi petak sawah yang sedang dibajak). Dengan cara demikian maka alat pembalik yang dinamakan singkal (pekerjaannya dinamakan nyingkal) dapat masuk lebih dalam ke tanah dan membaliknya menjadi bongkahan-bongkahan besar.
Walau terlihat sederhana, pekerjaan membalik lapisan tanah menggunakan tenaga munding bukanlah suatu hal yang mudah karena harus mempunyai pengetahun mengenai peralatan yang digunakan untuk membajak, seluk-beluk tanah sawah yang akan dibajak, kebiasaan munding, serta bagaimana pelatihannya agar dapat digunakan untuk membajak sawah. Adapun cara melatihnya tergolong sederhana. Bagi munding berumur 2,5 hingga 3 tahun yang masih amatir atau baru akan dipekerjaan untuk menarik singkal dan garu, caranya cukup dengan menuntunnya menyusuri kalen (sungai kecil) lalu ngider (berkeliling) di areal persawahan yang belum digarap atau baru dicaian (diairi) dan menyusur kalen lagi. Pelatihan ini dilakukan oleh dua orang (satu orang menuntun dari depan, lainnya berada di belakang munding) dari pukul 06.00 hingga 12.00. Selanjutnya munding diangon (digembalakan) hingga pukul 15.00 atau 16.00 kemudian dimandikan dan menjelang magrib dimasukkan ke dalam kandang. Begitu seterusnya selama 2 hingga 4 hari berturut-turut hingga munding dianggap sudah nurut dan siap untuk menarik bajak. Selain munding amatir, yang sudah “jadi” atau mahir namun lama tidak dipakai untuk ngawuluku (membajak) juga perlu dilatih lagi dengan waktu yang jauh lebih sikat (sekitar 2 hingga 4 jam) dan hanya ngider di area persawahan tanpa mapai kalen lagi.
Pemeliharaan Munding
Bagi para tukang bajak, seekor munding merupakan benda paling berharga yang dapat dijadikan sebagai tumpuan hidup. Oleh karena itu, munding biasanya dipelihara dengan baik agar kesehatannya selalu terjaga dan dapat bekerja dengan maksimal. Usaha pemeliharaan munding dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: kandang, pemberian makan, dan kesehatan.
a. Kandang Munding
Harga seekor munding relatif mahal antara 4 hingga 15 juta rupiah, bergantung pada umur dan berat badannya. Oleh karena itu, agar munding terhindar dari teriknya sinar matahari, derasnya air hujan, dan dinginnya udara malam, maka perlu dibuatkan kandang (bangunan tempat tinggal binatang). Kadang munding bentuknya bermacam-macam, bergantung pada selera dan kemampuan pemiliknya. Jadi, ada kandang yang berbentuk menyerupai rumah biasa berdinding semen, anyaman bambu, atau triplek dan memiliki pintu untuk keluar masuk munding. Atapnya juga bermacam-macam; ada yang terbuat dari genting; ada yang terbuat dari seng; ada yang terbuat dari asbes; dan ada pula yang terbuat dari tumpukan jerami. Panjang dan lebar kandang bergantung dari jumlah munding yang dimiliki. Sedangkan tingginya sama atau hampir sama dengan tinggi rumah si pemilik.
Kandang Munding |
b. Pemberian Makan
Dalam usaha memelihara munding, pekerjaan yang paling berat adalah memberi makan karena dalam sehari satu ekor munding harus diberi makan sedikitnya 50 kg jukut (rumput) dan jarami (jerami). Jukut dapat diperoleh dengan cara mencarinya di tempat-tempat lapang, sedangkan jarami dapat diambil dari bekas panen padi. Namun apabila malas mengangkutnya, dapat pula mengangonnya langsung menuju lokasi penggembalaan yang memiliki banyak rumput (Di Desa Cijagang disebut tanah sampalan). Selain mempermudah pekerjaan karena dapat mencari makan sendiri, proses pengangonan juga bertujuan agar si munding menjadi nurut dan mudah diajak bekerja di sawah.
Pemberian makan bergantung pada aktivitas munding. Misalnya, jika munding sedang tidak dipekerjakan di sawah, maka pola makannya dimulai dari pukul 06.00 lalu pukul 12.00 dan pukul 17.30 (menjelang magrib). Tetapi apabila sedang diperlukan tenaganya untuk membajak sawah, maka pola makannya dimulai dari sekitar pukul 03.00, pukul 12.00 dan pukul 17.30 setelah dimandikan di sungai.
Pakan Munding |
“Bersih pangkal sehat” demikian kata orang. Walaupun munding hanyalah seekor binatang, ia juga harus bersih. Untuk itu, secara teratur perlu dimandikan minimal sehari sekali. Tujuannya agar tubuh munding selalu bersih, sehingga terhindar dari penyakit. Caranya, cukup dengan membawanya ke sungai atau ke balong (kolam) yang cukup besar. Selanjutnya, munding diguyur air lalu digosok menggunakan tangan atau dibiarkan berkubang sendiri hingga kotoran yang melekat di tubuhnya luruh dengan sendirinya.
Perawatan kesehatan munding bukan hanya pada kebersihannya saja, tetapi juga ketahanan tubuhnya terhadap berbagai macam penyakit. Oleh karena itu, satu bulan sekali secara rutin munding diberi vitamin dan kalek (berbentuk tablet) agar tulangnya kuat dan tahan terhadap penyakit. Obat-obatan ini dapat dibeli dengan harga sekitar Rp.20.000,00 per botol. Apabila sang pemilik masuk dalam suatu organisasi khusus, biasanya Dinas Peternakan setempat akan mengeluarkan kartu recording untuk mengetahui, umur, jenis kelamin, waktu birahi, dewasa kelamin, dewasa tubuh, dan kesehatan munding. Recording adalah kartu yang berfungsi sebagai identitas yang biasanya ditempelkan di kandang. Setiap munding mempunyai kartu recording untuk mempermudah pemeriksaan.
Selain menjaga kebersihan dan pemberian obat-obatan, ada usaha lain yang bersifat spiritual dan sampai saat ini masih dilakukan oleh sebagian pemilik munding. Usaha tersebut adalah mengupacarai sang munding setelah seluruh pekerjaannya selesai (nyingkal dan ngagaru). Tujuannya, sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas karunia-Nya berupa munding yang telah berjasa membantu dalam proses ngawalajar sawah. Dalam upacara kecil yang berlangsung di kandang ini hanya dihadiri oleh pemilik dan beberapa orang keluarganya saja. Adapun perlengkapan upacaranya diantaranya adalah: sebuah kupat segitilu (ketupat berbentuk segitiga) terbuat dari anyaman daun kelapa yang nantinya akan dikongkorongan (dikalungkan) pada leher munding, sebuah kalung terbuat dari rangkaian bunga, dan satu stel pakaian laki-laki.
Kupat Segitilu bekas Kongkorongan Munding |